Blog
-
Bara Konflik Pertanahan
Bara Konflik PertanahanNovri Susan, SOSIOLOG KONFLIK UNAIR, SEDANG RISET PHD DI DOSHISHA UNIVERSITY, KYOTO, TENTANG “LAND CONFLICT MANAGEMENT IN INDONESIAN DEMOCRACY”Sumber : KORAN TEMPO, 21 Desember 2011Pembantaian Mesuji, wilayah di Provinsi Lampung, menyeruak ke ruang publik yang sudah sesak oleh seabrek multidimensi persoalan bangsa. Menurut laporan para korban yang mendatangi Komisi III DPR, ada 30 petani yang dibantai oleh kelompok berseragam aparat keamanan. Pembantaian tersebut berawal dari proses perluasan wilayah penggunaan lahan oleh PT Silva Inhutani pada 2003. Terkuaknya pembantaian tersebut memperjelas bahwa masyarakat Indonesia didera oleh bara konflik pertanahan. Persoalan fundamentalnya, masyarakat kecil yang lemah modal, seperti komunitas-komunitas adat dan petani gurem, selalu menjadi pihak terkalahkan dalam bara konflik tersebut. Kasus pembantaian Mesuji hanyalah salah satu kasus dari berbagai marginalisasi represif terhadap masyarakat kecil.Pada dasarnya berbagai dimensi konflik tanah senyatanya gagal dikelola untukdipecahkan tanpa kekerasan oleh pemerintah republik ini. Indikasinya adalah,eskalasi konflik pertanahan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Direktorat Konflik Pertanahan melaporkan konflik tanah yang melibatkan komunitas pada 2006 ada 322 kasus, pada 2007 ada 858 kasus, pada 2008 ada 520 kasus, dan pada 2009 ada 194 kasus. Kasus-kasus tersebut menumpuk belum terselesaikan dan cenderung diwarnai oleh kekerasankekerasan dalam dinamika konfliknya. Termasuk pada kasus konflik tanah di Mesuji, Lampung.Konflik pertanahan memiliki dimensidimensi, seperti konflik tanah komunitasadat melawan perusahaan negara atau swasta, konflik tanah komunitas petanigurem melawan perusahaan, komunitas PKL (pedagang kaki lima) melawanpemerintah kota, sampai konflik antarkomunitas desa atas area tanah tertentu.Berdasarkan penelitian penulis, terdapat beberapa sebab konflik pertanahan yang melibatkan komunitas.Pertama, kejahatan perusahaan (dirty business) atas kontrak penggunaan lahan yang dimiliki oleh komunitas adat tertentu. Menurut para anggota komunitas adat, dalam penelitian lapangan di Kabupaten Tulang Bawang oleh penulis,perusahaan-perusahaan perkebunan melakukan perluasan area HGU tanpapersetujuan komunitas adat. Misalnya area HGU dalam kontrak resmi adalah20 ribu ha, namun realisasinya menjadi 30 ribu ha. Komunitas adat menduga perusahaan melakukan kongkalikong dengan pemerintah untuk menciptakan dokumen “legal” yang memberi lisensi luas area lebih dari kontrak awal dengan komunitas adat. Akibatnya, anggota komunitas adat dilarang mengelola area lahan tersebut. Akibatnya, mereka terusir dari lahanlahan wilayah adat yang diklaim sebagai area HGU. Pada dimensi kejahatan lain, perusahaan sering mangkir membayar ganti rugi atas penyerahan lahan kepada komunitas.Kedua, klaim atas lahan “kosong” antara perusahaan dan komunitas petani. Areatanah HGU (hak guna usaha) yang sudah lewat batas kontrak atau tidak dikelolaperusahaan sering menjadi lahan kosong bertahun-tahun. Kondisi ini menyebabkan komunitas-komunitas petani yang tidak punya lahan mengelola lahan kosong tersebut. Pola serupa juga sering terjadi di wilayah perkotaan, di mana lahan-lahan kosong kemudian dimanfaatkan untuk menjadi area pasar dan permukiman masyarakat bawah. Konflik muncul ke permukaan ketika perusahaan atau Negara ingin melakukan pemanfaatan atas lahan itu.Ketiga, keteledoran administrasi pertanahan oleh BPN. Pada kasus di Lampung,satu bidang tanah tertentu bisa memiliki 10-20 sertifikat atas nama orang berbeda. Masing-masing pihak merasa memiliki hak atas tanah yang telah memiliki sertifikat tanah tersebut. Pada dimensi ini, konflik pertanahan bisa terjadi di antara komunitas petani (horizontal) dan komunitas petani melawan perusahaan swasta maupun negara.Konflik tanah cenderung berlangsung lama (perpetuated conflict), terutama yangmelibatkan komunitas-komunitas adat karena mekanisme litigasi selalu dijadikanpreferensi menyelesaikan konflik tanah. Perusahaan swasta dan negara lebihmemanfaatkan mekanisme litigasi, yaitu memasukkan konflik tanah ke pengadilan. Hasil pengadilan sering kali memenangkan perusahaan karena memiliki dokumen-dokumen legal yang membuktikan kepemilikan atau hak pengelolaan atas area tanah. Sedangkan komunitas adat, petani, atau PKL terkalahkan karena kelompok ini hanya memiliki bukti adat seperti cerita atau surat kesaksian yang tidak diakui oleh pengadilan. Proses litigasi sering menyebabkan komunitas kecil merasa tidak mendapat ketidakadilan.Karenanya, gerakan-gerakan perlawanan, dari cara damai sampai kekerasan, untuk mendapatkan kembali tanah dan keadilan terus dimobilisasi.Mekanisme AlternatifJika melihat dari realitas kepemerintahan, bara konflik pertanahan yang terusmenyala dan tidak ditemukan pemecahan masalahnya disebabkan oleh bad governance, seperti administrasi pertanahan yang buruk, patron-klien swasta dan pemerintah, aparat keamanan yang berposisi sebagai centeng untuk pemodal, dan pengadilan yang korup. Pengadilan sering kali menjadi mekanisme marginalisasi represif, yaitu “mengalahkan” komunitas-komunitas adat, petani, dan masyarakat kecil lainnya atas nama hukum positif. Aparat kepolisian berlandaskan pada keputusan pengadilan tersebut, dan bekerja sama dengan institusi pemerintah lainnya, melakukan pengamanan dan pembersihan. Pada gilirannya, keputusan pengadilan yang dilindungi hukum positif mampu mengubah komunitas pencari keadilan sebagai para kriminal.Mekanisme litigasi atau pengadilan jelas tidak memberi jaminan pemecahankonflik pertanahan dalam konteks transisi demokrasi Indonesia saat ini. Hal inikarena mekanisme litigasi buta terhadap aspek historis sosiologis atas kepemilikan dan pengelolaan tanah oleh komunitas. Usulan Komnas HAM pada awal 2004 tentang mekanisme alternatif penyelesaian konflik tanah melalui pembentukan Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (Knupka) seharusnya direalisasi. Pembentukan komisi ini bersifat temporer selama BPN sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam tata kelola konflik pertanahan masih belum mampu. Faktanya, BPN tidak bisa berbuat banyak, karena kapasitas kelembagaan dan sumber daya yang masih lemah.Tragedi Mesuji hanyalah bagian kecil dari bara konflik pertanahan Indonesia. Jika Negara terus-menerus bersikap keras kepala dengan mekanisme litigasi, bara konflik pertanahan akan terus membesar. Aspek kerugian terhadap produktivitas sosial-ekonomi bangsa dipertaruhkan. ● -
Samad dan Megakorupsi Mesuji
Samad dan Megakorupsi MesujiEffnu Subiyanto, MAHASISWA PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI FEBUNIVERSITAS AIRLANGGASumber : KORAN TEMPO, 21 Desember 2011Abraham Samad akhirnya resmi dilantik secara formal pada 16 Desember2011 di Istana Negara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagaiKetua KPK yang baru periode 2011-2015. Janji Abraham Samad pada saat fit and proper test yang pasti diingat publik dan disambut antusias adalah soal komitmennya untuk menuntaskan kemelut Bank Century. Sudah dua tahun kasus ini hanya menjadi rumor sejak pembentukan Pansus Hak Angket Bank Century pada 4 Desember 2009. Sejauh ini tersangka yang berhasil dihadapkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak sesuai dengan harapan. Sejak Menteri Keuangan Sri Mulyani “dimutasi” ke Bank Dunia, kasus ini juga lenyap tidak berbekas.Samad juga menjanjikan penyelesaian tidak tebang pilih megakasus patgulipatBLBI, dugaan korupsi dana haji, serta kemelut korupsi Nazaruddin dan Nunun,dalam waktu setahun. Jika itu tidak bisa diselesaikan, ayam jantan dari timuryang masih berusia 45 tahun ini akan mengundurkan diri tanpa diminta.Bagian menariknya, setelah dilantik, Samad akan menyelesaikan secara utuhdalam setahun pertama kepemimpinannya, kasus-kasus kategori grand corruption. Persoalannya mana yang termasuk dalam perspektif grand corruption? Apakah yang merugikan negara dengan nilai tertentu, misalnya di bawah Rp 100 miliar, belum dikategorikan grand corruption? Bagaimana jika, misalnya, merugikan negara dalam skala kecil namun dilakukan secara berjemaah dan sistematis seperti cek pelawat, mafia anggaran, Wisma Atlet, apakah disebut juga grand corruption?Di sektor korporasi, apakah kasus Freeport, Newmont, RIM, Lapindo dan atau yang lagi menjadi panas, duo Mesuji, bisa dikategorikan grand corruption? Hal-hal seperti ini patut dicermati oleh Samad, karena bukan tidak mungkin rakyat akan mempertanyakannya bahkan sejak sekarang.Kalau menurut literatur, definisi grand corruption sebenarnya bukan didasarkan pada pertimbangan jumlah, melainkan pada pelakunya. Charles Kenny dan Tina Soreide (2008), peneliti Bank Dunia, menyebutkan bahwa pelaku grand corruption adalah high rank di birokrasi atau politikus. Para high rank ini termasuk pejabat publik dan pejabat korporasi. Dengan demikian, jelaslah apayang harus diprioritaskan Samad.Korupsi KorporasiBaru-baru ini publik Indonesia dikejutkan oleh kejahatan korporasi di Sumatera Selatan dan Lampung. Kebetulan masing-masing bernama Mesuji, sama-sama berurusan dengan perusahaan kelapa sawit asal Malaysia, dan sama-sama jatuh korban tewas. Tujuh orang tewas di Mesuji Sumatera Selatan dan seorang tewas di Mesuji Lampung. Rumornya, jumlah korban itu sebenarnya mencapai 30-an orang yang tewas dibantai.Ada dua perspektif kejahatan yang harus secara fair diselesaikan, kejahatan sosial atas korporasi atau kejahatan korporasi atas sosial. Faktanya, di SumateraSelatan, rakyat melakukan penyerangan terhadap korporasi PT SWA, sehinggamengakibatkan lima pekerja PT SWA tewas. Konflik selanjutnya, karena alasanmembela diri, dua orang rakyat Mesuji Sumatera Selatan juga tewas.Sementara ini, di berbagai media massa, analisis yang berkembang selalu mendiskreditkan korporasi tanpa memahami duduk persoalannya. Publik selaluapriori terhadap setiap langkah yang dilakukan korporasi. Karena itu, kendatimasyarakat melakukan perusakan aset korporasi, pembunuhan, pembakaran,sejauh ini hal itu dibenarkan oleh opini publik. Ini sama halnya dengan situasi psikologis polisi yang selalu salah. Ketika polisi melepaskan tembakan kepada demonstran dan jatuh korban, yang dipersalahkan pertama kali adalah polisi.Polisi sama sekali tidak memiliki hak benar, kendati toh misalnya demonstranitu melekatkan bom berdaya ledak tinggi di tubuhnya yang potensial membunuhpuluhan teman-temannya sendiri. Tindakan polisi dengan menembak seorang demonstran itu masih saja salah. Dalam hal ini, polisi tidak diizinkan memiliki teori sistemik seperti yang dibolehkan misalnya dalam kasus Century.Masalahnya, ruang gerak kebebasan operasional korporasi yang terbatas itukini menjadi sasaran empuk pemilik kekuasaan di organisasi pemerintah. Secara legal, korporasi harus mematuhi segala bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, sampai dengan perda-perda, di mana seringterjadi banyak sekali peraturan yang overlapping satu sama lain.Variabel lingkungan, misalnya, sudah diatur dalam Undang-Undang No. 23/1999 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun di sisi lain perda di daerah juga menetapkan peraturan sendiri dan bervariasi. Apakah ada harmonisasi dan sinkronisasi? Ketika ukurannya berbeda, maka penyelesaian di lapangan adalahtransaksi. Apakah ini tak bisa disebut grand corruption?Kasus duo Mesuji bisa jadi adalah akumulasi keterbatasan investor, namun di sisi lain harus berkompetisi di pasar terbuka yang demikian bebas yang akhirnyadalam operasi bergesekan dengan masyarakat. Bisakah secara grand design, korporasi duo Mesuji disalahkan secara mutlak? Jangan-jangan duo Mesuji inijustru korban kebobrokan dari grand corruption birokrasi Indonesia.PrioritasKPK jilid ketiga ini memikul harapan seluruh rakyat yang begitu besar, mengingat begitu korupnya negeri ini. Seluruh elemen struktur organisasi negara ini sudah tercemar korupsi yang amat dalam. Kini para koruptor itu tidak melakukan korupsi yang kecil, melainkan korupsi kategori besar.Para pegawai negeri muda yang baru beberapa tahun bekerja, bahkan masihberusia di bawah 30 tahun, ternyata memiliki rekening mencengangkan. Dengan pembuktian terbalik paling sederhana terhadap pendapatan resminya, rekening gendut itu tidak akan bisa didapatkan sampai pensiun sekalipun.Tidak mengherankan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2011 hanya berada pada urutan 100 dari 183 negara yang disurvei Transparency International. Skor kita hanya 3,0 atau naik 0,2 dari IPK tahun lalu. Kedudukan kita setara dengan negara-negara miskin seperti Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Suriname, Tanzania, Sao Tome, dan Principe. Membayangkan menyamai bahkan mendekati skor Brunei, Thailand, Malaysia, apalagi Singapura, sepertinya tidak mungkin.Samad tentu saja harus cermat menentukan kriteria penyelesaian perkara, jikatidak ingin terjebak dalam pusaran kasus remeh-temeh yang menghabiskan energi. Kasus dengan daya rusak besar terhadap struktur sosial dan potensial menulari kelompok masyarakat lain harus diprioritaskan penanganannya. Pejabat yang tidak memberikan teladan baik kepada rakyat harus dimasukkan dalam kategori grand corruption.Untuk warming-up, kasus duo Mesuji bisa diujicobakan agar ditangani KPK. Ada kejahatan korporasi skala besar di balik peristiwa Mesuji. Konflik ini memiliki perspektif grand corruption.● -
Dilanda Krisis, Rakyat Amerika Merangkul Warisan Leluhur
Dilanda Krisis, Rakyat AmerikaMerangkul Warisan LeluhurHerman Hakim Galut, WARTAWAN, TINGGAL DI WASHINGTON, DC, AMERIKA SERIKATSumber : SINAR HARAPAN, 21 Desember 2011Meski kurang mendapat liputan luas dari media massa mainstream Amerika, gerakan Occupy Wall Street (OWS) yang telah menyebar luas ke berbagai kota di Amerika dan dunia berhasil memengaruhi jutaan rakyat Amerika untuk menjauhkan diri dari bank-bank komersial dan institusi keuangan lainnya di Wall Street, New York City.Rakyat yang kecewa berat dengan kinerja bank-bank komersial dan lembaga-lembaga keuangan yang merupakan jantung kapitalisme itu ramai-ramai memindahkan deposito mereka ke credit uniondan bank-bank warga. Selain itu, mereka juga membentuk koperasi, mendirikan perusahaan milik karyawan, dan lembaga-lembaga alternatif yang modelnya lain dari kapitalisme tradisional.Penarikan deposito secara besar-besaran dipicu aksi Molly Katchpole, nasabah sebuah bank besar Amerika, yang menentang kebijakan banknya menarik fee US$ 5 dari kartu debit nasabah apabila menggunakan kartu debit untuk belanja sebulan.Dari awal Oktober hingga “Bank Transfer Day” pada 5 November 2011, nilai transfer mencapai US$ 4,5 miliar. Rushpenarikan dalam jumlah besar ini merupakan isyarat baru bahwa sejumlah besar orang Amerika sudah muak dengan Wall Street. Mereka siap mengubah sistem apabila ada peluang untuk itu.Menurut mereka, pengelolaan koperasi dan bentuk perusahaan karyawan lainnya lebih sederhana dan semangat kekeluargaannya lebih tinggi. Bahkan, beberapa dari mereka mengaku, credit union lebih demokratis dibanding bank-bank konvensional. Misi institusinya pun lebih jelas, kata yang lain.Pemerintah daerah dan pemerintah negara bagian juga ikut mengubah sifat dasar kapitalisme, yang menurut banyak pihak, sudah stagnan dan rakus.Proses ini, kata Gar Alperovitz, penulis buku America Beyond Capitalism, dan profesor ilmu ekonomi-politik University of Maryland, “berlangsung tanpa disadari sepenuhnya oleh siapa pun. Kita (Amerika) bergerak menuju sistem hibrida, suatu sistem yang berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme tradisional.”Profesor Gar merinci, sekitar 130 juta rakyat Amerika ikut dalam keanggotaan usaha koperasi dan koperasi simpan-pinjam. Tiga belas juta lebih rakyat Amerika menjadi pemilik 11 juta perusahaan karyawan. Jumlah ini 6 juta lebih besar daripada jumlah serikat buruh perusahaan swasta.“New Deal” dan “Grange Movement”Gar, dalam percakapan telepon dengan penulis pekan lalu membenarkan bahwa gerakan perubahan oleh nasabah bank besar Amerika dan pemda, serta pemerintah negara bagian di Midwest pada awal ke-21 ini sedikitnya meniru solusi atas krisis ekonomi yang menimpa Amerika pada awal 1930-an.Pada waktu itu, Amerika mengalami krisis yang dikategorikan sebagai Great Depression, dan Kongres Amerika mengesahkan program Presiden Franklin D Roosevelt yang bertajuk “New Deal” untuk mengatasi krisis besar dari 1933 hingga 1936 itu. Programnya dikenal dengan julukan 3R, yakni Relief, Recovery, dan Reform.“Anda melihat orang Amerika kembali kepada semangat bertetangga dengan menjadi anggota bank warga atau ikut dalam credit union, itu nilai warisan leluhur,” katanya.Apabila gerakan itu terus meningkat dalam jumlah, ukuran, dan kecanggihan organisasi, besar kemungkinan perubahan-perubahan ini akan mengarah ke suatu model ideologi ekonomi yang lain dari kapitalisme tradisional, yang berbasis korporasi dan sosialisme tradisional yang kita kenal sekarang ini.Pengucuran dana talangan kepada perusahaan mobil besar di Amerika merupakan isyarat ekonomi Amerika sudah mengarah ke ekonomi sosialistik, meski tidak sepenuhnya demikian karena pemilik perusahaan mobil tadi mengembalikan talangan tadi.Ungkapan “tidak sepenuhnya demikian” terungkap dalam sebuah jajak pendapat tahun 2009 yang mengatakan, pilihan responden yang berusia 30 tahun terbagi atas kapitalis atau sosialis.Solusi yang diinspirasi dari pengalaman masa lalu bukan hanya meniru “New Deal”-nya Presiden Rosevelt. Gar sepakat bahwa aksi protes secara bermartabat jutaan rakyat Amerika terhadap Wall Street itu menelusur hingga ke solusi nenek moyang mereka, yang disebut Grange Movement pada 1867.Gerakan itu merupakan gerakan agraris yang didirikan Oliver H Kelly. Gerakan ini pada mulanya bertujuan memajukan pendidikan dan kehidupan sosial. Namun, di beberapa desa, gerakan ini menjelma menjadi gerakan politik untuk menentang keputusan ekonomi yang berlawanan dengan kepentingan petani.Mereka berhasil membangun toko sandang-pangan dan pertenunan. Anggota gerakan ini pun yang disebut Grangers, berhasil memengaruhi parlemen di negara-negara bagian Midwest untuk merancang undang-undang yang mewakili kepentingan petani.Apa yang terjadi ke depan? Menurut Gar, stagnansi ekonomi dalam kurun waktu yang lama ini bisa memunculkan suatu debat bahwa masa depan ideologi ekonomi Amerika akan mengambil arah seperti berikut ini: menuju ideologi ekonomi didominasi eksekutif korporasi kapitalis atau pejabat pemerintah sosialis.Mungkin itu merupakan solusi bagi krisis Amerika yang selama ini menggambarkan dirinya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. ● -
Selamat Bekerja ‘The Dream Team’ KPK
Selamat Bekerja ‘The Dream Team’ KPKAhmad Yani, ANGGOTA KOMISI III DPR FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNANSumber : SINDO, 21 Desember 2011Akhirnya kita memiliki pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru. Abraham Samad sebagai ketua KPK yang baru beserta para wakilnya— Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, Zulkarnain, dan Busyro Muqoddas—telah dilantik pada 16 Desember lalu.
Sosok Abraham mampu memberi harapan karena ia adalah aktivis yang dikenal idealis dan berani. Ia masih muda sehingga diyakini belum terkontaminasi oleh noda politik kekuasaan. Partner Abraham juga cukup meyakinkan. Ada nama Bambang Widjojanto, advokat cerdas dan bernyali besar, serta Busryo Muqoddas yang dikenal bersih dan memiliki jaringan yang bagus. Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain juga diyakini memiliki semangat untuk memberantas korupsi di Indonesia.Tim Abraham akan langsung bekerja, nyaris tanpa bulan madu. Mereka bakal dihadapkan pada banyak kasus besar yang menyita perhatian publik. Sebut saja, kasus cek pelawat, kasus wisma atlet Kemenpora, kasus mafia pajak, kasus mafia pertambangan, dan yang utama adalah kasus Bank Century. Saat fit and proper test digelar, Abraham Samad berjanji akan mundur dari KPK jika dalam setahun ia tidak mampu mengungkap kasus- kasus besar tersebut. Kalau sudah begini, Abraham Samad selaku ketua KPK harus pintar-pintar mengelola persoalan.
Kasus-kasus besar tadi memang sangat penting dan harus segera ditangani— sesuai janjinya saat sidang fit and proper test.Namun, ia juga tak bisa melupakan persoalan penting lain yang ada di tubuh KPK. Kita tahu KPK adalah superbody, tapi lembaga ini masih jauh dari sempurna. Memang kinerja KPK sulit diukur pertanggungjawabannya. Selama proses pemilihan pimpinan KPK kemarin, masalah audit kinerja KPK pun mengemuka. Semua kandidat sepakat bahwa KPK perlu diaudit kinerjanya, sesuai Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK.
Audit terhadap KPK selama ini dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, sepertinya BPK hanya efektif melakukan audit keuangan. Terkait dengan kinerja, tentu bukan porsi dan kewenangan BPK. Karena itu, untuk melakukan audit kinerja diperlukan sebuah komite audit tersendiri yang bersifat independen, dapat bekerja secara rutin, dan menjaga agar kinerja KPK dapat tetap terjaga. Komite Audit ini juga diharapkan mampu mendongkrak keterbukaan informasi di tubuh KPK.
Tingkat keterbukaan informasi KPK masih terbilang rendah dibanding lembaga-lembaga lain. Padahal, berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik,setiap lembaga negara harus terbuka dalam laporan keuangan dan perjanjian- perjanjian kerja. KPK kurang memberikan informasiinformasi semacam itu ke hadapan publik secara berkala. KPK bahkan tidak pernah mengumumkan hasil audit BPK tentang KPK di situs resmi KPK.
Koordinasi, Monitoring, dan Supervisi
PR (pekerjaan rumah) lain bagi Tim Abraham adalah pelaksanaan fungsi koordinasi, monitoring, dan supervisi terhadap kepolisian dan kejaksaan yang juga mempunyai wewenang menyelidik dan menyidik kasus korupsi.
Optimalisasi fungsi ini sesuai dengan janji seluruh pimpinan baru KPK yang akan lebih fokus menangani kasus-kasus korupsi skala besar.Pelaksanaan fungsi koordinasi, monitoring, dan supervisi akan memastikan kasus- kasus korupsi yang nilainya lebih kecil tetap akan tertangani—oleh polisi dan jaksa—,namun tetap berada di bawah kontrol KPK. Untuk memaksimalkan fungsi koordinasi, monitoring, dan supervisi, KPK sebaiknya menambah struktur baru. Perlu penambahan tiga deputi baru yang bertanggung jawab pada masalah koordinasi, monitoring, dan supervisi.
Jika fungsi koordinasi, monitoring, dan supervisi itu sudah optimal, kita boleh berharap, pemberantasan korupsi akan semakin efektif. Saat ini saja KPK—secara tidak langsung—sudah bisa mendorong kepolisian dan kejaksaan untuk lebih giat memerangi kasus korupsi. Sejak ada KPK pada 2003, penyidikan kasus korupsi di kejaksaan sudah mencapai 3.000 kasus dan di kepolisian mencapai 800 kasus. Tak heran jika Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia bisa meningkat, dari 2,4 pada 2004 menjadi 3 pada tahun ini.
Bayangkan jika fungsi koordinasi, monitoring, dan supervisi itu sudah benar-benar efektif. Di tingkat penyidik dan penuntut perlu pula dilakukan penambah personel. Saat ini saya melihat tenaga penyidik dan penuntut di KPK masih jauh dari mencukupi. Tugas lain yang semestinya menjadi agenda Tim Abraham adalah benar-benar menjalankan fungsi KPK yang independen. Pemantapan fungsi independen itu harus dimulai dari memastikan agar KPK bisa melakukan rekrutmen pegawai sendiri.
Untuk memantapkan fungsi independensi KPK tersebut, ada baiknya dilakukan perubahan terhadap UU No 30/2002 sehingga KPK menjadi berhak melakukan rekrutmen pegawainya, tanpa harus bergantung pada pasokan sumber daya manusia (SDM) dari pemerintah melalui kejaksaan atau kepolisian. Untuk sementara ini, bisa saja KPK melakukan rekrutmen dari lembaga hukum yang sudah ada. Namun, proses itu harus disertai kejelasan status pegawai yang direkrut. Ketika seorang pegawai direktur menjadi pegawai KPK, ia mutlak bekerja kepada KPK selamanya.
Dengan begitu, loyalitas pegawai tersebut kepada KPK menjadi total. Jika tidak, loyalitas pegawai akan mendua, satu ke KPK dan satu lagi ke lembaga asalnya —tempat nanti ia akan kembali bertugas. Hal lain yang tak kalah penting adalah pimpinan KPK ke depan jangan banyak bicara. Utamakan kinerja. Bukan pada porsinya seorang pimpinan KPK terlalu banyak bicara guna mencari popularitas. Sangat lucu ketika pimpinan KPK semisal mengungkapkan kepada publik seseorang akan menjadi tersangka baru dalam kasus tertentu.
Bukan tidak mungkin orang yang akan dijadikan tersangka telah melarikan diri terlebih dahulu. Saya tegaskan, pemimpin KPK tidak perlu populer. Yang populer cukup tindakannya. Pada akhirnya semua terpulang kepada Abraham Samad dan kawan-kawan di KPK. Kita akan selalu berharap tim Abraham bakal mendulang sukses dan mampu memberantas korupsi di Indonesia hingga ke pusat-pusat kekuasaan.
Sebagaimana sebuah ilustrasi, penyejahteraan dan pemberantasan korupsi harus dimulai dari dua titik yang berbeda. Penyejahteraan harus dimulai dari masyarakat paling bawah, sementara pemberantasan korupsi harus dimulai dari penguasa tertinggi. Itu jangan dibolak-balik seperti sekarang. Selamat bekerja, The Dream Team KPK!
● -
Masa Depan Bernama Indonesia
Masa Depan Bernama IndonesiaDonny Gahral Adian, DOSEN FILSAFAT POLITIK UISumber : KOMPAS, 21 Desember 2011Sejarah tidak pernah beringsut secara linier. Evolusi senantiasa disertai oleh involusi. Ada kemajuan sekaligus kemunduran. Tidak terkecuali Indonesia. Sejak Reformasi 1998, sudah banyak kemajuan yang dicatat republik ini. Demokratisasi menjanjikan kebebasan sipil dan politik yang merupakan barang langka sebelumnya.Ekonomi mencatat pertumbuhan yang cukup konsisten. Pemberantasan korupsi berjalan cukup lumayan. Pendeknya, segenap indikator makro mewartakan kabar gembira.Namun, di balik gempita kemajuan makro, selalu terselip berbagai kisah orang kecil dan kalah. Indikator makro tidak dapat menjelaskan mengapa nelayan di sentra produksi ikan nasional, seperti di Bagansiapi-api, tetap miskin. Indikator kemajuan demokrasi tidak dapat menjelaskan mengapa orang sulit sekali mendirikan tempat ibadah. Diskursus pembangunan senantiasa berfokus pada pencapaian-pencapaian raksasa dan gagal memeriksa nasib mereka yang paling tidak beruntung.Diktum PertumbuhanPertumbuhan, apa pun kata sifat yang disandangnya, mengandaikan sejarah yang berlangsung linier. Masa depan bukan rahasia, melainkan angka, peringkat, atau rating. Masa depan bukan negativitas yang membikin kita berfokus pada ketidakmungkinan. Dia adalah kemungkinan yang dijemput dengan strategi, langkah, atau rencana. Dengan kata lain, diktum pertumbuhan melihat masa depan sebagai realisasi atau misrealisasi dari rencana.Republik pun jadi kumpulan rencana demi memenuhi indikator kinerja kunci. Sejarah adalah buatan rencana kerja Presiden. Sementara rencana kerja Presiden bertumpu pada diktum pertumbuhan. Tengok saja pidato Presiden di DPR setiap tanggal 16 Agustus. Presiden senantiasa menyampaikan apa saja yang sudah dicapai berdasarkan diktum pertumbuhan. Patokan kemajuan yang paling sering disebut pertumbuhan ekonomi. Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi stabil (6,5 persen) di tengah krisis yang melanda Eropa dan Amerika.Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh pasar domestik yang cukup besar dengan kelas menengah yang terus bertambah. Singkat kata, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi. Konsumsi membutuhkan pasokan, dari mana pun datangnya.Sebab itu, Indonesia membuka diri seluas-luasnya bagi modal asing. Modal asing membuka lapangan pekerjaan, yang artinya daya beli. Buat apa menolong nelayan lokal apabila industri pengalengan ikan dapat bernapas melalui impor ikan.Pertumbuhan hanya berfokus pada kenaikan konsumsi serta bagaimana menjaga agar pasokan stabil dan daya beli kuat. Indonesia saat ini sedang harap-harap cemas agar dapat memperoleh peringkat investment grade di 2012. Peringkat itu bakal membuat Indonesia kian kinclong di mata investor asing. Peringkat tersebut menjanjikan peluang besar bagi Indonesia untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan rakyat.Masa depan Indonesia tidak lebih dari kumpulan angka dan peringkat. Namun, angka dan peringkat itu bukan masa depan mereka yang miskin. Nasib orang miskin hanya tergantung pada efek berantai dari naiknya jumlah investasi asing.Angka dan peringkat adalah masa depan bagi mereka yang berkocek tebal sehingga mampu membeli surat berharga. Angka dan peringkat adalah masa depan para pemodal asing yang berniat menanamkan duitnya di republik ini.Masa Depan tanpa Masa DepanSejarah yang dipersepsi sebagai yang bergerak maju memiliki masalah. Kita pun tersedot perhatiannya pada segala sesuatu yang positif dan terukur. Sementara gerak sejarah tak hanya menghasilkan kemajuan positif, tetapi juga jejak-jejak negatif.Sejarah sebagai dialektika positif membuat kita lalai memeriksa negativitas. Negativitas bukan isyarat perbaikan. Dia bukan got mampat dan banjir yang dapat diperbaiki secara struktural. Negativitas adalah lonceng abadi yang menyabot perhatian kita bahwa masa depan adalah ketidakmungkinan bagi sebagian orang.Pertumbuhan senantiasa menyoroti pencapaian positif di masa depan. Sementara negativitas bersembunyi di dalam kekinian yang buram. Dia bersemayam di dalam kisah orang-orang yang berkesusahan.Nelayan Bagansiapi-api adalah negativitas itu. Bayangkan! Setelah 12 jam melaut, nelayan di sana hanya mampu memperoleh ikan senangin sekitar 15 kilogram dengan harga jual Rp 320.000. Dengan penghasilan tersebut, keuntungan yang diperoleh hanya Rp 120.000. Setiap nelayan pun memperoleh Rp 40.000. Uang sebesar itu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tabungan tidak ada dan masa depan pun menjadi deus absconditas bagi para nelayan tersebut.Pertumbuhan senantiasa menyoroti pentingnya pasokan. Saat nelayan Bagansiapi-api dan juga sebagian besar nelayan lainnya gagal memasok industri pengalengan ikan, impor ikan pun dibuka lebar. Semua itu dilakukan demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi.Kita tidak pernah berpikir tentang masa depan nelayan yang hidupnya ”senin-kamis”. Masa depan adalah pidato Presiden di depan DPR yang membeberkan berbagai capaian ekonomi makro. Kita berharap kenaikan produksi tembakau di sentra tembakau seperti di Jawa Timur. Namun, kita tidak peduli nilai tukar petani tembakau yang ditekan para tengkulak. Kenaikan produksi tembakau adalah masa depan tengkulak, bukan petaninya.Saya memang sinis dengan upaya mengukur masa depan. Bulat lonjong republik ini di tahun 2012 tidak dapat diserahkan kepada indikator-indikator makro dalam diktum pertumbuhan. Namun, tidak berarti masa depan sama sekali tanpa ukuran. Bagi saya, masa depan bukan angka dan peringkat. Masa depan diukur berdasarkan perubahan radikal koordinat ketidakmungkinan mereka yang tidak beruntung. Perubahan radikal ini tidak teraba di dalam indikator-indikator makro. Dia hanya teraba di dalam militansi politik yang berpihak kepada mereka yang tidak bermasa depan.Kemajuan republik ini tidak disandarkan pada jumlah modal asing yang masuk atau peringkat utang. Dia diukur berdasarkan sejauh mana nelayan Bagansiapi-api dapat menabung sehingga memiliki masa depan. Sejauh mana jaminan sosial membikin orang miskin penderita penyakit kronis tetap memiliki harapan. Indonesia, singkat kata, adalah masa depan bagi semua, bukan segelintir orang. Indonesia adalah masa depan bagi dia yang tidak bermasa depan. ● -
2012: Tahun Kebangkitan Indonesia
2012: Tahun Kebangkitan IndonesiaSasongko Tedjo, JURNALIS SUARA MERDEKASumber : SUARA MERDEKA, 21 Desember 2011”Dunia saja sudah mengakui keberhasilan kita, mengapa kita masih saling tuding kesalahan, tidak percaya diri, dan tak mendukung pemerintah”.OPTIMISME masih layak diterbarkan memasuki 2012. Walaupun menteri-menteri masih tidur dan kabinet SBY belum banyak membuat gebrakan, ekonomi tetap jalan. Kendati kegaduhan politik sudah memunculkan wacana capres yang terlalu dini dan korupsi merajalela sampai ke mana-mana, pasar Indonesia, dengan 230 juta penduduknya, tetaplah besar. Inilah modal utama kita: domestic market.Di tingkat global, perlambatan gerakan ekonomi sedang berjalan. Eropa masih dipusingkan oleh kemerosotan euro yang nyaris tak tertolong. Negara-negara kaya itu ternyata juga terlilit persoalan utang karena ketidakberimbangan anggarannya. Akibatnya ekonominya pun jatuh dengan pertumbuhan yang sangat minimal, untuk tidak mengatakan zero growth.Karena solusi tak kunjung didapat, Moody’s akan menurunkan peringkat semua negara Eropa terkait dengan utang. Tak dapat dicegah, krisis Eropa merembet ke urusan politik sehingga akan membuat makin runyam dan panjang. Sudah lama negara-negara itu terkena sebuah penyakit baru, yakni ketidaksinkronan antara kebijakan politik dan ekonomi. Maka episentrum krisis global saat ini bergeser dari Amerika Serikat ke Eropa.Di Amerika Serikat, walaupun kondisinya tidak separah Eropa, imbas krisis keuangan 2008 juga belum sepenuhnya pulih. Kepercayaan investor harus dibangun lagi sejak awal, sementara perekonomian domestiknya sudah lama menderita penyakit defisit anggaran yang besar. Lagi-lagi utang yang menjadi beban perekonomian sehingga kalau pun sudah positif pertumbuhannya sangat rendah.Maka harapan satu-satunya adalah Asia. Banyak analis ekonomi yang menyebutkan sekaranglah saatnya kebangkitan Asia. Tahun 2012 bahkan disebutnya sebagai Tahun Asia. Tetapi saya lebih spesifik dan tegas lagi dengan menyebutkan 2012 adalah Tahun Indonesia. Karena justru negara-negara di Asia, terutama Asia Timur, masih tampil dengan performa yang bagus. China tetap memimpin dengan angka pertumbuhan yang tidak pernah kurang dari 8 persen. Jepang memang sedikit melamban karena beban finansial dan interaksinya yang kuat dengan pasar uang internasional, namun yang lain rata-rata tidak bermasalah.Indonesia yang tahun ini diperkirakan bisa tumbuh 6 persen, tahun depan menurut asumsi APBN 2012 pertumbuhan mencapai 6,7 persen. Katakanlah itu terlalu optimistis, Bank Dunia pun merevisinya menjadi 6,2 persen. Tetaplah di atas 6 persen dan itu adalah sebuah ‘’kemewahan’’ di tengah kondisi global yang secara rata-rata masih meriang.Ekonomi Riil
Di mana letak kekuatan ekonomi Asia, khususnya Indonesia? Bukan lagi di pasar saham dan pasar finansial, meskipun itu juga tetap penting dijaga kestabilannya. Perekonomian Indonesia sangat mengandalkan sektor riil yang juga mencapai kemajuan pesat terutama pada kuartal III tahun 2011.Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 6,5 persen (yoy/ year on year) selama tiga kuartal berturut-turut. Begitu juga dengan aliran modal dari luar yang berupa foreign direct investment (FDI) juga mengalir dengan lancar.
Jadi kendati penyerapan anggaran pemerintah seringkali lemah, sektor swasta bergerak lebih cepat. Ekspor pun melaju sehingga cadangan devisa kita sudah mencapai 111,3 miliar dolar AS pada akhir November 2011 padahal pada Januari 2010 baru 69,6 miliar dolar AS. Suatu angka yang boleh dikatakan amat sangat aman dan cadangan devisa merupakan indikator ekonomi yang sangat penting.Kombinasi kekuatan ekspor dan juga pasar domestik yang sangat kuat membuat Indonesia menjadi gadis cantik yang menarik di Asia. Ketika uang sudah sulit dialirkan ke wilayah lain karena tidak menjanjikan keuntungan, Indonesia menjadi pilihan yang sangat diperhitungkan, selain negara-negara ASEAN dan Asia Timur lainnya.Maka inilah momentum yang sangat tepat untuk membenahi berbagai kendala investasi. Misalnya soal infrastruktur, peraturan perpajakan, ketenagakerjaan, dan yang paling klasik adalah pelayanan birokrasi dan perizinan. Justru itulah tugas tim ekuin dalam kabinet sekarang yang harus segera diselesaikan. Jangan terpaku pada upaya menstabilkan makroekonomi saja meskipun itu juga sangat penting. Sektor riil harus digenjot habis-habisan.Di dalam negeri Presiden SBY sering menjadi bulan-bulanan politikus dan bahan olok-olok di obrolan warung kopi. Tetapi itu lebih pada gaya kepemimpinan. Kenyataannya dalam lima tahun terakhir ini kinerja ekonomi dan pengaruh kita di lingkup global makin diakui. Indonesia adalah bagian dari G20 yang sekarang mengendalikan perekonomian dunia.Menjelang akhir tahun ini pun sebuah kado diberikan dari lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings yang sudah memasukkan Indonesia ke dalam investment grade yang kali pertama sejak krismon tahun 1997. ● -
Lampu Kuning Mesuji
Lampu Kuning MesujiBambang Soesatyo, ANGGOTA KOMISI III DPR RI FRAKSI PARTAI GOLKARSumber : SINDO, 21 Desember 2011Tragedi Mesuji otomatis menjadi lampu kuning dan mereduksi klaim tentang progres reformasi Indonesia.
Tragedi itu pun menambah bukti tentang kondisi negara yang sangat lemah karena semua alat kelengkapan negara tak mampu melindungi rakyat di pelosok desa. Akhirnya tragedi Mesuji melengkapi fakta tentang karut-marut penegakan hukum Buram dan kumuh. Itulah yang harus dikatakan tentang penegakan hukum dalam beberapa tahun terakhir ini. Proses hukum skandal Bank Century belum juga mencatat kemajuan berarti meski beberapa bukti baru terus dimunculkan.DPR berketetapan memperpanjang masa tugas tim pengawas proses hukum skandal karena berharap kepemimpinan baru di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih responsif. Ekspektasi publik terhadap proses hukum kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Proyek Hambalang pun tampaknya tidak terwujud. Dakwaan terhadap aktor utama kasus ini, Muhammad Nazaruddin, sempat disederhanakan sedemikian rupa sehingga Nazaruddin seperti dipaksa untuk menelan ludahnya sendiri. Pembiaran-pembiaran itu cenderung menimbulkan preseden.
Oknum-oknum birokrat dan unsur swasta tidak takut untuk melakukan kejahatan berskala besar. Ada keyakinan pada mereka bahwa manakala aksi kejahatannya terungkap, semuanya bisa diatur dan mereka akan lolos dari jerat hukum. Itulah yang terjadi pada kasus cek pelawat di pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia 2004. Mereka yang didakwa sebagai penerima suap sudah divonis, sementara rakyat di negara ini tak pernah diberi tahu siapa yang menjadi pemberi suap dalam kasus ini. Si penyuap bisa lolos hingga saat ini karena segala sesuatunya bisa diatur dengan uang atau dengan tekanan politik.
Apa yang terjadi di Kabupaten Mesuji, Lampung, juga menggambarkan betapa beraninya pelaku kejahatan tersebut. Mereka mengadu domba warga setempat hingga jatuh korban tewas. Para pelaku kejahatan di Mesuji sudah sampai pada prinsip menghalalkan segara cara,termasuk mengorbankan nyawa manusia, demi sebuah bisnis.Anehnya,penderitaan warga Mesuji akibat kesemena- menaan dan ketidakpedulian negara baru terungkap pertengahan Desember 2011. Padahal, rangkaian tindak semena-mena itu sudah berlangsung sejak April 2011.
Serba Janggal
Tindakan semena-mena terhadap warga Mesuji tampak begitu nyata ketika alatalat kelengkapan negara ikut-ikutan, bahkan proaktif, menyiapkan Pamswakarsa yang diinisiasi swasta. Ketika alatalat negara setempat membiarkan atau merestui kekuatan modal swasta membentuk Pamswakarsa untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan, sama artinya negara memberi ruang bagi kekuatan modal swasta untuk mengadu domba rakyat atau warga setempat.
Pamswakarsa biasanya juga warga setempat. Persoalan berikutnya adalah mengapa tragedi Mesuji tidak menimbulkan heboh beberapa saat setelah kejadian? Menjadi heboh setelah korban dan keluarga korban bersusahpayah mencari akses di Jakarta untuk mengadukan nasib mereka. Hanya ada tiga kemungkinan. Pertama, skala kasusnya memang tidak sedramatis yang dilaporkan kepada Komisi III DPR RI. Kedua, upaya menyederhanakan kasus.
Ketiga, upaya menutup-nutupi tragedi ini. Kalau benar terjadi tragedi kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat di Mesuji pada pekan kedua November 2011, dan baru menjadi heboh di Jakarta pada pertengahan Desember 2011, itu adalah rentang waktu yang sangat panjang untuk mengungkap sebuah tragedi kemanusiaan. Bandingkan dengan keadaan di Papua. Dalam hitungan menit, aparat yang tertembak oleh penyerang tak dikenal segera menjadi berita berskala nasional.
Maka, dalam kasus Mesuji, patut diduga ada pihak yang berusaha menutup-nutupi kasus ini. Warga setempat bahkan sempat diselimuti rasa takut untuk melapor karena mendapat ancaman. Karena itu, untuk mendalami latar belakang kasus ini, Menko Polhukam mestinya mempertanyakan kejanggalan ini. Setidaknya, kalau betul terjadi tragedi pelanggaran HAM berat di Mesuji, mengapa Jakarta (Pemerintah Pusat) harus dibuat terkejut satu bulan kemudian? Tidakkah berarti ada standard operating procedure (SOP) yang dilanggar pihak berwenang di daerah kejadian?
Semua kejanggalan dalam menangani kasus ini sudah menodai progres reformasi. Kitasudah kehilangan hak untuk membuat klaim tentang kemajuan reformasi. Kasus ini mendapatkan porsi pemberitaan yang sangat luas, termasuk oleh media asing. Dengan terjadinya pelanggaran HAM berat di Mesuji, praktis tidak ada argumen yang layak untuk bisa meyakinkan siapa pun bahwa alat-alat negara sudah reformis. Semua elemen masyarakat sangat prihatin dengan apa yang terjadi di Mesuji.
Harihari belakangan ini terjadi adu argumentasi tentang benar-tidaknya pembantaian, tentang jumlah korban, dan tentang siapa pelakunya. Dalam konteks penegakan hukum, adu argumentasi tentang hal-hal tersebut memang perlu. Namun, dalam konteks yang lebih luas, adu argumentasi itu tidak penting lagi. Dalam konteks citra negara dan bangsa, adu argumentasi tidak menyelesaikan persoalan. Negara sudah dalam posisi harus mengakui ada tragedi itu. Tidak mungkin warga Mesuji jauh-jauh datang dan melapor ke DPR hanya untuk berbohong.
Penyelenggara pemerintahan di negara justru harus bertanya dan introspeksi, karena model tragedi seperti itu masih terjadi di era reformasi sekarang. Kalau ada korban tewas, terluka, dan trauma berkepanjangan akibat pelanggaran HAM berat, pemerintah justru harus bertanya pada dirinya sendiri; mengapa alat negara tidak bisa melindungi rakyat di lokasi kejadian?
Kalau tidak bisa melindungi rakyatnya sendiri, berarti pemerintah dapat dinilai gagal dan lemah. Ini sekaligus juga menjadi lampu kuning bagi kepala negara.
● -
Rivalitas AS-China dan Posisi Kita
Perkembangan di kawasan Asia Timur belakangan ini kian menarik dan penting dicermati. Kekhawatiran mengenai kemungkinan lahirnya rivalitas strategis antara Amerika Serikat dan China di abad ke-21 ini tampaknya semakin mendekati kenyataan.
Hal itu, antara lain, terlihat jelas dari implikasi transformasi strategis global dan regional—akibat kebangkitan China—terhadap dinamika hubungan kedua negara besar itu.Rivalitas Strategis
Pada awalnya, AS menyambut baik kebangkitan China sebagai faktor yang dapat memberi kontribusi positif bagi kemakmuran dan stabilitas di kawasan Asia Timur. Kemajuan ekonomi China jelas membuka peluang baru dan melahirkan keuntungan bagi semua pihak, termasuk AS. Kebijakan China yang membangun hubungan baik dan kooperatif dengan AS dan negara-negara lain di Asia Timur, terutama melalui ”diplomasi simpatik” (charm diplomacy), menjadi faktor yang menenteramkan banyak pihak.
Namun, belakangan ini Washington mulai gerah. Sumber kegerahan AS terutama terpusat pada implikasi modernisasi militer dan meningkatnya pengaruh ekonomi-politik China terhadap perimbangan kekuatan di Asia-Pasifik. Kebijakan China yang semakin asertif, khususnya dalam hal klaim-klaim teritorial dan sikapnya yang agresif terhadap negara-negara yang memiliki sengketa wilayah dengannya, dilihat AS dan sekutunya sebagai indikasi dari meningkatnya ”ancaman China”.
Dari pihak China, persepsi mengenai merosotnya pamor dan pengaruh AS sebagai negara adidaya di tataran global sedikit banyak ikut mendorong Beijing unjuk gigi. Meningkatnya rasa percaya diri di kalangan elite dan publik di China sebagai konsekuensi kemajuan ekonomi di negeri itu telah mendorong munculnya nasionalisme yang kerap memaksa Pemerintah China menunjukkan penampilan internasional yang lebih ”garang”.
Hanya saja, China tampaknya lupa bahwa banyak negara Asia Timur, khususnya sekutu-sekutu AS, belum sepenuhnya nyaman dan percaya terhadap China. Sikap keras China terhadap Vietnam dan Filipina dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan serta terhadap Jepang dalam sengketa atas Senkaku membuat negara-negara di kawasan mulai meragukan ”kebangitan damai” yang kerap disuarakan oleh Beijing.
Kekhawatiran terhadap dominasi China ini akhirnya mendorong AS kembali memperkokoh kehadirannya di Asia-Pasifik. Keputusan Presiden Barack Obama menempatkan 2.500 marinir di Darwin, Australia, dan dua kapal tempur di Singapura merupakan langkah simbolik. Dalam konteks demikian, langkah AS itu jelas ditujukan kepada China.
Langkah AS tersebut menimbulkan reaksi serupa dari China. Awal minggu lalu, misalnya, China mengumumkan segera melakukan latihan militer di kawasan Pasifik Barat. China juga berencana mengirimkan kapal-kapal patroli ke Sungai Mekong untuk menjaga jalur tersebut bagi kepentingan perdagangannya. Bahkan, jauh sebelumnya, China telah memodernisasi militernya dengan memperbesar kemampuan proyeksi kekuatan (power projection), termasuk membangun kapal induk dan pengembangan kemampuan antiakses/penyangkalan wilayah melalui rudal-rudal jarak jauh Dong Feng 21-D.
Implikasi dan Posisi Kita
Implikasi rivalitas AS-China akan terasa di kawasan Asia Tenggara, yang kembali menjadi arena pertarungan pengaruh di antara kedua negara besar itu. Negara-negara ASEAN dapat terpecah ke dalam kubu yang memihak AS atau China. Apabila hal ini terjadi, ASEAN akan kembali terpolarisasi, yang akan berakibat pada marjinalisasi peran ASEAN sebagai salah satu pilar arsitektur keamanan Asia Timur.
Menghadapi skenario demikian, Indonesia akan dihadapkan pada tantangan sulit. Jelas Indonesia tak akan dan tak boleh tunduk kepada Pax-Americana ataupun Pax-Sinica. Kita tak ingin melihat kawasan Asia Tenggara kembali jadi ajang persaingan negara-negara besar. Kita tetap ingin melihat dan menjaga Asia Tenggara sebagai kawasan damai dan otonom, di mana masalah-masalah di kawasan ini harus diselesaikan oleh negara-negara di kawasan sendiri.
Oleh karena itu, Indonesia harus berupaya menciptakan ”ruang ketiga”, yang menegaskan—baik kepada AS maupun China—bahwa kita tak akan terjebak ke dalam rivalitas di antara kedua negara besar itu.
Namun, pilihan strategi kita terbatas. Pertama, Indonesia perlu terus mengingatkan negara-negara anggota ASEAN lainnya tentang pentingnya ASEAN bersatu untuk memoderasi—kalaupun bukan mencegah—rivalitas AS-China itu. Untuk itu, ada baiknya Indonesia mendorong ASEAN untuk menyusun Zone of Prosperity, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN) II sebagai platform baru untuk mencegah ASEAN terpecah belah akibat persaingan AS dan China.
Kedua, Indonesia patut menghidupkan kembali semangat non-aligned di kawasan Asia Pasifik. Dalam hal ini, India, yang juga tidak akan tunduk pada dominasi AS ataupun China, merupakan mitra strategis. Koordinasi kebijakan antara Indonesia dan India dapat menciptakan ”ruang ketiga” sebagai alternatif dari pilihan mendukung Pax-Americana atau Pax-Sinica. ●
Rivalitas AS-China dan Posisi Kita
Rizal Sukma, DIREKTUR EKSEKUTIF CSIS
Sumber : KOMPAS, 21 Desember 2011 -
Mempertahankan Peringkat Hutang
Mempertahankan Peringkat HutangMirza Adityaswara, EKONOM ISEISumber : KOMPAS, 21 Desember 2011Berita 15 Desember bahwa lembaga pemeringkat kredit Fitch Ratings telah menaikkan peringkat kredit Surat Utang Republik Indonesia dari BB+ ke BBB- disambut positif pemerintah dan dunia swasta.Fitch adalah satu dari tiga lembaga pemeringkat yang biasa dijadikan referensi investor. Dua lainnya adalah Standard & Poor’s (S&P) dan Moody’s. Dalam dunia investasi, peringkat BBB- sudah dikategorikan peringkat investment grade (layak investasi). Diperkirakan S&P dan Moody’s juga akan meningkatkan peringkat Indonesia menjadi investment grade dalam 12 bulan ke depan.Debitor dengan peringkat BBB didefinisikan sebagai ”good credit quality”. Peringkat layak investasi tertinggi adalah AAA (triple A) atau didefinisikan sebagai ”highest credit quality”. Masih ada sembilan peringkat lagi di atas BBB- sebelum mencapai AAA.Perjuangan panjang, yaitu 14 tahun, bagi Indonesia untuk kembali meraih investment grade. Indonesia meraih peringkat layak investasi BBB- sebelum 1998. Bahkan S&P pada tahun 1995 memberikan peringkat kredit satu jenjang lebih tinggi, yaitu BBB (tanpa tanda minus). Krisis ekonomi parah 1998-1999 membuat peringkat ini jatuh terpuruk. S&P mengategorikan Indonesia menjadi ”selective default” pada Maret 1999, kemudian dinaikkan ke CCC+ pada April 1999. Perjalanan sulit bagi Indonesia karena ada tujuh peringkat di atas CCC+ sebelum mencapai BBB-.Kemampuan membayar utang tergantung situasi politik, kondisi ekonomi, dan anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah yang sehat akan punya cukup dana untuk membayar utang. Peringkat kredit Indonesia mulai membaik secara bertahap dua jenjang menjadi B pada periode 2002-2003, yaitu setelah situasi keamanan dan politik mulai membaik dan proses rekapitalisasi perbankan selesai dilaksanakan. Setelah kurs rupiah menjadi lebih stabil dan suku bunga mulai turun serta bank mulai memberikan kredit, pada akhir 2003-2004 peringkat membaik lagi menjadi B+.Kemudian Januari 2005-Desember 2011, dalam enam tahun peringkat membaik empat titik hingga kini menjadi BBB-. Pengelolaan ekonomi makro yang berhati hati, terutama menjaga rasio defisit APBN di bawah 2 persen PDB, menekan rasio utang pemerintah di bawah 30 persen PDB, menjaga surplus neraca ekspor impor barang dan jasa, serta memelihara perbankan yang sehat menjadi kunci utama perbaikan terus-menerus di peringkat kredit Indonesia.Rasio utang pemerintah terus membaik bertahap dari 100 persen PDB saat harus merekapitalisasi perbankan pada 1999-2000 menjadi 25 persen PDB pada 2011. Rasio makro ini harus bisa kita pertahankan jika kita ingin peringkat terus membaik ke arah A.Bandingkan dengan Italia, negara ketiga terbesar di Eropa yang peringkat kreditnya A tetapi rasio utang pemerintah 120 persen PDB sehingga peringkat kredit turun dan imbal hasil surat utang pemerintah memburuk signifikan dari 3 persen ke 7 persen dalam setahun terakhir. Negara Eropa yang lebih kecil, seperti Yunani, Irlandia, dan Portugal, juga dilanda krisis ekonomi karena rasio utang pemerintah di atas 100 persen PDB.Kredibilitas PeringkatApa pentingnya peringkat kredit yang dibuat oleh lembaga pemeringkat internasional? Kredibilitas lembaga pemeringkat kredit dipertanyakan setelah mereka gagal memprediksi krisis kredit sektor perumahan (sub-prime mortgage) di pasar keuangan AS 2007-2008, yang kemudian menjadi krisis keuangan global 2008- 2009. Lembaga pemeringkat kredit juga gagal memprediksi kebangkrutan perusahaan energi Enron di AS, 2001.Obyektivitas lembaga ini juga dikritik karena mereka dibayar emiten bersangkutan. Maka, peringkat dihasilkan lembaga ini disebut ”lagging indicator” bukan ”leading indicator”, yaitu indikator yang terlambat, bukan indikator yang antisipatif. Pergerakan harga saham dan harga obligasi lebih dipercaya sebagai ”leading indicator”.Bagi investor jangka pendek, peringkat Indonesia sebenarnya sudah dianggap masuk kategori investment grade, mungkin sejak setahun lalu karena sejak 2010 imbal hasil surat utang negara (SUN) sudah di bawah 7 persen (saat ini SUN 10 tahun hanya 6,1 persen). Bahkan, investor pasar saham sudah melihat potensi perbaikan ekonomi dan kenaikan laba perusahaan Indonesia sejak 2005.Meski peringkat investment grade terlambat diberikan, peringkat ini sangat bermanfaat bagi Indonesia. Masih banyak investor portofolio, terutama investor jangka panjang seperti dana pensiun dan asuransi di AS serta Eropa yang aturan internalnya tak membolehkan investasi di negara yang belum masuk investment grade. Bahkan, banyak yang mensyaratkan paling tidak dua lembaga memberikan kategori investment grade.Artinya, belum cukup dengan hanya peringkat dari Fitch, investor menunggu S&P atau Moody’s memberikan investment grade sebelum mereka masuk membeli instrumen keuangan di Indonesia. Artinya, pendanaan jangka panjang dari luar negeri bagi pemerintah, perbankan, dan swasta Indonesia akan menjadi lebih tersedia pada 2012-2013.Bagaimana kita memanfaatkan ketersediaan pendanaan ini? Yang pertama, proyeknya harus ada. Kedua, proyek tersebut dapat dilaksanakan tanpa hambatan birokrasi, tenaga kerja, ketersediaan lahan, dan infrastruktur pendukung. Peraturan yang mengada-ada cenderung hanya mengundang korupsi. Pada masa desentralisasi, pengusaha yang beroperasi di luar Jakarta harus mengurus perizinan ke berbagai pemda. Investor jalan kereta api mungkin perlu izin dari 12 pemerintah kabupaten. Yang terpenting, pengadaan infrastruktur di wilayah timur seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara sebab di sanalah kantong-kantong kemiskinan belum tersentuh pembangunan. Semoga disahkannya UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum minggu lalu dapat mempercepat eksekusi proyek infrastruktur kita. ● -
Mahasiswa: Gerakan dan Harapan
Mahasiswa: Gerakan dan HarapanHerlianto, MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM MALANG;KETUA KOORDINATOR KAJIAN BUDAYA ”NGANTIWANI” KOTA MALANGSumber : KOMPAS, 21 Desember 2011Potret mahasiswa saat ini seperti menarik ulur emosi masyarakat. Masyarakat sempat dibuat geram oleh konflik antarmahasiswa di Universitas Negeri Gorontalo serta bentrokan mahasiswa dengan pihak kampus di Universitas Hasanuddin, Makassar, yang berujung perusakan fasilitas kampus. Pekan lalu, masyarakat dibuat pilu oleh aksi bakar diri Sondang Hutagalung, mahasiswa hukum Universitas Bung Karno.Sondang membakar diri di depan Istana Negara. Aksi ekstrem yang berakhir dengan kematian itu adalah bagian dari usahanya membela hak rakyat yang dirampas oleh negara.Beberapa polisi berkukuh bahwa itu adalah aksi akibat ketidakwarasan Sondang. Namun, hal ini dibantah keluarga dan teman-temannya dalam Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenisme untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi). Sondang, anak sopir taksi, adalah orang yang sehat lahir dan batin. Ia idealis dan gencar membela hak rakyat dengan aksi kreatif.Cipta Lesmana, pakar komunikasi politik, menyebut ini sebagai komunikasi politik karena berlangsung di depan Istana Negara. Artinya, apa yang dilakukan Sondang adalah salah satu upaya membuka mata, telinga, dan hati penguasa negeri ini agar serius menangani serta menuntaskan persoalan hak asasi manusia yang belum ada realisasinya.Dari segi gerakan muncul pertanyaan, mengapa kali ini Sondang memilih aksi seorang diri yang sangat ekstrem. David Émile Durkheim, salah satu pencetus sosiologi modern, menjelaskan bahwa bunuh diri dan gerakan kebrutalan terjadi akibat perubahan masyarakat yang cepat.Semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma. Apalagi, peningkatan sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial telah meruntuhkan norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Itulah yang memunculkan segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.Artinya, aksi nekat itu terjadi karena ada kekosongan gerakan mahasiswa, sementara aksi yang ada belum menggerakkan penguasa. Maka, dia pun tampil dengan cara yang berbeda agar ditanggapi. Ironisnya, pengorbanan nyawa ini hanya ditanggapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui juru bicaranya.Teladan GerakanSpesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial berakibat pada memudarnya solidaritas organik serta kolektivitas. Nilai-nilai itu tereduksi oleh individualitas dalam cara yang berbeda dengan kesadaran kolektif, bahkan sering berbenturan. Inilah pemicu parsialisasi gerakan mahasiswa.Bukan hal baru bahwa bentrokan antarmahasiswa pada ajang demonstrasi terjadi karena perbedaan identitas latar belakang organisasi. Yang satu mengklaim basis gerakannya yang paling benar, yang lain pun demikian. Muncullah sikap saling mencurigai yang berujung pada anarkisme. Wacana pluralisme dan multikulturalisme belum cukup untuk menjalin toleransi antarorganisasi mahasiswa. Masih dibutuhkan waktu untuk melahirkan gerakan kolektif antargerakan yang tidak memedulikan latar belakang organisasi dan nilai-nilai nasionalisme.Maka, teladan yang bisa kita ambil dari Sondang adalah mengakhiri aksi seorang diri dan merapatkan barisan untuk menyongsong masa depan bangsa. Sejatinya, aksi itu bukan hanya tamparan terhadap pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan HAM, melainkan juga tamparan moral bagi mahasiswa untuk segera bangkit dan bergegas menegakkan perannya sebagai agen perubahan dan kontrol (agent of change dan agent of control) yang selama ini dirobohkan sendiri oleh mahasiswa.Mahasiswa yang terjebak pada politik praktis di kampus harus segera mengevaluasi diri dan keluar dari situ. Mereka yang terlelap dalam menara gading ilmu harus bangun dan membantu mereka yang termarjinalkan.Poin penting lain dari Sondang adalah makna pengorbanan bagi kepentingan publik dan tidak pernah lelah berjuang demi suatu keadilan. Mahasiswa yang haus kebenaran seharusnya tidak tertarik dan tidak memiliki kepentingan terhadap popularitas, uang, serta kekuasaan.Seperti kata sosiolog Pierre Bourdieu, mahasiswa perlu menciptakan habitus baru, yaitu intelektual kolektif. Habitus ini untuk menjaga dan membela otonominya dari keterlibatan pada praktik politik praktis yang mencederai keadilan serta dapat mengarahkan gerakan mahasiswa pada gerakan kritis terhadap kebijakan yang meminggirkan kaum minoritas.Harapan Masa DepanApa pun alasannya, tumpuan masa depan tetap pada generasi muda, termasuk mahasiswa. Memang mahasiswa menjadi komunitas yang berbeda karena mereka berada di jenjang pendidikan lebih tinggi dari rata-rata masyarakat. Akan tetapi, mahasiswa tetap harus berani berkorban karena makin sulit mencari kaum tua yang peduli negeri ini.Adalah melelahkan memilah kaum tua yang benar-benar berdedikasi untuk bangsa di tengah kebiasaan melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, mahasiswa menjadi harapan akan masa depan baru yang lebih bersih dan berani berkata tidak pada praktik kotor bangsa ini.Maka, jika negeri ini diskenariokan menuju negara penguasa ekonomi dan negara adikuasa 2025 dan 2045 (Kompas, 25/11 dan 11/11) tumpuan utamanya adalah mahasiswa. Artinya, mahasiswa harus segera mengakhiri kevakuman gerakan, parsialisasi gerakan, apatisme, apalagi hedonisme. Kalau perlu, bersama mendefinisikan ulang makna gerakan yang sebenarnya.Gaya HidupGaya hidup juga menjadi penyebab tumpulnya gerakan mahasiswa. Kehidupan mahasiswa yang dikelilingi budaya konsumtif dan perkembangan teknologi bisa mengurangi perhatian mereka pada rakyat yang dilanggar hak-haknya. Waktu luang mahasiswa tersedot untuk bersolek (dandyism) dan konsumsi.Mahasiswa terjebak pada dramaturgi pameran seperti dikatakan David Chaney dalam bukunya, Lifestyle (1996). Mereka seakan-akan bertindak di atas panggung teatrikal yang kemudian diritualkan. Apa pun kondisinya, lingkungan seakan menuntut mereka untuk selalu tampil modis dan menarik. Mahasiswa menjadi salah satu penikmat produk-produk kapitalis meskipun sebenarnya mereka tak jarang mengkritik kapitalisme.Maka, sudah saatnya mahasiswa menjadikan momen Sondang Hutagalung ini sebagai ajang refleksi dan, kalau perlu, merekonstruksi visi dan misi gerakan secara nasional dengan mendasarkan pada nilai-nilai kolektivitas serta dedikasi. Mahasiswa perlu membuang jauh gaya hidup yang cenderung individual dan bermuara pada kesenangan sementara: hedonisme, dandyism, apatisme, dramaturgisme, dan sejenisnya.Mahasiswa perlu segera beranjak untuk mengendalikan kapal bangsa yang tengah oleng terombang-ambing badai moral. ●