Category: Uncategorized
-
Mendukung Pemiskinan Koruptor
Mendukung Pemiskinan KoruptorMu’amar Wicaksono, MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN,FAKULTAS HUKUM, BANDUNGSUMBER : SUARA KARYA, 15 Maret 2012Permasalahan korupsi di Indonesia merupakan masalah yang tidak ada habisnya. Yang paling hangat ialah kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Dhana Widyatmika beserta istrinya, Dian Anggraeni.Mereka diduga memiliki rekening tidak wajar jika dibandingkan dengan profil keduanya sebagai pegawai pajak. Padahal, masih teringat jelas dalam ingatan kasus korupsi Gayus Tambunan yang juga seorang pegawai pajak. Ia diduga terlibat kasus aliran dana Bank Century yang belum menemui titik temu hingga kini.Mengapa hal ini terus terjadi? Apakah kasus-kasus tersebut hanya sebagian kecil dari maraknya kasus korupsi di Indonesia?Pada hakikatnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama bagi jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Korupsi bahkan bisa dibilang sudah mendarah daging dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Hal ini sangat tragis di mana aksi pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Orde Lama, namun hingga kini terus berulang dan belum dapat terselesaikan dengan tuntas.Penegakan Hukum LemahLemahnya penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi salah satunya karena masih banyak penegak hukum yang mudah ditunggangi. Penegakan hukum terhadap perilaku koruptif di Indonesia belum mampu membasmi habis para koruptor yang menggerogoti harta negara. Bahkan, beberapa kasus belakangan ada beberapa penegak hukum yang ikut terlibat. Suatu hal yang sangat ironis, apabila penegak hukum ikut melakukan tindakan tersebut, lantas siapa yang mesti kita percayai dan yang bertugas untuk memberantasnya.Bahkan, di saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) begitu gencar memberikan sanksi hukum terhadap para pelaku korupsi, di sisi lain pemerintah malah melempar wacana untuk memberikan remisi kepada mereka (para koruptor). Walaupun, pada akhirnya, gugatan mengenai keputusan pengetatan remisi kepada terpidana korupsi yang diajukan oleh mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra yang ditujukan kepada Menkumham Amir Syamsuddin serta Wakil Menkumham Denny Indrayana ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dimenangkan majelis hakim, Rabu (7/3/2012).Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa masih ada kepedulian terhadap persoalan korupsi di Indonesia.Hal lain yang menarik ialah seringnya kita dengar pemberitaan di media massa bahwa para pencuri kelas teri dengan mudahnya tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Namun, bagaimana dengan para pencuri kelas kakap ini, yang jelas-jelas merugikan bangsa dan negara? Yang menjadi kendala besar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia adalah terlalu banyaknya orang yang akan terancam pidana jika undang-undang pemberantasan korupsi dijalankan secara sungguh-sungguh. Di antara mereka dapat dipastikan akan terjadi saling tuding-menuding siapa yang menyidik siapa.Jalan KeluarSebagai salah satu langkah untuk membuat jera para koruptor dan calon koruptor, wacana mengenai pemiskinan koruptor harus didukung. Para koruptor harus dimiskinkan dalam arti semua kekayaan yang mereka miliki dari hasil korupsi adalah hak negara sehingga negara wajib menyita semua kekayaan mereka. Sebagai seorang warga negara yang baik, sudah seharusnyalah kita mendukung wacana tersebut, malah apabila kita tidak mendukung berarti kita tidak peduli pada program pemberantasan korupsi.Banyak didapati bahwa pelaku korupsi yang sudah dihukum masih bergelimang harta. Hal ini dikarenakan harta hasul korupsi tersebut tidak dilakukan penyitaan dan perampasan. Oleh, karenanya, perlu adanya niat dan ketegasan dari pemerintah dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia.Jangan sampai hal ini hanya menjadi sebuah wacana belaka tanpa ada aksi nyata, padahal tujuan utama dalam memiskinkan koruptor adalah untuk menimbulkan efek jera agar tindakan ini tidak diulangi lagi.Jangan pula ada anggapan bahwa pemiskinan ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait dengan nasib dari keluarga koruptor tersebut bila sang koruptor dimiskinkan. Pemikiran ini adalah sesuatu yang dibesar-besarkan. Tidakkah mereka berpikir bahwa tindakan korupsi yang dilakukan oleh seorang koruptor tidak hanya memiskinkan satu keluarga saja, bahkan dapat memiskinkan seluruh rakyat Indonesia?Pemiskinan koruptor ini, setidaknya lebih baik dibandingkan dengan apa yang dilakukan di China. Di negeri Tirai Bambu ini, siapa saja yang kedapatan melakukan korupsi maka nyawa yang akan menjadi taruhan. Akibatnya, korupsi di China dapat diminimalisasi. Kita dapat melihat kemajuan China sebagaimana yang kita lihat sekarang ini hanya bermodalkan pemberantasan korupsi.Akhirnya, dengan adanya wacana pemiskinan koruptor maka persoalan korupsi di Indonesia diharapkan bisa segera diatasi dengan baik. Ini demi terciptanya keadilan sosial serta kemakmuran bagi masyarakat Indonesia, bukan hanya tergantung pada segelintir orang namun seluruhnya. ● -
Mendesain Ulang Subsidi
Mendesain Ulang SubsidiAgus Suman, GURU BESAR ILMU EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYASUMBER : JAWA POS, 15 Maret 2012MULAI 1 April 2012 pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Sesuai dengan RAPBNP 2012, pemerintah menaikkan harga premium dan solar masing-masing Rp 1.500, menjadi Rp 6.000 per liter.Kenaikan harga BBM bersubsidi terpaksa dilakukan pemerintah karena semakin defisitnya anggaran 2012 yang mencapai Rp 124 triliun, sebagai akibat semakin tingginya harga minyak dunia yang mencapai USD 124 per barel (padahal asumsi APBN 2012 hanya USD 90 per barel) . Juga, rendahnya produksi minyak dalam negeri yang hanya mencapai 905 ribu barel per hari (dari target 950 ribu).
Langkah penyelamatan itu diprediksi hanya menyelamatkan APBN sementara waktu. Karena, masalah subsidi BBM tidak diselesaikan hingga ke akar-akarnya. Pangkal masalahnya terletak pada ketidakseimbangan demand (permintaan) dan supply(penawaran). Saat aspek demand (meningkatnya konsumsi BBM) tidak diimbangi dengan aspek supply (produksi BBM dalam negeri), terjadilah guncangan dalam ekonomi nasional.
Hal inilah yang memaksa pemerintah menalanginya dengan pemberian subsidi BBM setiap tahun. Data menunjukkan dalam empat tahun terakhir terjadi peningkatan drastis nilai subsidi BBM. Pada 2009 “baru” Rp 45,039 triliun, naik ke Rp 82,351 triliun (2010), melonjak ke Rp 129,723 triliun (2011), dan tahun ini Rp 137,379 triliun.
Ada beberapa argumen untuk menjelaskan penyebab membengkaknya subsidi BBM per tahun. Pertama, pola subsidi BBM. Selama ini pola subsidi nasional masih menganut sistem total. Artinya, tanpa pandang bulu siapa saja, sektor usaha apa pun dan di mana pun tempatnya bisa menikmati BBM bersubsidi. Konsekuensinya bisa tidak tepat sasaran, sehingga rawan pemborosan dalam pemakaian. Juga muncul penyelewengan berupa penimbunan dan penyelundupan BBM ke luar negeri.
Data survei terbaru pemerintah menunjukkan, 70 persen nilai subsidi dinikmati kalangan menengah atas, sedangkan 30 persen dinikmati rakyat miskin. Di sektor industri, kecenderungan tingkat pertumbuhan penggunaan BBM jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan output yang dihasilkan sektor tersebut. Kesimpulannya, sektor industri cenderung tidak efisien dalam penggunaan BBM.
Kedua, lemahnya pengembangan kebijakan energi terbarukan. Pemerintah sudah punya blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Targetnya 2025 konsumsi BBM turun menjadi 26,2 persen. Yang lain, 73,9 persen harus berasal dari energi alternatif. Perinciannya, gas bumi 30,6 persen, batu bara 32,7 persen, PLTA 2,4 persen, panas bumi 3,8 persen, dan biofuel, tenaga surya, serta tenaga angin 4,4 persen.
Namun, implementasinya masih jauh di langit. Data 2010 menunjukkan konsumsi BBM 48,4 persen, gas bumi 28,6 persen, batu bara 18,8 persen, gas alam 2,7 persen, energi hidro 2,7 persen, dan panas bumi 1,6 persen (Kementerian ESDM, 2010). Tingginya persentase pemakaian BBM tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia sangat bergantung pada BBM sebagai sumber energi utama. Perlu kerja keras untuk mewujudkan perubahan komposisi menuju komposisi 2025 itu.
Ketiga, lemahnya kebijakan transportasi masal (mass transportation). Sesungguhnya pemerintah tidak perlu takut menaikkan harga BBM bila transportasi masal terbangun dengan baik. Transportasi masal tetap buruk, sehingga masyarakat lebih suka memakai kendaraan pribadi. Inilah tantangan kita bersama untuk menciptakan transportasi masal yang aman, murah, dan nyaman bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Harus dimulai dengan skala besar, sekarang.
Subsidi Insentif Produktivitas
Momen kenaikan harga BBM seharusnya menjadi momentum terbaik bagi pemerintah untuk mendesain ulang kebijakan subsidi. Ada dua pilihan yang bisa ditempuh. Pertama,menghapus subsidi energi, khususnya BBM. Beberapa negara yang berhasil melakukannya adalah Brazil, Argentina, dan Chile. Kemudian, mereka beralih mengembangkan energi terbarukan yang berdampak majunya sektor industri. Namun, rupanya, hal ini sulit dilakukan di Indonesia. Lemahnya berbagai aspek infrastruktur (SDM, kelembagaan, energi, dan lain-lain) berpotensi menimbulkan gejolak sosial.
Kedua, pemberian subsidi BBM terhadap sektor-sektor tertentu yang strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak. Mungkin ini pilihan paling rasional. Ada beberapa skema subsidi yang bisa ditawarkan dalam formula ini. Pertama, pemberian subsidi berdasar skala prioritas. Kita bisa meniru Malaysia. Pemerintah harus menentukan sektor mana yang bisa dan tidak bisa bebas lagi menggunakan BBM bersubsidi.
Sektor apa saja prioritas itu? Pertama, sektor angkutan barang, kendaraan umum, transportasi air, usaha kecil menengah dan nelayan/perikanan. Hasil simulasi Reforminer Institute menunjukkan pemberian subsidi BBM terhadap sektor di atas dapat meminimalkan potensi inflasi yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM terhadap masyarakat.
Prioritas kedua, pemberian subsidi kepada petani. Pemberian tersebut sangat penting karena sekitar 60 persen penduduk Indonesia bermukim di pedesaan dan 90 persen bekerja di sektor pertanian. Dengan demikian, mereka sangat rawan jatuh miskin akibat guncangan kenaikan harga BBM. Apalagi, laporan ADB (Asian Development Bank) menunjukkan masyarakat pedesaan di Indonesia berada di urutan ketiga Asia paling rentan jatuh miskin karena kenaikan harga pangan akibat inflasi BBM.
Prioritas ketiga, pemberian subsidi secara selektif. Kita bisa meniru Tiongkok yang menganut pola subsidi selektif. Artinya, ada atau tidaknya akses konsumsi BBM bersubsidi bagi jenis industri tertentu bergantung pada seberapa jauh industri tersebut memenuhi target yang telah ditetapkan pemerintah. Subsidi menjadi insentif produktivitas.
Selain mendesain ulang bentuk kebijakan subsidi BBM, yang tak kalah penting pemerintah hendaknya juga gencar mengembangkan energi alternatif terbarukan. Bila dua hal ini bisa dilakukan secara berkesinambungan, kita bisa berharap bahwa impian mewujudkan negara swasembada energi 2025 adalah sebuah keniscayaan, tanpa harus mengabaikan persoalan kesejahteraan. ●
-
BBM dan Penderitaan Rakyat
BBM dan Penderitaan RakyatAhmad Ubaidillah, MAHASISWA PROGRAM MAGISTER STUDI ISLAM UII YOGYAKARTASUMBER : REPUBLIKA, 14 Maret 2012Ketegangan antara Iran dan AS serta negara negara Eropa memantik kenaikan harga minyak di pasar interna sional. Harga minyak mentah Brentdi London telah mencapai hingga US$ 122,9 per barel. Tak pelak, pada 1 April 2012, pemerintah memastikan penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).Di satu sisi, mungkin kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa menjadi solusi atas penghematan anggaran hingga Rp 26 triliun. Namun, di sisi lain kenaikan harga minyak ini akan menyebabkan kesengsaraan rakyat.
Kehidupan ekonomi masyarakat akan memburuk.Tarif angkutan barang, misalnya, diperkirakan akan naik sekitar 30 persen bila kenaikan harga bahan bakar minyak diberlakukan. Harga suku cadang kendaraan bermotor, harga ban, dan harga pelumas juga akan naik. Biaya tinggi di pelabuhan penyeberangan serta infrastrukturnya tak luput menjadi penyumbang tingginya biaya operasional angkutan barang.Bahkan, di Bekasi, sekitar 1.000 angkot akan mati, tidak beroperasi. Seperti yang dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organda Kota Bekasi Indra Hermawan bahwa pengoperasian sekitar 25 persen dari jumlah armada angkutan kota (angkot) di Kota Bekasi diperkirakan dihentikan. Sejumlah pengamat pun mengatakan bahwa tarif angkutan umum darat diprediksi akan mengalami kenaikan hingga 20 persen apabila BBM jenis premium dan solar mengalami kenaikan Rp 1.000 hingga Rp 2.000. Hal ini disebabkan kenaikan tarif angkutan tetap menyesuaikan kenaikan harga BBM.Para nelayan di beberapa wilayah di Tanah Air dipastikan tidak bisa menghindari kebijakan ini. Mereka dihantui melonjaknya biaya operasional untuk menangkap ikan. Padahal, biaya bahan bakar mencapai 70 persen dari seluruh biaya operasional kapal selama melaut. Maka tak heran, mereka menolak kenaikan harga BBM. Inilah dampak dari kebijakan pemerintah yang menyengsa rakan rakyat. Kebijakan yang tidak prorakyat.Kebijakan ini tentu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar. Apakah pemerintah beserta jajarannya sudah memikirkan semua dampak kebijakan menyengsarakan ini? Apakah Presiden SBY sebagai pemimpin rakyat Indonesia mendengar jeritan para nelayan, sopir angkot, atau rakyat jelata yang harus menanggung mahalnya harga-harga kebutuhan pokok akibat kenaikan BBM?Tak bisa dipungkiri bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi masyarakat kecil memang sangat penting. Apa pun kebijakan yang diambil pemerintah seharusnya tidak membawa malapetaka bagi rakyat yang memang sudah sengsara. Para pemimpin di negeri ini perlu melihat realitas kehidupan rakyat di lapangan. Sudah menjadi suatu kewajiban bagi negara untuk mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.Politik PencitraanBerkenaan dengan kenaikan tersebut, pemerintah akan memberikan kompensasi kepada rakyat yang terkena dampak langsung terkait kenaikan harga BBM berupa bantuan langsung tunai (BLT). Bukankah ini hanya sebagai politik pencitraan yang sedang dimainkan Presiden SBY dalam mengelabuhi rakyat Indonesia atau sebagai strategi mengembalikan citra partai penguasa (Partai Demokrat) yang sedang puruk untuk Pemilu 2014 saja?Menurut hemat saya, memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi hanyalah akalakalan pemerintah. Bukankah pemerintah sudah memiliki program bantuan langsung untuk orang miskin? Bukankah ini malah berpotensi menimbulkan kemerosotan moral (moral hazard), yaitu orang yang mengaku miskin semakin banyak? Ditambah lagi, pemerintah belum memiliki data yang meyakinkan terkait jumlah orang miskin di Indonesia.Bahkan, yang lebih menggelikan adalah kata-kata yang meluncur dari mulut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, “Maaf kepada rakyat Indonesia karena harga BBM akan naik.“ Segampang itukah penguasa dalam membujuk hati rakyat? Yang dibutuhkan sekarang adalah peraturan dan realisasi konkret yang langsung datang dari pemerintah itu sendiri. Yang pasti, rakyat kecil harus diutamakan.Pemerintah seharusnya berusaha lebih dulu berupaya keras menutup beban subsidi BBM dengan menggenjot pendapatan, bukan memberlakukan kebijakan yang akhirnya membuat rakyat mencak-mencak. Kita tidak bisa menghindar bahwa inflasi pasti akan terjadi, harga-harga kebutuhan pokok naik dan ini menjadi beban masyarakat kecil.Di sinilah kita menyaksikan kedodoran pemerintah. Berbagai cara pun dikaji untuk menekan angka subsidi, namun hingga saat ini belum ada hasilnya. Tapi yang jelas, rakyat Indonesia masih belum bisa lepas dari subsidi BBM. Rakyat masih sangat membutuhkan harga BBM yang murah.Oleh karena itu, pemerintah harus sungguh-sungguh memprioritaskan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Jangan sampai penarikan subsidi BBM hanya menimpa rakyat kecil. Sementara, hanya segelintir orang yang menikmati subsidi BBM. Pemerintah jangan sampai mengorbankan kesejahteraan rakyat. Pemerintah perlu mengutamakan golongan moda transportasi umum.Kita tidak bisa mengelak kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap kegaduhan ekonomi, sosial, dan politik. Penimbunan BBM kemungkinan besar akan marak. Hal ini harus menjadi fokus perhitungan pemerintah, termasuk risiko-risiko dalam pembuatan kebijakan.Dalam kondisi seperti ini, rakyat Indonesia harus bersikap kritis terhadap segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, terutama berkenaan dengan BBM ini. Masyarakat perlu ikut mengkaji, menelaah, dan mengawasi secara menyeluruh dampak kebijakankebijakan penarikan subsidi BBM. Kita harus membaca secara cerdas bantuan langsung tunai (BLT) yang mungkin hanya untuk membangun citra SBY sebagai ketua dewan pembina Partai Demokrat, yang tak lain adalah partai penguasa. ● -
Kajian Dunia Islam di Oxford
Kajian Dunia Islam di OxfordFarhan Nizami, DIREKTUR PUSAT KAJIAN ISLAM UNIVERSITAS OXFORD, INGGRISSUMBER : REPUBLIKA, 14 Maret 2012Misi Pusat Kajian Islam Oxford adalah untuk mendorong dan mendukung kajian multidisiplin tentang Islam di Oxford, warisan dan peradaban Islam, serta masyarakat Muslim kontemporer.Menjangkau dunia Muslim secara menyeluruh merupakan elemen yang penting bagi Pusat Kajian Is lam Oxford di mana kami berupaya merangkul para cendekiawan terbaik dari Timur dan Barat. Para pelajar Indonesia telah berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas di institusi kami, dan kami juga telah menerima para delegasi serta figur-figur senior dari Indonesia ke Oxford sebagai pengajar tamu. Namun, saya akan terus mencari cara untuk memperkuat kemitraan kita. Dan, karena itulah saya datang ke Jakarta, pekan ini.Anda perlu mengunjungi Indonesia untuk memahami apakah kita, cendekiawan, benar-benar memahami dunia Muslim kontemporer dan mereka juga harus menyadari peran Indonesia dalam sejarah budaya serta peradaban Islam.
Juga pentingnya kepemimpinan Indonesia dalam urusan internasional dan bisnis. Oleh karena itu, saya yakin bahwa ini adalah saat yang tepat untuk membangun hubungan kita dan memastikan banyak mitra Indonesia ikut aktif terlibat dalam program-program kami.Di Barat, keberagaman dunia Muslim yang kaya tidak banyak dimengerti seperti seharusnya. Pemahaman yang lebih baik membutuhkan dukungan akademis yang kuat. Inilah sebabnya mengapa Pusat Kajian Islam Oxford ini dibentuk.
Dalam beberapa tahun mendatang, kami sedang meningkatkan penelitian, khususnya yang terkait dengan Asia Tenggara, dengan membangun badan-badan dan aktivitas akademis baru. Hal ini akan membantu menciptakan kesempatan-kesempatan baru bagi para pengajar, seminar, publikasi, serta berbagai program lainnya.Dialog dan pemahaman mutualisme merupakan hal yang sangat penting dalam era modern. Ada begitu banyak kesempatan yang sedang dipelajari oleh institusi kami. Saya berharap dapat melakukan hal tersebut melalui kemitraan dengan teman-teman dan kolega-kolega di Indonesia dan melalui cara yang dapat mewujudkan kontribusi Indonesia dalam peradaban Islam. Kita dapat membangun hubungan yang kuat, baik dengan Universitas Oxford maupun institusi akademis lainnya di Inggris, serta dunia internasional.Misi Pusat Kajian Islam Oxford tersebut di atas adalah untuk mendorong dan mendukung kajian multidisiplin tentang Islam di Oxford, warisan dan peradaban Islam, serta masyarakat Muslim kontemporer.Namun, untuk melakukan itu semua secara efektif dan menyeluruh, kita juga perlu bertindak sebagai pusat bagi segala bentuk kerja sama pendidikan, baik secara individu maupun institusi, di dunia Muslim dan internasional. Kami menginginkan agar semua cendekiawan dari seluruh dunia merasa nyaman di institusi kami di Oxford dan menyadari bahwa mereka memiliki kesempatan untuk membuat kontribusi yang nyata dalam mewujudkan tujuan-tujuan kami.Staf pengajar permanen (tetap) kami terintegrasi secara penuh di Universitas Oxford. Bersama dengan proyek-proyek riset mereka, mereka juga mengajar kursus-kursus dan mengawasi riset di sejumlah fakultas di Oxford, termasuk sejarah, ekonomi, politik, hubungan internasional, antropologi, dan teologi.
Kami juga mengorganisir serangkaian seminar serta menyediakan sejumlah studi yang relevan bagi mereka yang ingin memperdalam pemahaman mereka tentang Islam.Program beasiswa kami akan membawa, baik pelajar dari Inggris maupun internasional, untuk mengenyam pendidikan di Universitas Oxford di mana sebelumnya sulit mendapatkan kesempatan tersebut. Jangkauan internasional merupakan hal yang sangat penting bagi kami. Secara berkala, kami mengundang para cendekiawan terkemuka internasional dan tokoh-tokoh senior lainnya untuk mengajar dan menghadiri seminar.Kunjungan PelajarKami menyambut para pelajar dari dunia Muslim juga non-Muslim untuk menghabiskan waktu di Oxford dan berinteraksi dengan masyarakat Inggris dan akademisi lainnya di universitas ini.Kami berupaya untuk menyediakan wadah bagi seluruh orang dengan latar belakang yang berbeda-beda untuk berkumpul dan belajar serta berdiskusi tentang hal-hal yang menarik, melalui semangat berdialog, kerja sama, dan saling memahami satu sama lain. Jurnal kajian Islam kami menampung artikelartikel dari para cendekiawan di seluruh dunia.Kami berharap bisa membangun sebuah kemitraan baru di Indonesia dan menyambut baik para pelajar Indonesia untuk datang ke Oxford pada tahuntahun ke depan. Saya yakin bahwa kerja sama adalah kunci dalam membangun makna kesempurnaan dalam kajian peradaban Muslim. ● -
Bantuan Langsung Tekor
Bantuan Langsung TekorSusidarto, ANGGOTA MASYARAKAT BIASA YANG AKAN TERKENA DAMPAK KENAIKAN HARGA BBMSUMBER : REPUBLIKA, 13 Maret 2012Kalau ada beberapa pihak yang sinis dan kemudian memelesetkan BLT dengan kepan jangan bantuan langsung tekor (langsung habis, bahkan cenderung kurang), memang tidak terlalu salah. Maklum, rencana pemerintah untuk menggelar operasi bantuan langsung sementara mas yarakat (BLSM), pengganti BLT, sebagai bentuk kompensasi kenaikan BBM per1 April 2012 mendatang adalah sesuatu yang tidak mendidik sama sekali. Pemerintah tampaknya menempuh jalan pintas (instan) dan tidak pernah mau belajar dari pengalaman masa lalu.Pengalaman selama ini dengan BLT tidak pernah menyelesaikan masalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat Indonesia. BLT adalah skema bantuan jangka pendek yang mungkin lebih cocok untuk mengatasi keadaan dan situasi darurat, seperti menghadapi terjadinya bencana alam atau situasi darurat lainnya. Bersifat sangat pendek (short term), bukan bantuan terencana jangka panjang (long term). Padahal, kenaikan har ga BBM yang akan mendongkrak kenaikan harga-harga merupakan rea litas kehidupan yang akan dihadapi dalam jangka panjang.Kegagalan akan program BLT, dari sisi keadilan, mulai dari data sensus penghitungan orang miskin yang tidak valid lagi karena menggunakan sensus 2005, hingga kemanfaatannya, tidak pernah dipelajari dan dijadikan rujukan di kemudian hari. Padahal, kenaikan har ga BBM tidak hanya terjadi sekarang ini.Puluhan kali pencabutan subsidi yang berefek pada kenaikan harga BBM sudah dilakukan. Akan tetapi, ‘ritual’ BLT yang sama ternyata masih diulang-ulang. Pemerintah semestinya belajar untuk menciptakan jaring pengaman sosial lain sehingga akan dapat dinikmati masyarakat secara jangka panjang.Jebakan KonsumtivismeBLT selama ini diberikan dalam bentuk uang tunai. Menurut rencana, pemerintah akan membagikan dana sebesar Rp 150 ribu untuk setiap keluarga miskin. Untuk pembagian kali ini, selain memberikan uang tunai kepada 18,5 juta keluarga, pemerintah akan memberikan bantuan tambahan dalam bentuk beasiswa serta tunjangan kemiskinan lainnya. Bantuan semacam ini dikenal sebagai BLSM.Sayangnya, bantuan tunai semacam ini sering kali disalahgunakan penggunaannya oleh sebagian besar masyara kat. Mengingat sifatnya tunai, mereka akan dengan mudahnya membelanjakan untuk berbagai keperluan konsumtif, bukan untuk kebutuhan hidup yang vital dan mendesak.Bahkan, sebelum BLSM dibagikan, konon sudah ada beberapa keluarga miskin yang berencana membeli barang konsumsi secara cicilan sesuai dengan dana yang akan diterimanya setiap bulan. Pengalaman selama ini juga memprihatinkan di mana banyak keluarga miskin yang akhirnya membelanjakan sesuatu yang berbau konsumtif.Jadilah akhirnya bantuan itu sama sekali tidak membekas dan menolong banyak kelompok sasaran yang dituju. Ingat bahwa semangat konsumtivisme ini tidak hanya berlaku bagi golongan masyarakat menengah ke atas, tetapi bagi kaum duafa, masyarakat miskin pinggiran. Mereka juga tidak rentan terhadap virus konsumtivisme.Nah, kalau ini yang terjadi, BLT te lah berubah menjadi bantuan langsung tekor (amblas tanpa berbekas, bahkan kurang). Bahkan, mungkin menorehkan mimpi-mimpi yang belum terwujudkan. Hampir mustahil mendapati keluarga miskin yang menggunakan dana BLSM untuk memulai modal usaha atau menciptakan lapangan kerja baru.Boro-boro ditabung, uang ini akan amblas hanya dalam hitungan hari, bahkan mungkin jam. Begitu menerima BLT, akan langsung amblas untuk membayar utang atau kegiatan lain yang se benarnya bersifat konsumtif. Kalau fenomena itu yang terjadi, BLSM menjadi sesuatu yang tidak produktif. Dana-dana BLSM justru menjadi pemancing bagi masyrakat mis kin untuk terjebak dalam budaya konsumtif di tengah-te ngah kepungan arus besar konsumtivisme.Oleh sebab itu, masyarakat miskin yang menerima bantuan harus memahami bahwa bantuan langsung sesungguhnya ditujukan untuk meringankan beban (berat) yang harus ditanggung se bagai akibat kenaikan barang dan jasa. Konsekuensinya, dananya harus bisa dipakai untuk sesuatu yang sifatnya jangka panjang.Dalam konteks ini, barangkali peme rintah juga perlu mengkaji, perlukah mempertahankan keberadaan skema BLSM atau harus menggantinya dengan model lain. Misalnya, dalam bentuk pem berian modal kerja, dukungan pendidikan dan kesehatan, atau skema lainnya yang bersifat lebih jangka panjang? Seperti operasi pasar sembako dengan semacam smart card khusus untuk orang miskin (semacam kartu kemiskinan).Hanya mereka yang memiliki kartu ya ng bisa membeli sembako dengan harga murah meriah. Atau, skema-skema cerdas lainnya sehingga dana yang disalurkan bisa dirasakan manfaatnya dalam jangka agak panjang. Terakhir, pilihan harga BBM yang mahal sekarang ini sangat bersifat stuktural. Karena itu, manfaatnya apabila ditarik subsi dinya, semestinya harus bersifat struktural pula. Untuk itu, pemerintah perlu menciptakan skema yang benar-benar bisa mereformasi orang miskin.Tidak sekadar menghilangkan kemis kinan fisik, tetapi kemiskinan mental yang bersifat struktural harus bisa di kikis habis. Misalnya, banyak dilakukan pelatihan-pelatihan praktis memulai usaha sendiri (mandiri) sehingga mereka tidak terus-menerus terjebak dalam kemiskinan yang akut dan sistemis. ● -
MK dan Revisi UU Perkawinan
MK dan Revisi UU PerkawinanM Nurul Irfan, DOSEN FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN JAKARTA,SAKSI AHLI JUDICIAL REVIEW UU NO 1 TAHUN 1974SUMBER : REPUBLIKA, 13 Maret 2012Pada Rabu, 7 Maret 2012, Mah kamah Konstitu si memberikan keterangan resminya bahwa MK tidak melegalkan zina. Tiga hal penting yang disampaikan dalam kesempatan itu, pertama, setiap kelahiran, secara alamiah pasti didahului kehamilan seorang perempuan akibat terjadinya pembuahan melalui hubungan seksual dengan lelaki atau melalui rekayasa teknologi.Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang menyebabkan terjadinya kelahiran anak tersebut harus bertanggung jawab atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta hak anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal ini sejalan dengan Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945.Kedua, putusan MK membuka kemungkinan bagi ditemukannya subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap anak dimaksud sebagai bapaknya melalui mekanisme hukum. Itu dengan pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dan atau hukum dalam rangka meniadakan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum dalam masyarakat. Ketiga, terkait perspektif UU Perkawinan yang memang memiliki karakter khas, dalam pengertian formal, merupakan hukum yang bersifat unifikasi sehingga terdapat norma hukum yang berlaku untuk seluruh warga negara.Juknis dan PPKetiga, pernyataan resmi tersebut di atas dirasakan perlu untuk ditegaskan kembali mengingat polemik `serius’ makin berkepanjangan di masyarakat dan di berbagai instansi terkait akibat hukum dari putusan ini. Sebagai saksi ahli yang ikut mengawal sebagian proses putusan kontroversi MK ini, penulis merasa perlu ikut urun rembuk.Akibat hukum yang ditimbulkan oleh putusan MK itu, antara lain, adanya kesan legalisasi perzinaan oleh MK, adanya ketersinggungan norma hukum dan norma agama, konsep nasab dalam Islam yang bisa menjadi kacau, hubung an perdata yang di dalamnya mencakup hak perwalian dan kewarisan bisa jadi rancu, bahkan juga mencakup soal konsep hubungan kemahraman menurut hukum Islam.Hal-hal penting inilah yang secara praktis akan menjadi repot dalam pelaksanaannya jika tidak segera dibuat pe tunjuk teknisnya di lapangan, baik berupa petunjuk teknis (juknis) dari instansi terkait maupun berupa peraturan pemerintah. Dengan demikian, putusan MK tetap populer dan pelaksanaan hu kum perdata Islam di Indonesia tetap bi sa berjalan dengan baik tanpa melanggar syariat Allah SWT.Juknis ataupun PP ini sangat diperlu kan dan dalam perumusannya mesti melibatkan berbagai pihak terkait, mulai dari Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, bahkan juga Kementerian Dalam Negeri. Tanpa dibuat juknis oleh Kemenag dan atau PP oleh be berapa kementerian tersebut, tidak me nutup kemungkinan polemik akan te rus meluas yang justru akan membawa mafsadat, mudharat, dan kontraproduktif.Putusan MK tentang status anak di luar nikah ini jika dilihat dari segi dinamisasi hukum Islam di Indonesia memang sebagai sebuah terobosan, tetapi sayangnya banyak menimbulkan reaksi umat. Sebab, hubungan perdata itu sangat luas, apalagi secara tegas disebut kan pula istilah ‘hubungan darah’ dalam rumusan pasal yang ‘harus dibaca’ itu. Hubungan darah adalah nasab yang merupakan salah satu dari maqasid al Syaria’ah atau pancajiwa syariat yang harus dipelihara dengan cara menikah dan menjauhi perzinaan.Akibat hukum yang dapat timbul dari putusan MK ini memang sangat luas. Bisa berupa akibat positif dan sayangnya juga menimbulkan akibat negatif. Di satu sisi, hak anak di luar nikah dapat terpenuhi, seorang laki-laki yang terbukti secara ilmu pengetahuan mutakhir ternyata memiliki anak di sua tu tempat bisa dituntut tanggung jawabnya, dan poligami bisa ditekan. Atau justru malah sebaliknya, para peminatnya makin termotivasi dan seterusnya merupakan ekses dari putusan ini.Wacana untuk melakukan revisi atas UU Perkawinan juga bisa mengemuka kembali mengingat umur UU ini hampir 40 tahun dan belum pernah diutakatik sekali pun. Tetapi, di sisi lain, soal nasab, hak perwalian, hak kewarisan hubungan kemahraman dalam lingkup hukum keluarga Islam juga memperoleh ekses negatif.Memang bisa dipahami keberatan pe merintah untuk merevsi UU Perka win an ini, antara lain, dikhawatirkan akan banyak pihak yang berusaha memanfaatkan kesempatan dan ikut nimbrung, mumpung-mumpung sedang ‘bongkar rumah’. Disinyalir akan ada pihak yang menginginkan dimasukkannya pasal tentang nikah sejenis, kepentingan pengarusutamaan gender de ngan menjadikan wanita sebagai kepala atau setidak-tidaknya agak sejajar de ngan laki-laki, dan beberapa kekhawatiran lain.Namun, sejatinya belum tentu semua ini akan terjadi. Oleh sebab itu, wacana revisi UU Perkawinan tidak terlalu per lu dirisaukan dan membuat galau peme rintah. Bukti konkretnya ketika peme rin tah, dalam hal ini Kemenag, merasa sangat berat menerima wacana ini, terjadilah gebrakan dari MK. Penulis justru khawatir jika wacana revisi UU Perkawinan ini tetap dianggap ‘tabu’, tidak menutup kemungkinan akan muncul manuver-manuver mengejutkan dalam bentuk dan cara lain semacam gebrakan MK ini.Sebab, ada sebuah kaidah al-Amru idzattasa’at dhaqat wa idza dhaqat ittasa’at (sesuatu jika dilepaskan secara luas justru akan menjadi sempit dan jika dipersempit/diperketat justru akan mejadi bebas dan meluas). Termasuk di dalamnya UU Perkawinan, makin dita bukan untuk direvisi, justru makin kuat desakan untuk merevisinya, dan makin dipersilakan pasti akan banyak upaya untuk menghambatnya. Semoga bisa men jadi bahan renungan! ● -
Antipartai, Antidemokrasi?
Antipartai, Antidemokrasi?Sunni Tanuwidjaja, PENELITI CSISSUMBER : KOMPAS, 14 Maret 2012Sentimen negatif dan ketidakpercayaan terhadap partai politik sudah menjadi fenomena umum yang tidak hanya menjadi tema pemberitaan media. Hari ini kekecewaan masyarakat terhadap kinerja partai sudah sangat tinggi.Menurut survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Januari 2012, hanya seperlima masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa kinerja parpol baik. Penilaian terhadap DPR yang anggotanya adalah politisi dari berbagai partai juga sama buruknya.Sentimen negatif terhadap partai juga terindikasi dari dukungan elektoral parpol, di mana tidak ada satu pun partai yang berhasil mempertahankan besaran dukungan yang sama dengan Pemilu 2009. Lebih jelas lagi, ada hampir setengah dari pemilih yang hari ini bingung menentukan partai mana yang harus mereka pilih, terlepas dari banyaknya pilihan partai yang tersedia. Ini menunjukkan, meski demokrasi membuka ruang bagi munculnya berbagai pilihan politik, pilihan yang tersedia dipersepsikan minim kualitas.Jika kita melihat hasil dari tiga pemilu pascareformasi, dukungan terhadap partai-partai besar semakin turun dan sebaran dukungan terhadap berbagai partai semakin merata. Misalnya, pada Pemilu 1999 dukungan terhadap sembilan partai terbesar mencapai 91,64 persen, tetapi pada Pemilu 2009 tinggal 81,70 persen. Lebih jelas lagi, total dukungan terhadap partai yang memperoleh suara di atas 5 persen mencapai 86,69 persen pada Pemilu 1999, tetapi turun menjadi 68,53 persen pada Pemilu 2009.Ini berarti bahwa semakin hari masyarakat yang kecewa terhadap partai semakin terbuka untuk mencoba memilih partai alternatif sekalipun partai-partai tersebut tak berpeluang menang dalam pemilu. Sejalan dengan itu, tingkat partisipasi dalam pemilu legislatif yang semakin menurun juga menunjukkan semakin melemahnya kepercayaan terhadap partai yang adalah kontestan dari pemilu tersebut.Sentimen negatif dan ketidakpercayaan terhadap partai politik tentu bukan sesuatu yang muncul sekejap, melainkan merupakan suatu proses akumulasi kekecewaan setelah kita melalui tiga kali pemilu demokratis. Asal muasalnya adalah pada periode awal masa reformasi, di mana partai gagal menjawab euforia demokrasi, harapan, dan tingkat kepercayaan rakyat yang begitu tinggi terhadap partai.Kegagalan ini berimbas pada munculnya ketidakpercayaan terhadap partai dan membuat masyarakat semakin banyak yang pragmatis. Rakyat yang pragmatis, seperti juga para politisi, tidak lagi berpikir panjang. Mereka tak lagi percaya janji-janji partai.Situasi ini akhirnya memperkuat pola perilaku partai yang pragmatis karena hanya dengan berlaku semakin pragmatis mereka bisa memenuhi permintaan rakyat yang semakin pragmatis pula. Siklus ini terus berlanjut dan sejalan dengan waktu sentimen negatif terhadap partai yang dipupuk dengan pragmatisme politik semakin menjalar dan mengakar.Demokrasi pun DiragukanParalel dengan sentimen negatif terhadap partai adalah munculnya keraguan terhadap demokrasi. Berbagai hasil studi menunjukkan, dukungan terhadap demokrasi di awal masa reformasi sangat tinggi. Setelah lebih dari 12 tahun reformasi, sepertinya ada penurunan dukungan terhadap demokrasi.Survei CSIS menunjukkan bahwa hari ini hanya setengah dari masyarakat Indonesia yang setuju demokrasi adalah sistem politik terbaik. Hanya 28,2 persen yang berpendapat bahwa demokrasi itu harus dipertahankan, apa pun alasannya. Ini menunjukkan bahwa dukungan terhadap demokrasi tidaklah sekuat seperti pada awal masa reformasi.Apakah kemudian ini berarti sentimen negatif terhadap partai menyebabkan menurunnya dukungan terhadap demokrasi? Untuk menjawab ini perlu dibedakan antara sikap antipartai yang reaktif dan yang ”kultural” (Torcal, Gunther, dan Montero 2002). Sikap reaktif sifatnya sangat cair dan mudah berubah. Penyebabnya terutama pengaruh dari banyaknya perilaku partai yang tidak konsisten dan ketidakmampuan partai dalam menjalankan fungsinya.Sementara itu, sikap antipartai yang kultural lebih disebabkan proses sosialisasi dan pengalaman historis yang panjang terkait perilaku partai yang buruk. Antipartai kategori ini sifatnya sudah mengakar dan menjadi budaya politik. Berdasarkan studi Torcal, Gunther, dan Montero (2002) tentang negara demokrasi di Eropa Selatan, antipartai reaktif tidaklah berpengaruh pada legitimasi demokrasi, sementara antipartai yang kultural punya imbas yang negatif.Jika ditelusuri lebih lanjut, temuan survei CSIS menunjukkan bahwa dukungan terhadap demokrasi sama tingginya (atau rendahnya) di kalangan orang yang punya sentimen negatif ataupun positif terhadap partai. Ini mengindikasikan, efek antipartai terhadap dukungan untuk demokrasi tidaklah jelas. Yang justru menjadi sumber utama menurunnya dukungan terhadap demokrasi adalah kondisi kehidupan individual. Dukungan untuk demokrasi jauh lebih tinggi di antara orang-orang yang punya persepsi positif terhadap kondisi kehidupannya dibandingkan dengan yang persepsinya negatif.Ini artinya, sentimen negatif terhadap partai yang ada sekarang masih belum jadi bagian dari budaya politik. Namun, jika terus berlanjut dan tidak ada perubahan pada perilaku partai, sentimen negatif terhadap partai yang hari ini masih pada taraf reaktif bisa menjadi sesuatu yang mengakar dan menjadi bagian dari budaya politik yang ada. Jika ini terjadi, akan muncul satu sumber baru pelemahan dan delegitimasi demokrasi kita.Terlepas dari adanya berbagai persoalan, kita bersyukur karena nasib dan masa depan demokrasi di Indonesia masih ada di tangan kita. Selain perlu ada terobosan dari pemerintah yang mendorong agar taraf kehidupan rakyat terus meningkat, keseriusan elite politik untuk memperbaiki kinerja partai juga jadi prasyarat. Hal lain, ada kesadaran dari masyarakat: demokrasi bukan sekadar suatu alat, melainkan merupakan tujuan dan punya nilai intrinsik tersendiri, yaitu kebebasan individu dan kolektif untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Jika itu semua bisa dipenuhi, nasib dan masa depan demokrasi kita pun akan jadi cerah dan bebas dari ancaman berbagai bentuk otoritarianisme dan totalitarianisme. ● -
Besaran Subsidi BBM
Besaran Subsidi BBMArif Budimanta, KOORDINATOR KAUKUS EKONOMI KONSTITUSISUMBER : KOMPAS, 14 Maret 2012Pemerintah secara resmi telah menyampaikan Nota Keuangan serta Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara Perubahan Tahun Anggaran 2012 kepada DPR.Usulan ini merupakan yang tercepat lima tahun terakhir mengingat biasanya perubahan diusulkan dan dibahas pemerintah bersama DPR pada bulan Mei sampai Agustus tahun fiskal berjalan. Ada dua alasan utama pengajuan disampaikan di awal tahun: dinamika krisis keuangan global yang belum menyurut dan kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.Tanpa kenaikan harga BBM, kian berat beban anggaran yang dirasakan pemerintah. Dari rancangan yang diajukan pemerintah, ada peningkatan subsidi Rp 8 triliun lebih, sementara kenaikan harga tetap dilaksanakan.Komponen AlphaPada RAPBN-P, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak mentah 105 dollar AS per barrel (setara 158,9 liter). Nilai tukar rupiah dipatok Rp 9.000 per dollar AS. Harga BBM bersubsidi diusulkan naik Rp 1.500 dari Rp 4.500 jadi Rp 6.000 per liter, seperti sudah disampaikan pemerintah pada rapat kerja dengan DPR, 7 Maret 2012.Seperti kita ketahui, pemerintah menggunakan formula penetapan harga BBM bersubsidi melalui harga pokok yang dipengaruhi perkembangan harga minyak mentah dunia ditambah komponen alpha—biasanya sekitar 10 persen dari harga nonsubsidi—dan pajak 15 persen. Komponen alpha merupakan biaya distribusi dan keuntungan Pertamina, perusahaan milik negara yang diamanatkan memenuhi kebutuhan BBM bersubsidi dalam negeri.Tahun ini, sesuai RUU APBN-P 2012 Pasal 7, total BBM yang harus disubsidi 40 juta kiloliter atau setara 40 miliar liter, dengan anggaran sekitar Rp 133 triliun, setara Rp 3.325 per liter.Berdasarkan asumsi yang sudah ditetapkan pemerintah, harga BBM jika tak disubsidi mencapai Rp 9.325 per liter (rencana kenaikan harga BBM menjadi Rp 6.000 ditambah subsidi per liter Rp 3.325). Sementara dalam hitungan sederhana, ongkos produksi dari bahan mentahnya saja mencapai Rp 5.947 per liter jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dollar AS per barrel. Antara harga seharusnya yang Rp 9.325 dan biaya produksi ada selisih Rp 3.378 per liter.Untuk apa sebenarnya ada perbedaan sebesar ini? Itulah komponen alpha (biaya distribusi, keuntungan Pertamina) dan pajak, yang besarannya mencapai 36 persen. Padahal, di permukaan disebutkan, kisaran total komponen alpha dengan pajak seharusnya hanya 25 persen sehingga ada selisih 11 persen. Dengan model perhitungan ini, patutlah kita mengharapkan pemerintah dapat menjelaskan ke mana larinya selisih ini.Besaran SubsidiUUD 1945 Pasal 23 menyebutkan APBN harus dilaksanakan secara bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jika selisih 11 persen yang setara Rp 1.025 per liter kita kalikan total BBM yang disubsidi, yaitu 40 miliar liter, berarti nilainya lebih dari Rp 40 triliun. Apalagi, selain komponen alpha yang perlu dipertanyakan lantaran besarnya menakjubkan, ada subsidi yang juga besar.Dengan asumsi di atas, tambahan subsidi per liter dalam hitungan sederhana tadi hanya Rp 1.989 per liter, yakni selisih antara harga jual baru dan harga produksi plus alpha dan pajak. Total sebesar Rp 79,5 triliun, bukan Rp 133 triliun seperti tercantum dalam pengajuan RUU RAPBN-P 2012. Apalagi kalau kita mengacu pada best practice yang berlaku di AS. Seperti terlihat dalam publikasi US Energy Information Administration, besaran komponen alpha dan pajak hanya 24 persen.Transparansi menyangkut dua hal—besaran komponen alpha yang misterius dan nilai subsidi yang membengkak jauh lebih besar dari angka yang seharusnya—inilah yang harus bisa dijelaskan oleh pemerintah dalam proses pembahasan RUU APBNP-2012 dengan DPR. Hal ini penting karena persoalan BBM ini terkait dengan hajat hidup rakyat secara langsung dan dampak sosial ekonomi jangka panjang. Tak cukup pemerintah hanya memberikan pemanis bantuan langsung tunai yang berdampak jangka pendek. ● -
Bangkitnya Pariwisata Indonesia
Bangkitnya Pariwisata IndonesiaCyrillus Harinowo Hadiwerdoyo, PENGAMAT EKONOMISumber : SINDO, 12 Maret 2012Pesawat Garuda GA-088 yang menerbangkan saya ke Amsterdam dari Jakarta pekan lalu sungguh luar biasa. Pada penerbangan saya yang kedua ke Amsterdam ini, seluruh kursi pesawat terisi.
Baik kelas ekonomi maupun bisnis benar-benar tidak ada yang kosong. Keadaan ini sungguh bertolak belakang dengan pemandangan setahun sebelumnya. Ketika itu untuk kelas bisnis, dari 36 kursi yang tersedia, hanya 12 kursi terisi. Bahkan berdasarkan informasi pramugari, sering terjadi jumlah penumpang bisnis demikian sedikitnya.Oleh karena itu, load factor yang sedemikian tinggi pada penerbangan kali ini sungguh membuat gembira pramugari tersebut karena sepanjang perjalanan banyak hal yang harus dia kerjakan demi melayani para penumpang.Suatu hal yang juga sangat luar biasa, mayoritas penumpang pesawat Garuda tersebut adalah orang-orang asing dengan sebagian besar orang Eropa. Bahkan pada saat di Imigrasi Belanda, saya semakin menyadari, beberapa wajah yang saya tandai tampaknya sebagai orang Indonesia, ternyata, juga warga negara Eropa karena paspornya adalah paspor negara yang termasuk dalam Uni Eropa. Dari beberapa orang yang sempat saya tanyai, mereka mengatakan, kunjungan mereka ke Indonesia untuk berlibur. Mungkin mereka mencoba untuk menghindar dari udara ekstrem yang melanda Eropa beberapa waktu lalu.
Pilihan mereka untuk terbang bersama Garuda tentunya didorong harga tiket yang menurut mereka cukup menarik. Dengan pesawat baru, bahkan dengan fasilitas tempat duduk yang bisa diubah menjadi tempat tidur serta pelayanan yang tidak kalah dengan penerbangan lain, harga tiket kelas bisnis yang mereka bayar ternyata kurang dari setengah jika mereka harus terbang dengan KLM ataupun Singapore Airlines. Kombinasi ini jelas membuat Indonesia menjadi tujuan wisata yang murah dan sekaligus menarik.
Dari perjalanan tersebut, saya teringat dengan perjalanan saya ke Amsterdam sebelumnya di mana saya bertemu satu keluarga Belanda dengan dua anak yang masih remaja. Dalam perjalanan ke Indonesia itu, ternyata mereka telah merencanakan tamasya perjalanan darat dari Medan ke Padang dengan memakan waktu sekitar 3 minggu melalui tempat yang saya sendiri, sebagai orang Indonesia, bahkan belum pernah mendengar namanya. Hal tersebut menggambarkan betapa banyak ragam tujuan wisata yang ternyata kita miliki tanpa kita sendiri menyadarinya.
Dengan melihat gambaran penuhnya pesawat Garuda tersebut, data statistik yang menyatakan jumlah wisatawan mancanegara pada Januari 2012 lalu naik 18,93% dibandingkan dengan data periode yang sama 2011 ternyata tidaklah jauh berbeda dengan kenyataan yang ada.Kenaikan sebesar itu bukanlah peningkatan kecil. Oleh karena itu perkembangan tersebut perlu ditanggapi dengan perhatian lebih besar bagi bangkitnya industri pariwisata. Kebangkitan industri pariwisata telah mendorong bangkitnya industri perhotelan serta industri hospitality lainnya.
Di berbagai tempat di Indonesia, kita melihat banyaknya hotel yang baru dibangun dengan kelas sangat beragam. Di Bali kita melihat ada hotel tanpa bintang hingga hotel berbintang enam. Hotel sangat mewah tersebut ternyata memiliki segmen konsumen sendiri sehingga pada akhirnya dari sisi komersial pembangunan hotel tersebut sungguh masuk akal, dalam arti perhitungan bisnisnya. Di Yogyakarta ada hotel baru yang termasuk dalam jaringan Accor yang dalam waktu singkat sudah mampu menarik pelanggan cukup besar.
Hotel tersebut, yang tidak jauh dari pusat keramaian Malioboro,ternyata dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak karena dengan harga yang terjangkau, lokasinya sangat membantu para tamu untuk mendekatkan diri pada berbagai atraksi wisata di kota tersebut.Sementara itu hotel baru yang dibangun di Jalan Solo ternyata bahkan sempat membukukan tingkat hunian 100%.Saya yang mencoba untuk memesan kamar di hotel itu dalam kunjungan ke Yogya baru-baru ini ternyata melihat kenyataan,banyak tamu lain yang berpikiran sama dengan saya.
Seorang teman, yang sebetulnya bukan berasal dari industri perhotelan, mencoba peruntungan dengan membangun kawasan vila di pantai barat Pulau Lombok. Sungguh di luar dugaan dia sendiri,bahkan pada saat low season sekalipun, tingkat hunian hotel yang dia bangun sudah melampaui tingkat break even point. Ini menunjukkan, ada pasar yang besar yang tidak kita duga yang telah berkembang sehingga jika kita mampu memanfaatkannya, kita akan memperoleh keuntungan komersial lebih dari yang kita harapkan.
Jaringan vila teman tersebut, yang berharga dari Rp1,5 juta sampai Rp3 juta per malam, jelas bukan pasar bagi wisatawan backpack. Pada harga tersebut, pasar yang tercipta adalah pasar yang berupa wisatawan kelas menengah ke atas, baik dari mancanegara maupun domestik. Dengan telah laris dan populernya Bali, banyak turis yang akhirnya mencoba daerah-daerah baru di Indonesia. Pada kunjungan saya ke Yogya baru-baru ini, saya surprise bahwa seorang wisatawan dari Perth, Australia, bercerita dia sudah pernah bepergian ke Ubud, Sanur, Kuta, maupun Nusa Dua.
Tapi pada kesempatan kali ini dia tinggal di Hyatt Regency Yogya dan menyatakan, dia sungguh menemukan Yogya yang sangat indah. Komentar yang tulus (genuine) semacam ini perlu ditangkap dan dimanfaatkan bagi pengembangan industri pariwisata lebih lanjut. Jika Yogya sudah dikenal sebagai tujuan wisata dengan Borobudur, Prambanan maupun kota Yogya sendiri, rasanya tidak lama lagi kita akan melihat pantai selatan Yogya, terutama daerah Gunungkidul, akan menjadi magnet baru bagi industri pariwisata di Indonesia.
Saya pernah mendapatkan kesamaan antara jalan yang saya lalui dari Imogiri ke Panggang dengan Seventeen Mile Drivedi daerah Monterrey, California,yang sangat terkenal dengan lapangan golfnya, yaitu Pebble Beach. Gunungkidul, terutama yang berada di daerah pantai selatan, jelas memiliki karakteristik tersebut. Bahkan dengan keasliannya saat ini, daerah itu memiliki potensi sangat besar untuk dikembangkan.
Barangkali pembentukan Badan Otorita Pantai Gunungkidul diperlukan agar bisa membangun pantai selatan Gunungkidul sehingga tidak kalah dengan yang telah berkembang di Nusa Dua.Semoga industri pariwisata kita semakin bangkit di masa-masa mendatang. Saya sendiri sungguh cinta dengan negara kita, Indonesia.
● -
Horeee, Koruptor Bebas Bersyarat!
Horeee, Koruptor Bebas Bersyarat!Arswendo Atmowiloto, BUDAYAWANSumber : SINDO, 12 Maret 2012Saya pernah menyamakan koruptor seperti zombie—makhluk hidup yang tidak Pancasilais, tidak memiliki hati nurani,tak bisa melangkah mundur—terutama karena ia tak akan berhenti memangsa kawan atau lawan.Sampai semua orang juga menjadi zombie atau menjadikan negeri ini negeri zombie. Tidak persis begitu, tetapi agaknya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, yang menilai keputusan Menteri Hukum dan HAM soal bebas bersyarat bagi napi korupsi menyalahi undang-undang yang berlaku, seakan membenarkan kisah ngeri itu. Kini para napi korupsi yang kemarin tertahan pembebasan bersyaratnya bisa bebas. Bisa aktif seperti biasa dan atau terjun ke dunia politik kalau dimungkinkan.Bahasa Teks
Kemuakan masyarakat pada tindak pidana korupsi, juga pada para koruptor, sudah mencapai ubun-ubun. Dengan mudah bisa terbaca, terlihat, terdengar melalui media. Namun dalam bahasa hukum, ini tak mudah dipahami karena teks tertulis tak mewadahi kegeraman seperti ini. Bahasa hukum adalah bahasa yang terpahami ukurannya, perbandingannya.
Tak berbeda dengan bahasa industri di mana sharing/rating menjadi terpenting, bukan mengukur apakah tayangan itu bagus atau membodohi masyarakat penontonnya, seperti juga mengukur kekuatan media cetak melalui tiras atau jumlah iklannya.Data bagus atau mendidik adalah data yang tak bisa dibandingkan satu orang dengan orang yang lain karena ukurannya bisa berbeda. Namun data jumlah audiens bisa dibandingkan kuantitasnya, bukan kualitasnya.
Kalau itu bisa dipakai sebagai pendekatan, putusan PTUN bisa dilihat bukan memberi kesempatan berkorupsi atau memenangkan tindak korupsi, melainkan kemampuan dan kecerdasan merumuskan surat keputusan,termasuk penghentian pemberian remisi dan sejenisnya. Idiom hukum yang sama, apalagi terkait hak asasi manusia (HAM), yang harus dimainkan, agar tak ditarik atau dibatalkan. Saya ingin memahami secara begini, dibandingkan menerima sebagai perlawanan dengan siasat tinggi dari para koruptor yang pintar ini—kalau tak pintar, tak bisa korupsi.
Bahasan Realitas
Pada saat yang sama ini menggambarkan betapa kesenjangan realitas juga terjadi dalam pengelolaan dan penegakan hukum kita. Secara tertulis, secara teks, napi berhak mendapatkan remisi yang bersifat umum, setiap tanggal 17 Agustus, sebuah berkah indah dari Kemerdekaan.Atau juga remisi tambahan kalau ia menjabat sebagai voorman, pemuka, dalam bidang apa saja.
Atau juga kalau ia menyumbang darah. Pada kenyataannya, untuk mendapatkan remisi khusus, napi abal-abal, napi tak berduit, tak bisa mengurus. Karena diperlukan fulus. Dalam tata krama yang lebih luas, itulah yang diperlukan untuk mengurus bisa mendapatkan asimilasi—bisa bekerja di luar penjara, tapi malam masuk lagi, setelah menjalani separuh masa hukuman, atau pembebasan bersyarat—bisa pulang ke rumah seperti orang bebas, setelah menjalani dua pertiga masa hukuman. Atau juga cuti sebelum bebas, atau sejenisnya.
Semua ini tidak datang otomatis, melainkan harus diurus, harus “dikawal”—dalam bahasa penjara. Untuk sukses pengurusan ini bukan otoritas Lembaga Pemasyarakatan semata, melainkan ada birokrasi di atasnya, apakah namanya kanwil atau bahkan dirjen.Tak ada makan siang gratis karena semboyannya jer basuki mawa bea—kalau mau selamat ada beaya (biaya)-nya. Atau dalam bahasa yang lebih lugas adalah wani pira,berani bayar berapa? Varian dari aturan, tata krama, ini demikian banyaknya sejak berada dalam penjara baik sebagai orang tahanan atau napi.
Kita mendengar bagaimana terjadinya besukan di luar jam semestinya, fasilitas di dalam kamar, kesempatan bisa berobat ke luar penjara, dan atau berintim dengan suami/istri. Kesenjangan yang terus terjadi inilah yang dibahasakan dengan adanya tindak diskriminatif para sipir. Akan selalu begitu. Para napi kasus korupsi, penyelundupan, penipuan bank, dan “bandar judi”, atau juga narkoba, adalah termasuk napi berdasi dan gendut. Mereka bisa tebar pesona bahkan sebelum masuk bui, dan membagi rezeki setiap saat.
Keberadaan mereka menghidupkan kegersangan baik bagi sesama napi maupun sipir, sekaligus godaan menjerat dan berat— nyatanya tak bisa diangkat atau diselesaikan secara tuntas. Inilah kehidupan para napi yang jumlahnya sekitar 200.000 saja, namun menyimpan kekuatan yang akan selalu menarik perhatian. Gugatan para terpidana kasus korupsi yang diterima PTUN menegaskan bahwa untuk penegakan hukum diperlukan jurus cerdas dan bukan arogansi kuasa atau gaya.
Diperlukan sikap tegas,sekaligus jelas, akan adanya realitas yang berbeda antara teks dan pelaksanaannya. Kalau ini diseriusi, teriakan “hore” para koruptor tak akan berkelanjutan. Zombie pun akhirnya selalu bisa dikalahkan.
●