Category: Uncategorized
-
Pers Jangan Mudah Teralihkan
Pers Jangan Mudah TeralihkanAsbari Nurpatria Kresna, WARTAWAN SENIORSUMBER : SINAR HARAPAN, 3 MARET 2012Psywar atau psychological waratau perang urat syaraf sudah digunakan sejak zaman dulu. Caranya bermacam-macam dan menggunakan berbagai alat.Di masa modern sekarang ini pun perang urat syaraf biasa digunakan untuk mengecoh masyarakat atas suatu masalah yang sedang terjadi dan mengalihkannya pada masalah-masalah lain.Menggunakan budaya dan tradisi suatu bangsa yang dikalahkan agar bangsa itu tetap menghargai penakluk dilakukan Cyrus Agung. Mengawini bangsa dan menaklukkannya dilakukan atas perintah Alexander Agung agar Negara Baru Makedonia tetap menghargai Yunani. Jengis Khan pada abad ke-XIII juga menggunakan perang urat syaraf dalam menaklukkan negara lain.Di masa modern, biasa digunakan pamflet, radio, surat kabar, atau lainnya. Penyerbuan Normandia di masa Perang Dunia II diawali perang urat syaraf juga di samping tipu daya militer.KorupsiPresiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar kebijaksanaan antikorupsi. Sayang, kebijaksanaanya diintersep dan dilibas kader-kader Partai Demokrat (PD) yang mengangkatnya menjadi Presiden RI.Pemberantasan korupsi sangat didukung sebagian besar rakyat Indonesia, kecuali para koruptor. Sayang, di dalam pemberantasan ini, satgas dan komisi-komisi dibentuk, bukannya merenovasi lembaga yang dianggap korup.Akibatnya, beban negara makin berat, karena harus memberikan gaji pada anggota lembaga bentukan baru. Hasil korupsi tidak pernah diminta kembali dari para koruptor, walaupun para pelaku dijatuhi hukum penjara dan denda.Untuk mempertahankan citra PD yang makin merosot, terpaksa SBY mengundang wartawan dan memimpin sendiri konferensi pers di Puri Cikeas pada 22 Januari 2012. Sesungguhnya masih ada orang lain yang dapat memimpin pertemuan dengan wartawan itu.Maka benarlah kata seorang mahasiswa Universitas Dr Moetopo Beragama dalam acara Metro TV News “Sarasehan Anak Negeri” pada 9 Februari 2012, yang mengatakan, “Untuk keperluan negara, SBY membentuk satgas-satgas. Tetapi untuk kepentingan partainya, ia turun sendiri.”Memang seorang presiden atau anggota DPR menduduki jabatannya karena partainya, tetapi setelah menjabat presiden atau anggota DPR haruslah lebih mementingkan bangsa dan rakyat negeri ini.Sidak WamenhukhamMasyarakat menilai macam-macam ketika Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenhukham) Prof Dr Denny Indrayana melakukan inspeksi dadakan ke Rumah Tahanan Cipinang, tempat Muhammad Nazaruddin ditahan dalam kasus korupsi Wisma Atlet.Sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, ia mendapat kesempatan baik setelah Presiden SBY mengangkatnya menjadi Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Satgas Pemberantasan Mafia Hukum).Setelah berhasil meringkus Gayus, Raja Mafia Pajak, Denny Indrayana diangkat menjadi Wamenhukham, walaupun bertentangan dengan Peraturan Presiden No 47/2009 yang mewajibkan Wamenhukham pegawai negeri karier eselon IA. Padahal Denny Indrayana baru eselon IIIC.Namun dalang tidak kekurangan akal sehingga untuk keperluan itu dikeluarkanlah Peraturan Presiden Nomor 76/2011 yang mengubah peraturan sebelumnya. Ketua Mahkamah Mahfud MD mengatakan peraturan ini mengancam jenjang karier kepegawaianPada 6 Februari 2012 Denny dikukuhkan sebagai Profesor Hukum Konstitusi. Dalam orasinya ia mengucapkan terima kasih, antara lain kepada SBY yang memungkinkan dia menjadi profesor.Dalam kapasitas sebagai Wamenhukham inilah Denny, dengan bantuan CCTV, dapat menjebak Muhammad Nasir, anggota Komisi III DPR, adik kandung Nazaruddin yang mengunjunginya di luar jam kunjungan. Ia melakukan inspeksi dadakan yang menurut pengakuannya dilakukan pada pukul 23.00, tetapi Nasir mengatakan pukul 21.00.Sebagian besar rakyat menilai sidaknya ini psywaruntuk mengalihkan perhatian rakyat banyak dan media yang menyorot terus menerus PD. Tindakannya ini dapatlah dimengerti, karena atasannya adalah tokoh dan mantan Sekretaris Dewan Kehormatan PD. Denny ingin membuktikan telah bekerja baik, seperti yang diinginkannya, dan menunjukkan baktinya kepada SBY.Kasus ini mencuat dan menjadi perhatian pers dan media elektronika, serta online. Seperti telah dilakukan Cyrus Agung, Alexander Agung, dan Jengis Khan, psywar dapat diakhiri dengan mengalihkan perhatian pula.Itulah sebabnya pers dan media elektronika jangan terpancing pada pengalihan masalah utama di dalaam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Teguh dan kukuhlah sampai akhir. ● -
MP3EI dan Daerah Tertinggal
MP3EI dan Daerah TertinggalHelmy Faishal Zaini, MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGALSUMBER : REPUBLIKA, 3 MARET 2012Pada Sidang Kabinet Paripurna, Presiden mengemukakan bahwa pada Mei akan meluncurkan Masterplan Program Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). MP3KI disusun secara integral dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2025 yang sudah diluncurkan tahun lalu. Melalui MP3EI, pemerintah berusaha untuk menarik investor sebanyak mungkin, tetapi diimbangi dengan pengurangan kemiskinan melalui program-program dalam MP3KI.Melalui program ini, secara bertahap angka kemiskinan akan terus ditekan dari sekarang 13 persen hingga menjadi empat persen pada 2025.Pendekatan MP3EI berdasarkan pada pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, baik yang telah ada maupun yang baru. Dengan demikian, pendekatan dalam MP3EI merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ini dilakukan dengan mengembangkan cluster industri dan kawasan ekonomi khusus.Dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi dan infrastruktur pendukungnya. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan koridor ekonomi Indonesia.Pembangunan koridor ekonomi dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedu dukan geografis masing-masing pulau) maka ditetapkan enam koridor ekonomi.Masing-masing koridor ekonomi memiliki tema pembangunan sendiri-sendiri. Koridor Ekonomi Sumatra dengan tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”. Koridor Ekonomi Jawa tema pembangunannya adalah “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”.Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional” dan Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan Nasional”.Sedangkan, Koridor Ekonomi BaliNusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional” dan Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional”.Jika kita melihat sebaran daerah tertinggal dari masing-masing koridor tersebut maka pada Koridor Ekonomi Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, daerah tertinggal berada pada wilayah penyangga. Sedangkan, sebaran daerah tertinggal pada Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku berada pada wilayah utama. Dengan demikian, melalui sebaran koridor ekonomi itu, daerah tertinggal bisa berperan sebagai wilayah penyangga dan/atau wilayah utama kegiatan pembangunan di suatu koridor.Perhatian pemerintah terhadap penurunan angka kemiskinan terus-menerus dilakukan. Dalam upaya untuk menurunkan kemiskinan, pemerintah melakukan berbagai intervensi langsung dengan program-program prorakyat. Untuk program ini ada empat cluster, yaitu program “Bantuan dan Perlindungan sosial”, “Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat” (PNPM) Mandi ri, “Kredit Usaha Rakyat” (KUR), dan program “Murah untuk Rakyat”.Program “Murah untuk Rakyat” ini, yang merupakan cluster empat dari program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan mencakup program rumah murah, kendaraan umum angkutan murah, air bersih untuk rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupan nelayan, dan peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan. Selain program yang diluncurkan tersebut, pemerintah juga memberikan perhatian terhadap rakyat kecil dan miskin. Dalam konteks ini, semua warga negara berpenghasilan rendah memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan.Dalam rangka untuk menurunkan kemiskinan tersebut dan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, kini Presiden akan meluncurkan program MP3KI. Program ini, seperti dikatakan Menko Perekonomian, merupakan tindakan afirmatif (affirmative action) untuk perlindungan sosial dan penguatan masyarakat miskin. Sehingga, melalui program ini yang disandingkan dengan MP3EI, diharapkan akan dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.Daerah TertinggalPenyebaran nilai indeks pembangunan manusia (IPM) kabupaten tertinggal sebagian besar berada di bawah garis nilai IPM nasional. Selain itu, daerah tertinggal masih menjadi konsentrasi adanya kemiskinan, yaitu rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 23,4 persen. Penyebaran tingkat kemiskinan kabupaten daerah tertinggal sebagian besar masih berada di atas garis tingkat kemiskinan nasional.Rendahnya kualitas SDM dan tingginya kemiskinan tersebut, di antaranya berkaitan dengan permasalahan rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan dasar, khususnya pendidikan, kesehatan, serta rendahnya akses terhadap sumber perekonomian yang dapat mendukung daya beli masyarakat.Dengan kondisi seperti itu, programprogram yang diluncurkan oleh Presiden yang terkait dengan MP3EI akan memberikan dampak positif bagi daerah-daerah tertinggal. Begitu juga dengan program MP3KI.Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) terus-menerus berupaya melakukan terobosan-terobosan dalam rangka melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal, seperti melalui bedah desa dan program “Prukab“. KPDT juga terus meningkat dan mengintensifkan koordinasi-koordinasi dengan stakeholders, baik itu dengan pi hak kementerian/lembaga terkait maupun dengan dunia usaha, BUMN, dan swasta, untuk bersama-sama membangun daerah tertinggal agar cepat maju dan sejajar dengan daerah lain. ● -
Menunggu Peran MIUMI
Menunggu Peran MIUMIAdian Husaeni, DEKLARATOR MIUMISUMBER : REPUBLIKA, 3 MARET 2012“Rakyat rusak karena penguasanya rusak; penguasa rusak gara-gara ulama rusak; dan ulama rusak karena terjangkit penyakit gila dunia.”Mutiara hikmah dari Imam al-Gha zali itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat memberikan sambutan dalam acara deklarasi Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Selasa (28/2). Mahfud MD, saat itu, tampak sangat serius. Ia menyebut berbagai fenomena kerusakan masyarakat akibat rusaknya ulama dan intelektual. Lihatlah, dalam berbagai survei, calon pemimpin hanya disuvei aspek popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitasnya. “Tidak ada kriteria akhlak.”Karena itu, jika ulama dan intelektual rusak, maka rusaklah seluruh tatanan dan masyarakat itu sendiri. Imam al-Ghazali (wafat 1111 M) sudah lama mengingatkan masalah ini. Karena itulah, al-Ghazali menuliskan bab tentang Ilmu di awal kitab monumentalnya, Ihya’ Ulumiddin. Peran penting ilmu dan ulama dibahas secara panjang lebar. Begitu juga dijelaskan bahaya kerusakan ilmu dan ulama jahat (ulama as-su’).Pada malam deklarasi MIUMI, Prof Dr Din Syamsuddin, ketua umum PP Muhammadiyah, mengingatkan, kehadiran MIUMI harus memberikan solusi bagi berbagai persoalan bangsa, diantaranya soal imoralitas.Ketua MUI KH A Cholil Ridwan, mengajak ulama untuk lebih “mendekat ke masjid” dan aktif mengurusi masalah umat. Kehadiran Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, menarik banyak perhatian.Bambang yang selama berbulan-bulan tidak mun cul di media massa, malam itu hadir untuk menyampaikan sambutan. Ia mengingatkan MIUMI agar segera bekerja, karena, kata dia, “Mulut kita satu, tapi tangan dan kaki kita ada dua.“Lebih BeradabDalam deklarasi yang dibacakan oleh Ustaz Fadzlan Garamatan, dai asal Nuu Waar (Papua), dijelaskan bahwa MIUMI menegaskan adanya kesinambungan risalah keilmuan, perjuangan, dan dakwah di Nusantara yang merupakan amanah dan tanggung jawab bagi kaum intelektual dan ulama dari masa ke masa. Hal lain yang melatarbelakangi pendirian MIUMI adalah kemerosotan otoritas ulama serta perpecahan ulama dan umat. Ini mengkhawatirkan.Ulama diamanahi Nabi SAW sebagai pewaris perjuangan penegakan risalah kenabian. Maknanya, umat Islam wajib mewujudkan adanya ulama-ulama dalam kualitas dan kuantitas yang mencukupi (kifayah). Pengadaan ulama adalah salah satu kewajiban penting. Tentu, ulama di sini adalah ulama yang sebenarnya. Ulama wajib memahami makna risalah. Dalam kaitan inilah ulama wajib memahami Alquran dan Hadis Nabi serta metodologi yang benar dalam memahami kedua sumber utama ajaran Islam itu. Juga, ulama mestinya terlibat aktif dalam solusi bagi persoalan umat. Dan yang penting, ulama juga wajib berakhlak mulia, mempunyai sifat takut kepada Allah (khasyatullah), dan zuhud (tidak gila dunia, termasuk gila jabatan).Adab memang salah satu konsep kunci dalam Islam dan juga menjadi salah satu kata kunci dalam Pancasila. Saat memberikan ucaptama (keynote speech) di Konferensi Pendidikan Islam Internasional pertama di Makkah, 1977, Prof Dr Syed Muhammad Naquib alAttas menyebutkan problem utama umat Islam adalah lose of adab (hilang adab), yang berakar pada kondisi kerancuan ilmu (confusion of knowledge). Ilmu yang salah mengantarkan kepada ke rusakan tata-pikir seseorang dan selan jutnya kerusakan tatanan masyarakat yang beradab.Ketika adab hilang maka manusia tidak tahu lagi bagaimana seharusnya bersikap terhadap Tuhan. Syirik adalah dosa yang tak terampuni dan kezaliman besar. Syirik menyejajarkan al-Khaliq dengan makhluk. Kini, di era modern, bahkan banyak manusia berani menantang Tuhan, menolak campur tangan Tuhan dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Saat Tuhan disingkirkan maka manusia merasa sebagai Tuhan. Sikap seperti ini sangat tidak beradab kepada Tuhan.Adab pada ilmu adalah kemampuan memilah dan memilih ilmu-ilmu yang wajib (baik fardu ain atau fardu kifayah) dengan ilmu-ilmu yang salah. Masya rakat beradab menempatkan orang berilmu dan saleh ke posisi tinggi, lebih tinggi ketimbang penghibur. Adab terhadap Nabi maknanya, kesediaan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah (suri tauladan). Tidak beradab jika menempatkan pezina dan pendusta di atas posisi Nabi.Terobosan penting dalam MIUMI adalah kesepakatan menjadikan Ahlu sunah waljamaah (Aswaja) sebagai titik acuan bersama. Konsep Aswaja menaungi berbagai paham dalam Islam. NU, Muhammadiyah, Persis, DDII, alIrsyad, dan sebagainya tercakup dalam konsep ini. Dengan ini, MIUMI juga menolak pengembangan paham libe ralis me dan aliran sesat. Penolakan itu harus dilakukan secara ilmiah, berdasarkan hujah dan keilmuan yang jelas.Fungsi penting MIUMI adalah se bagai wadah pengembangan potensi intelektual dan ulama muda dari berbagai daerah. Komitmen dakwah dan keilmuan dijadikan sebagai acuan. ● -
Sesat yang Menyesatkan
Sesat yang MenyesatkanMasdar Farid Mas’udi, ROIS PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMASUMBER : KOMPAS, 3 MARET 2012Semua orang tahu, sesat artinya salah jalan. Mestinya belok kanan, malah belok kiri sehingga bukannya sampai ke tujuan, justru semakin menjauh.Sesat atau ”tersesat” adalah kecelakaan yang tak dikehendaki siapa pun. Jika Anda orang budiman, melihat orang tersesat, tentu Anda akan menolongnya, dengan memberi tahu yang bersangkutan mana jalan yang benar, dengan kasih dan kepedulian. Namun, sungguh terjadi, bahkan semakin banyak terjadi, melihat orang lain tersesat malah memakinya, bahkan menyerangnya. Nalarnya: sudah diberi tahu jalan yang benar, kok, ngotot memilih jalan yang salah. Terhadap orang seperti ini, Anda memang layak kesal dan geleng-geleng kepala. Namun, kalau sampai memukul, apalagi membunuhnya, yang lebih bermasalah adalah Anda, bukan dia yang tersesat.Main Hakim SendiriDalam kamus umat beragama, sesat artinya salah jalan terkait tujuan akhir kehidupan, untuk kembali pada Tuhan. Pertaruhannya tuntas dan telak. Maunya ke surga, hidup abadi dalam kebahagiaan dan kemuliaan, tahunya malah ke neraka, alam gelap penuh hina dan nestapa.Masalahnya, semua agama dengan klaim kebenaran absolut masing-masing menawarkan gambar dan peta jalan berbeda-beda perihal surga. Mana yang benar? Wallahu a’lam! Sebab, belum ada seorang pun di dunia ini, baik yang mengaku beriman maupun yang kafir, pernah membuktikan sendiri langsung, live, apa yang diklaimnya sebagai surga ataupun neraka. Bahkan, dari kalangan para pemuka agama yang mengaku paling tahu pun, belum ada yang pernah menyaksikan surga ataupun neraka itu.Meski demikian, semua agama sepakat pada dua hal: pertama bahwa surga itu ada; apa pun konsep kebahagiaan yang ada di dalamnya. Bukan agama kalau tak menawarkan surga dan mengancam pembangkangnya dengan neraka. Kedua, semua agama sepakat, di balik konsep surga dan neraka, ada yang disebut Tuhan, Zat Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta alam semesta. Yang menjadi masalah dan sekaligus titik konflik di antara agama-agama bahwa setiap mereka menawarkan jalan surga yang berbeda-beda, sekaligus mengklaim hanya jalan mereka yang bisa menjamin orang sampai ke sana; sementara jalan yang ditawarkan agama atau keyakinan lain dituding sebagai kebohongan belaka.Tidak berhenti di situ; di kalangan penganut agama dan kitab suci yang sama, dengan mazhab atau aliran berbeda, pun bisa terjadi aksi saling tuding dan menistakan satu sama lain sebagai pembawa ajaran sesat dan menyesatkan (dlallun mudlillun).Arkian, dilihat dari perspektif internal masing-masing, semua agama/keyakinan adalah benar dengan klaim kesanggupan mutlak mengantarkan penganutnya ke surga. Namun, pada saat yang sama, dilihat dari sudut pandang agama/keyakinan pihak lain, semuanya hanya dusta yang sesat dan menyesatkan pengikutnya ke dalam neraka. Dengan logika ini, harus dikatakan bahwa pada dasarnya tak ada penganut agama/keyakinan berhak menghakimi agama atau keyakinan lain.Sebab, semua agama dan penganutnya, di mata pihak lain, sama posisinya sebagai tertuduh. Saling menghakimi di antara tertuduh itulah dan aksi ”main hakim sendiri” yang tidak bisa diterima oleh logika apa pun.Allah Yang MenghakimiAgama sebagai ”keyakinan” adalah sesuatu yang tersembunyi di relung hati; tidak seorang pun bisa mengetahui secara persis sosok dan anatomi keyakinan orang lain. Menghakimi keyakinan orang lain adalah absurd dan tak bisa diterima akal sehat. Khalifah Umar ra berkata, ”Nahnu nahkum bidzzhawahir, wallahu yatawallas saraair (Kita manusia hanya bisa menghakimi yang tampak, sementara perihal yang tersembunyi [keimanan] dalam hati Allah saja yang mengetahui).”Demikian pula jalan keselamatan (syariat/mansak) antara satu umat dan umat lain bisa berbeda-beda dan demikian faktanya. Maka, nasihat Al Quran, ”Janganlah kalian saling bertengkar dan saling menghakimi perihal ini, berdoalah saja kepada Allah” (QS al-Hajj [22]: 67). Jika harus ada penghakiman, biarlah Allah yang jadi hakimnya. Itu pun bukan di dunia ini, melainkan di akhirat nanti, ”Allah yang akan menghakimi perselisihan di antara kalian, di hari kiamat nanti (QS al-Hajj [22]: 69).Kebinekaan agama dan keimanan adalah kehendak Allah yang tak bisa kita tolak atau hindari. Setiap orang berhak dan sepantasnya berbangga dengan agama dan keyakinannya tanpa harus menuding keyakinan orang lain sebagai kepalsuan dan kesesatan. Tak pantas akhlak agamawan kalah dengan kaum kapitalis; mereka sanggup mempromosikan produknya setinggi langit tanpa melecehkan produk pihak lain. Cukup katakan: Keyakinan saya atau kami memang berbeda dengan keyakinan Anda. ”Kami tidak menyembah yang kalian sembah; sebagaimana Anda juga tidak perlu menyembah apa yang kami sembah. Bagiku agamaku dan bagimu agamamu” (QS al-Kafirun [109]: 6).Beda agama atau keyakinan bukan suatu kejahatan, melainkan realitas kehidupan yang sepenuhnya terjadi atas kehendak-Nya. ”Sekiranya Allah menghendaki, niscaya semua manusia akan dihimpun dalam satu agama atau keyakinan yang sama. Akan tetapi, Allah ingin membuktikan mana di antara kalian yang lebih baik amalnya daripada yang lain. Maka, berlombalah dalam berbuat kebaikan untuk sesama (bukannya saling mencela, menistakan, dan memaksakan keyakinan atas sesama)” (QS al-Maidah [5]: 45). ● -
Menghilangnya Nilai Moral
Menghilangnya Nilai MoralJames Luhulima, WARTAWAN KOMPASSUMBER : KOMPAS, 3 MARET 2012Kita agak terenyak melihat betapa sudah menyebarnya korupsi di semua sendi kehidupan bangsa ini. Di harian ini, Rabu lalu, diturunkan berita dari hasil diskusi di Redaksi Kompas tentang DPR yang terbelit korupsi. Disebutkan, praktik korupsi di lembaga legislatif saat ini ditengarai makin ganas. Hal itu terlihat dari banyaknya anggota Dewan yang terjerat kasus korupsi. Semakin banyak dan semakin beragam kasus korupsi yang terungkap di DPR.Salah satu alasannya adalah anggota DPR harus berburu modal untuk mengamankan posisinya pada Pemilihan Umum 2014. Eva Kusuma Sundari, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P DPR, yang menjadi salah satu peserta diskusi, mengemukakan, ada tiga hal yang membuat wakil rakyat terjerat korupsi, yaitu pembiayaan partai, sistem pemilu dengan memakai suara terbanyak yang membuat biaya politik semakin tinggi, dan lingkungan.Sebagai gambaran, Eva bercerita, pada Pemilu 2004, Eva menghabiskan Rp 225 juta untuk kampanye, dan Rp 75 juta di antaranya dipakai untuk sumbangan kepada partai. Biaya itu melonjak pada Pemilu 2009. ”Dulu, pemilih sudah senang jika dikunjungi dan disapa. Namun, sekarang, hal itu tidak cukup lagi,” ujarnya.Lalu, haruskah seseorang korupsi untuk memenuhi itu? Di manakah nilai moral yang seharusnya membatasi tindak-tanduk seseorang? Sebab, pada saat kesempatan untuk korupsi itu terbuka luas, adalah nilai moral yang mencegah seseorang untuk melakukannya.Dari kasus yang terjadi pada Partai Demokrat yang mendudukkan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, sebagai tersangka, terlihat dengan jelas bagaimana uang-uang panas berseliweran dari satu orang ke orang yang lain. Angelina PP Sondakh, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, dan Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, adalah dua di antara banyak nama yang disebut-sebut menerima uang dalam jumlah besar.Angelina, yang muncul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebagai saksi dengan terdakwa Nazaruddin dalam kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang, membantah bahwa ia menerima uang dan melakukan komunikasi melalui Blackberry Messenger (BBM) dengan saksi lain, Mindo Rosalina Manulang.Sama seperti Angelina, Anas pun membantah keterangan saksi-saksi dalam sidang pengadilan dengan terdakwa Nazaruddin, yang menyebutkan bahwa Anas menerima kiriman miliaran rupiah dan mobil mewah. Anas pun membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya dengan mengatakan, ”Itu dagelan, bukan kesaksian.”Namun, bantahan itu tidak dilakukan Anas di sidang pengadilan karena ia memang belum dihadirkan sebagai saksi. Karena itu, dalam memberikan bantahan, Anas tidak dicecar oleh penasihat hukum Nazaruddin seperti halnya Angelina Sondakh.Tuduhan-tuduhan yang dilancarkan kepada Angelina dan Anas tidak lantas dapat diartikan sepenuhnya benar. Diperlukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung tuduhan itu. Sebaliknya, Angelina dan Anas pun memerlukan bukti yang kuat untuk mendukung bantahannya.Angelina mungkin memerlukan bukti yang lebih kuat mengingat ia dalam sidang pengadilan mengaku baru memiliki telepon genggam Blackberry pada akhir 2010. Namun, media massa memiliki beberapa foto yang memperlihatkan Angelina telah menggunakan Blackberry sejak belum menikah dengan mendiang suaminya, Adjie Massaid. Bahkan, saat hamil, ia sudah memegang Blackberry.Bantahan saja tidaklah cukup. Ada pepatah yang mengatakan, ”ada asap, ada api”, yang pengertian bebasnya kira-kira adalah tuduhan-tuduhan itu tidak akan muncul jika seseorang tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang dituduhkan kepadanya.Ada kata-kata bijak dari China, ”jika Anda mengenakan baju putih, jangan masuk ke gudang arang. Sebab, walaupun Anda hanya lewat saja dan tidak melakukan apa-apa, baju Anda akan dikotori debu arang”.Perlu Komitmen Penegak HukumWalaupun kali ini harian ini menyoroti korupsi di DPR, tidak berarti korupsi hanya terjadi di jajaran legislatif. Korupsi juga terjadi di jajaran eksekutif, yudikatif, dan institusi lain.Bahkan, ironis, ketika kita melihat Gayus HP Tambunan, bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, kembali divonis penjara, Kamis lalu, ada lagi pegawai Ditjen Pajak yang diperiksa Kejaksaan Agung karena kasus yang hampir sama dengan Gayus, yang kekayaannya lebih dari Rp 100 miliar. Nama pegawai itu Dhana Widyatmika Merthana. Ia diketahui memiliki rekening bernilai miliaran rupiah dan harta lain yang tidak wajar. Dhana antara lain memiliki rekening senilai Rp 60 miliar, padahal gaji Dhana sesuai golongan kepegawaiannya (III C) kurang dari Rp 5 juta per bulan. Proses pemeriksaan terhadap Dhana masih berlangsung.Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun mengingatkan publik bahwa masih ada ”gayus-gayus lain” di negeri ini. Pada pertengahan 2011, PPATK melaporkan kepada penegak hukum adanya 294 orang yang dicurigai melakukan pencucian uang. Dari jumlah itu, 174 orang atau 59,6 persen terindikasi korupsi.PPATK meminta komitmen dari penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, dan kepolisian, untuk menindaklanjuti laporan itu…. ● -
Fikih Revolusi
Fikih RevolusiHasibullah Satrawi, SARJANA HUKUM ISLAM AL-AZHAR, KAIRO, MESIR; PENGAMAT POLITIK TIMUR TENGAH DAN DUNIA ISLAM PADA MODERATE MUSLIM SOCIETY JAKARTASUMBER : KOMPAS, 3 MARET 2012Ada satu bagian dari Musim Semi Arab yang acap terlewatkan dari ulasan para pengamat: bahwa revolusi terjadi di negara-negara Arab yang mayoritas penduduknya mengikuti aliran Ahlussunnah (bukan Syi’ah), seperti Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah.Revolusi di negara-negara Ahlussunnah menarik diperhatikan karena masuk kategori peristiwa tak lazim. Bahkan, pada tahap tertentu dapat dikatakan, revolusi ini telah melabrak tradisi keagamaan yang termanifestasi dalam bentuk produk hukum (fikih) yang antirevolusi.Pada awalnya, lembaga-lembaga keagamaan terkemuka di Arab mempertahankan pandangan fikih yang antirevolusi. Hal ini terlihat jelas dari sikap lembaga keagamaan selevel Al-Azhar yang memilih diam saat terjadi revolusi di Mesir.Al-Azhar baru bersikap tegas setelah kekuatan revolusi Mesir berhasil melengserkan Hosni Mubarak. Itu pun tidak dalam bentuk sikap tegas mendukung kelompok revolusi sekaligus menghujat rezim Mubarak, tetapi dalam bentuk sikap mengayomi semua kekuatan berpengaruh di Mesir demi terwujudnya masa depan yang lebih cerah bagi negeri piramida itu.Beberapa waktu terakhir, sikap Al-Azhar acap berbeda seratus persen dari sikap awalnya terkait dengan revolusi yang terjadi. Sikap mutakhir Al-Azhar justru mendukung aksi revolusi yang terjadi seperti di Suriah karena rezim yang berkuasa dianggap telah melakukan kejahatan besar dengan membunuh anak-bangsanya sendiri.Fikih AntirevolusiTradisi fikih di kalangan Ahlussunnah melarang keras revolusi untuk melawan sebuah pemerintahan yang sah. Bahkan, pengharaman ini juga berlaku dalam konteks pemerintahan yang tidak sepenuhnya menjalankan ajaran Islam.Dalam kitab Fathul Bari sebagai contoh, ditegaskan bahwa revolusi terhadap pemerintahan yang tidak sepenuhnya menjalankan ajaran Islam tidak diperbolehkan. Satu-satunya alasan yang membuat revolusi dibolehkan adalah kekafiran sebuah rezim, yakni manakala rezim yang ada sudah melarang umat Islam melakukan ibadah yang wajib seperti shalat dan lainnya. Dalam konteks seperti ini, Ibnu Hajar Al-’Asqalani, pengarang buku ini, mewajibkan revolusi rakyat untuk menurunkan rezim kafir tersebut.Secara normatif, pandangan fikih antirevolusi yang berlaku di kalangan Ahlussunnah sebagaimana di atas berlandaskan salah satu ayat Al Quran yang mewajibkan patuh kepada Allah, Rasul, dan ulilamri (athi’ullaha wa athi’ur rasula wa ulil amri minkum; Qs. An-Nisa’: 59). Mayoritas ulama menafsirkan kata ulilamri dalam ayat di atas sebagai pemerintahan yang sah.Oleh karena itu, berdasarkan ayat di atas, umat Islam wajib mematuhi pemerintah yang sah. Mereka yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang sah dianggap sebagai kelompok bughat (pemberontak) yang harus diperangi (sesuai dengan ketentuan Al Quran, Al-Hujurat: 9).Di luar ayat Al Quran di atas, pengharaman terhadap revolusi di kalangan Ahlussunnah juga dibangun di atas kaidah hukum fikih yang dikenal dengan istilah saddu az-zara’i’ (menutup kemungkinan buruk). Atas dasar kaidah fikih ini, revolusi diharamkan karena bisa membuka pintu-pintu keburukan yang lebih parah, seperti pembunuhan, perang saudara, perusakan fasilitas publik, dan yang lainnya. Agar kemungkinan-kemungkinan buruk itu tidak terjadi, revolusi pun diharamkan.Almarhum filsuf terkemuka Arab modern dari Maroko, Muhammad Abid al-Jabiri, menjelaskan latar belakang yang membuat fikih Ahlussunnah melarang keras revolusi. Dalam bukunya berjudul Al-Aqlu As-Siyasiy Al-’Arabiy (Nalar Politik Arab), Al-Jabiri melansir bahwa nalar Ahlussunnah dalam hal-hal yang berkaitan dengan perpolitikan dan pemerintahan cenderung harmonis. Istilah yang digunakan oleh Al-Jabiri adalah laysa abda’ bil imkani mimma kana (tidak ada yang lebih baik dari yang sudah terjadi, 2000: 233).Melalui penalaran seperti ini, kelompok Ahlussunnah tidak mau mengotak-atik realitas politik dan kepemimpinan yang ada, baik pemerintahan pada masa sekarang maupun pemerintahan pada masa terdahulu.Dalam konteks pemerintahan sekarang, otak-atik sebuah pemerintahan dikhawatirkan justru menjadi awal bagi terjadinya pelbagai macam tragedi yang berdarah-darah. Adapun otak-atik pemerintahan pada masa terdahulu dianggap lebih tidak memungkinkan lagi mengingat hal tersebut akan berakibat pada hal-hal yang jauh lebih buruk, yaitu mengotak-atik sejarah pemerintahan awal dalam Islam.Inilah yang membedakan aliran Ahlussunnah dari aliran-aliran yang lain dalam Islam, khususnya aliran Syi’ah. Berbeda dengan kelompok Ahlussunnah, Syi’ah mengembangkan nalar yang bercorak idealis. Abid Al-Jabiri menggunakan istilah ma yanbaghiy ay-yakuna (yang seharusnya ada dan terjadi).Pokok utama dari penalaran seperti ini adalah menciptakan tatanan politik dan kekuasaan seideal mungkin walaupun hal ini harus ditempuh melalui jalur revolusi, tidak hanya dalam konteks pemerintahan yang ada sekarang, tetapi juga dalam realitas pemerintahan yang menyejarah.Peringatan DiniPertanyaannya adalah apa makna dari fikih revolusi di negara-negara yang mayoritas penduduknya beraliran Ahlussunnah itu? Dalam hemat penulis, fenomena di atas setidaknya menunjukkan semakin matangnya kedewasaan masyarakat, terutama dalam menghadapi persoalan keagamaan dan kenegaraan.Kedewasaan telah membuat masyarakat membangun dan meyakini rasionalitas publik yang bersifat kontekstual sehingga mereka berani mendobrak pelbagai macam ketentuan, baik yang bersifat pandangan keagamaan antirevolusi maupun kebijakan rezim yang otoritarianistik dan manipulatif.Oleh karena itu, fenomena fikih revolusi sejatinya menjadi peringatan dini bagi semua pihak, khususnya kalangan pemuka agama dan pemerintah agar mereka tidak mengeluarkan sikap ataupun kebijakan yang menyalahi rasionalitas kontekstual masyarakat. Bila tidak, bukan mustahil masyarakat akan mengambil tindakan yang dianggap sesuai dengan rasionalitas publik yang ada.Dalam kondisi seperti ini, tidak menutup kemungkinan revolusi seperti yang terjadi di dunia Arab (yang awalnya diharamkan) juga akan melebar dan mengguncang negara lain di luar kawasan Timur Tengah, khususnya Indonesia yang mayoritas penduduknya juga mengikuti aliran Ahlussunnah. Setebal apa pun fatwa pengharaman yang dikeluarkan oleh kaum agamawan atau seindah apa pun klaim kesuksesan yang disampaikan pemerintah. ● -
Kekerasan di Suriah
Kekerasan di SuriahBroto Wardoyo, PENGAJAR DI DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL, UISUMBER : KOMPAS, 3 MARET 2012Gelombang Musim Semi Arab tampaknya belum benar-benar berhenti. Tuntutan perubahan masih menggelora di Suriah, salah satu negara kunci di kawasan Timur Tengah.Tuntutan perubahan yang disampaikan kelompok oposisi ditanggapi dengan penggunaan kekerasan oleh pemerintah. Kekerasan pun merebak di beberapa kota. Sejauh ini sudah lebih dari 7.500 orang tewas. Hanya saja, kekerasan dan jatuhnya korban jiwa tak serta-merta mendorong intervensi internasional atas nama tanggung jawab untuk melindungi (responsibility to protect). Hal ini berbeda dengan di Libya beberapa waktu lalu. Tentu bukan karena jumlah korban jiwa dianggap belum ”keterlaluan” jika hingga kini intervensi internasional belum juga dilakukan.Lebih PelikAlasan utama terletak pada riil politik yang melekat dalam konteks Suriah yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Libya. Ada empat dorongan mengapa kasus Suriah menjadi lebih ”pelik” untuk diselesaikan. Pertama, keberadaan negara besar di belakang Suriah. Suriah merupakan salah satu sekutu utama Rusia, bahkan sejak periode awal Perang Dingin (masih dengan nama Uni Soviet). Kedekatan tampak, misalnya, jika kita mencermati teknologi militer yang dimiliki Suriah yang sangat kental karakter Uni Soviet/Rusia-nya.Dukungan politik Rusia ke Suriah juga tampak di PBB. Terakhir, awal Februari, Rusia menggunakan hak veto terhadap draf resolusi bernomor S/2012/77 yang diusulkan beberapa negara Arab, Jerman, Inggris, Turki, dan AS. Rusia menilai usulan resolusi tersebut tak akan membawa hasil yang positif untuk menyelesaikan kekerasan dan memilih pendekatan diplomasi langsung dengan rezim Bashar al-Assad.Kedua, keberadaan kekuatan regional di belakang Suriah. Selain kedekatan dengan Rusia, Suriah juga membangun aliansi dengan Iran. Suriah dan Iran merupakan duet maut dalam menentang eksistensi Israel. Kedekatan kedua negara salah satunya terlihat dalam pendirian dan kinerja Hisbulah, kelompok Syiah anti-Israel yang berbasis di Lebanon selatan. Suriah jadi negara penghubung Hisbulah dan Iran, termasuk menjadi jalur utama transmisi senjata. Tak mengherankan jika kemudian ada yang berpendapat kekacauan di Suriah saat ini tidak bisa dilepaskan dari upaya Barat menekan Iran.Ketiga, kekuatan jejaring kelompok bersenjata yang dimiliki rezim penguasa Suriah. Suriah dikenal sebagai frontier states yang paling keras menentang Israel. Suriah bukan saja secara langsung berkonfrontasi dengan Israel terkait kepemilikan Dataran Tinggi Golan dan kawasan Sheeba, tetapi juga berperan penting melanggengkan konflik antara Israel dan Lebanon.Selain itu, Suriah juga menjadi negara di belakang Hisbulah dan Hamas, dua kekuatan bersenjata anti-Israel yang hingga saat ini gagal ditundukkan oleh Israel. Jejaring kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Suriah ini membuat intervensi terhadap kondisi politik domestik di Suriah akan jadi semakin rumit.Terakhir, karakter negara intelijen. Selama periode kepemimpinan klan Assad, Suriah dikenal sebagai negara otoriter di mana peran intelijen dalam mengamankan rezim sangat dominan. Peran para mukhabarat, agen-agen rahasia, dalam mengontrol beragam aspek kehidupan penduduk sedemikian besar. Hal ini berimbas pada lemahnya kesatuan visi kelompok oposisi. Kelompok oposisi, meski disatukan oleh kepentingan yang sama, tak dibangun oleh jejaring yang kuat dan mapan.Selain itu, karakter negara intelijen yang dibangun oleh ayah-bapak Assad tidak semata memberikan keuntungan kepada klan mereka saja, tetapi juga kelompok elite yang lain. Hingga saat tulisan ini dibuat tak terdengar kabar pembelotan yang dilakukan tokoh-tokoh kunci pemerintah. Artinya, gerakan perlawanan yang muncul saat ini tak mengakar di kalangan elite. Hal ini tak dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu Suriah sebelum Hafiz al-Assad berkuasa yang penuh gejolak politik dan kudeta.Sikap IndonesiaKeempat hal tersebut menjadikan kasus Suriah spesial jika dibandingkan kasus-kasus pergolakan di negara Arab lain. Menghadapi kondisi di Suriah, sikap seperti apa yang harus diambil Indonesia? Ada dua prinsip dasar yang harus dipegang oleh Indonesia dalam masalah ini.Pertama, harus ada konsistensi penghormatan terhadap kedaulatan negara. Salah satu poin penting yang mendasari penolakan Rusia atas usulan resolusi S/2012/77: Rusia tak melihat rezim Assad sebagai salah satu sumber masalah, hal yang berbeda dengan pandangan para pengusul resolusi. Harus ada penjelasan rasional apakah ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang berlangsung di Suriah beberapa tahun atau dekade terakhir muncul semata karena rezim berkuasa? Atau, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan itu muncul karena dorongan struktural mengingat perilaku rezim Assad, Hafiz maupun Bashar, juga bergantung pada konflik Arab-Israel secara keseluruhan.Salah satu kekuatan yang membuat rezim Assad bertahan dan mendapat dukungan elite yang kuat adalah konsistensi rezim Assad dalam memerangi Israel. Konsistensi tersebut juga meningkatkan citra Suriah di dunia Arab. Rezim Assad menggunakan ancaman Israel sebagai isu untuk meningkatkan kohesivitas politik internal. Keberadaan ancaman Israel yang nyata berkontribusi pada hadirnya relasi yang positif antara rezim dan militer. Atas nama ancaman Israel, rezim mendapatkan dukungan dari militer dan elite lain untuk menciptakan kontrol negara atas publik.Pergeseran nilai yang dibawa Musim Semi Arab, yang meletakkan keterbukaan di atas stabilitas, secara tak sengaja akan berkontribusi pada pandangan mengenai konflik Arab-Israel. Cara pandang berkonflik akan dapat digerus oleh pandangan transparansi dalam relasi antarkelompok dan penekanan pada kesejahteraan publik. Secara perlahan, ini mampu merekonstruksi relasi antara negara-negara Arab dan Israel.Kedua, konsisten pada proses penyelesaian secara damai. Kompromi politik masih tetap jadi opsi terbaik dalam kondisi saat ini. Apa yang terjadi di Tunisia, Mesir, dan Libya sebaiknya tak dilakukan di Suriah. Penggulingan paksa hanya akan memperkeruh situasi di Suriah mengingat posisi Bashar al-Assad masih cukup kuat di tataran elite.Hafiz al-Assad pernah membuka keran liberalisasi ekonomi (infitah) pada periode 1980-an. Upaya keterbukaan ini gagal karena dilakukan dengan sangat terkontrol. Upaya serupa dengan derajat kontrol negara atas proses keterbukaan yang lebih minim bisa dilakukan untuk meredakan ketegangan. Meningkatnya tensi kawasan jangan sampai memaksa para pihak yang bertikai di Suriah memilih jalan kekerasan yang tidak berujung. ● -
Negara Membunuh Esemka
Negara Membunuh EsemkaAgus Haryanto, DOSEN DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONALFISIP UNSOED PURWOKERTOSUMBER : SUARA MERDEKA, 3 MARET 2012KEGAGALAN mobil Esemka dalam uji emisi membuat banyak pihak mengernyitkan dahi. Seolah-olah tak percaya, sebagian besar publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk mendukung industri nasional. Peran negara dalam perekonomian memang menjadi pembahasan dunia. Di satu sisi, kini Indonesia terikat berbagai perjanjian internasional, seperti free trade agreement (FTA), yang dianggap menguntungkan industri dalam negeri karena ada pengurangan tarif bagi produk kita untuk masuk ke negara lain tapi di sisi lain dikhawatirkan menghancurkan industri dalam negeri karena kalah bersaing.Lihatlah contoh kasus FTA China-ASEAN yang melibatkan Indonesia tahun 2010. Setelah pemberlakuan ksepakatan itu, produk China membanjiri Indonesia. Sampai-sampai jeruk lokal dan batik Indonesia pun dikalahkan. Tak mengherankan kalau muncul guyon God made everything, but everything made in China.Negara menjadi aktor yang disalahkan dalam kasus tidak lolosnya uji emisi Esemka. Tapi, sebagaimana sering disampaikan Jokowi bahwa hak itu (lolos uji emisi) tidak bisa diminta dengan cara mengemis. Maka kerja keraslah yang harus dikedepankan untuk mengusungnya.Kita juga perlu membayangkan, seandainya negara meloloskan uji emisi Esemka kendati belum memenuhi standar, pasti muncul polemik hebat. Pemerintah akan diprotes oleh industri otomotif asing yang ada di Indonesia. Efeknya kemungkinan pabrikan tersebut meninggalkan Indonesia dan merelokasi basis industrinya ke Thailand atau Vietnam. Kita bisa membayangkan ribuan pengangguran baru akibat hal ini.Selain itu, pemerintah dianggap tidak konsisten menjalankan regulasi, dalam hal ini peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan. Pemerintah dianggap memproteksi industri dalam negeri yang berdampak kecaman dunia.Persoalannya, seandainya Esemka benar-benar ’’terbunuh’’ maka peristiwa ini akan menjadi tragedi bagi industri dalam negeri. Pasalnya, mobil rakitan siswa SMK yang difasilitasi Kiat Motor Klaten itu telah menghadirkan harapan munculnya industri mobil nasional (mobnas), yang embrionya dari Jateng.Membantu SwastaNegara seharusnya tidak membiarkan Esemka terbunuh, apalagi hanya dengan dalih fair trade dengan negara lain, atau dalih negara membiarkan sektor swasta berkompetisi di pasar. Pemerintah seharusnya membantu melalui dua cara yaitu meningkatkan daya saing Esemka dan memasarkan produk itu. Daya saing dapat dibangun melalui supervisi pemerintah, misalnya mendatangkan tenaga ahli. Langkah ini tidak melanggar fair trade yang didengung-dengungkan WTO.Mari kita lihat bagaimana Amerika Serikat menyokong industrinya. Walaupun Boeing bukanlah perusahaan negara, pada Februari 2012 ia bisa merealisasikan perjanjian jual beli 230 pesawat dengan Lion Air Indonesia. Kontrak kedua perusahaan itu senilai 22,4 miliar dolar AS itu, merupakan kontrak terbesar dalam sejarah Boeing, baik dari sisi transaksi maupun jumlah. Pesanan banyak pesawat oleh Lion Air ini dinilai sangat membantu mengatasi masalah pengangguran di Amerika Serikat.Order itu mampu membantu menciptakan sekitar 100.000 lapangan kerja di AS dalam jangka panjang (www.thejakartapost.com/ news/2012/02/14/lion-air-contract-more-boeing-aircraft.html). Kontrak ini didahului nota kesepahaman November lalu, bahkan disaksikan Barrack Obama. Pabrik pesawat asal Eropa, Airbus, iri. Direktur Operasional Airbus John Leahy mengatakan kesepakatan tak terjadi tanpa keterlibatan Obama. Dalam konteks ini kita melihat bagaimana pemerintah AS membantu perusahaan swasta berkembang di tengah persaingan global.Kita lihat lagi ketegasan Amerika melindungi industrinya. Januari 2012, mereka mengeluarkan notifikasi yang isinya mengembargo CPO dari Indonesia. Kebijakan itu untuk mendukung program green product yang sedang digiatkan, lewat penerapan standar minimal kandungan CO2 di level 20%. Berdasarkan penelitian Notice of Data Availability Environmental Protection Agency, kandungan CPO Indonesia dan Malaysia hanya 17%. Karena itu, pada 28 Januari lalu, AS memberi waktu kepada kita hingga 27 Febuari untuk memberi sanggahan.Isu soal CPO ini dianggap oleh sebagian kalangan berembus lantaran ada kompetisi sumber bahan bakar biodiesel kendaraan bermotor di AS. Selama ini, selain menggunakan CPO, AS menggunakan biji bunga matahari dan minyak kedelai. Kedua produk ini banyak dihasilkan oleh negara-negara Barat. Pemerintah Indonesia menganggap embargo ini sebagai bentuk proteksi produk tersebut. Dari contoh itu, apakah pemerintah kita tega membiarkan Esemka ’’terbunuh?’’ ● -
Interpelasi Konstitusional dan Remisi Inkonstitusional
Interpelasi Konstitusionaldan Remisi InkonstitusionalAhmad Yani, WAKIL KETUA FRAKSI PPP DPR RI/ANGGOTA KOMISI III DPR RISUMBER : SINDO, 3 MARET 2012Ada upaya memaksa publik menerima kebijakan yang inkonstitusional dengan cara memojokkan dan mementahkan langkah konstitusional DPR menggugurkan kebijakan pengetatan remisi yang inkonstitusional.
Segala upaya untuk membodohi rakyat harus dihentikan. Oknum pemerintah diyakini berada di balik manuver sejumlah pihak yang gencar melakukan pekerjaan kotor memojokkan dan mendiskreditkan DPR. Rakyat diberi tahu bahwa DPR membela koruptor karena puluhan anggota DPR sedang dan terus menggalang penggunaan instrumen hak interpelasi DPR untuk menggugurkan kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi dan terpidana teroris.Padahal sudah terbukti sejak awal bahwa kebijakan pengetatan remisi yang dirancang dan diberlakukan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana itu sebagai kebijakan ilegal, bahkan inkonstitusional karena menabrak peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Sebagai kebijakan, pengetatan remisi itu jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, termasuk pemberian remisi. Kalau kebijakan ini tidak dikoreksi dan ditentang,sama artinya memberi ruang kepada oknum pemerintahan untuk mempraktikkan kesewenang- wenangan.
Boleh jadi esok mereka akan seenaknya membuat kebijakan yang memungkinkan pemerintah memenjarakan seseorang hanya karena mengkritik kebijakan pemerintah. Tujuan besar reformasi Indonesia tidak akan pernah terwujud jika rakyat menerima lagi kesewenang-wenangan oknum pemerintah.Karena itu, siapa pun yang coba bertindak sewenang-wenang sekarang ini harus dilawan. Seluruh komponen rakyat tetap berambisi mewujudkan Indonesia negara hukum.
Bangsa yang mewajibkan semua instrumen negara, penyelenggara pemerintahan, penegak hukum, serta rakyat taat dan patuh pada konstitusi.Semua orang sama di muka hukum. Atas nama prinsip dan semangat itulah, puluhan anggota DPR berinisiatif menggalang penggunaan instrumen hak interpelasi DPR untuk menggugurkan kebijakan ilegal pengetatan remisi ala Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana.
Hingga akhir Februari 2012 sudah 87 anggota DPR dari tujuh fraksi yang mendukung hak interpelasi. Tujuh fraksi yang mendukung hak interpelasi itu meliputi Fraksi PPP, Golkar, PDIP, PKS, Hanura, Gerindra, dan terakhir PKB.Hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang belum mendukung usulan hak interpelasi. Jumlah tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup sebab untuk mengajukan hak interpelasi hanya dibutuhkan minimal 25 tanda tangan anggota DPR.
Ke depan pendukung usulan ini diyakini terus bertambah karena tujuh fraksi DPR melihat persoalannya secara utuh, tidak sepotong-sepotong, tidak juga karena alasan pesan sponsor. Tudingan bahwa DPR membela koruptor tidak akan menyurutkan inisiatif ini karena tujuh fraksi terpanggil melawan kesewenang-wenangan oknum pemerintah, sekaligus menjaga dan menegakan konstitusi.
Sengaja Disalahtafsirkan
Semua tampak kacau sejak perumusan dan pemberlakuannya. Judul awalnya diguyur kritik dan kecaman karena kesalahan menggunakan kata moratorium. Denny Indrayana pun bergegas mengganti kata ‘moratorium’ dengan ‘pengetatan’. Bayangkan, makna strategis kebijakan itu diubah hanya dalam hitungan jam.
Mengacu pada fakta di atas, Komisi III DPR berkesimpulan bahwa perancang kebijakan itu amatiran. Kesan lainnya adalah kebijakan tersebut dipaksakan. Demikian rapuhnya karena tidak dipersiapkan dan dipertimbangkan dengan matang. Tidak jelas benar bagaimana para pembela kebijakan ini, terutama mereka yang menuduh DPR membela koruptor, mengartikan atau memaknai proses perumusan kebijakan yang jelas kacau balau.
Proses administrasi kebijakan ini pun serbajanggal. Prosedur dan mekanisme penetapan kebijakan jelas dikangkangi. Seakan-akan tidak ada mekanisme pengambilan keputusan pada institusi Kementerian Hukum dan HAM. Sudah terungkap di ruang publik bahwa pengetatan remisi itu diputuskan melalui telepon oleh Wamenkum HAM Denny Indrayana pada 30 Oktober 2011.
Keputusan lisan per telepon itu kemudian dituangkan ke dalam surat edaran Plt Dirjen Pemasyarakatan yang diterbitkan pada 31 Oktober 2011. Padahal sebelumnya sudah diterbitkan Surat Keputusan (SK) Remisi Menkum HAM yang akan diberlakukan terhadap 102 terpidana koruptor dan narkotika untuk periode 28- 30 Oktober 2011.
Baru pada 16 November 2011 dimunculkan Keputusan Menkum HAM yang membatalkan SK remisi para terpidana itu. Namun, mungkin karena serba terburu-buru, kecerobohan tidak bisa dihindari. Terbukti bahwa kepmen ternyata merujuk pada PP No 32/1999. Padahal PP tersebut tak berlaku lagi karena telah digantikan dengan PP No 28/2006.
Sangatlah inkonstitusional sebuah SK menteri bisa dibatalkan hanya melalui telepon seorang wakil menteri ataupun menggunakan surat edaran Plt Dirjen Pemasyarakatan yang jelas kedudukannya lebih rendah. Anehnya lagi, keputusan tersebut berlaku mundur atau surut. SK pembatalan remisi ini otomatis melanggar hak asasi 102 narapidana karena mereka sudah melalui proses panjang seleksi, memenuhi persyaratan, dan sudah memperoleh SK remisi.
Maka itu, kendati difitnah membela koruptor,inisiatif DPR untuk menggugurkan kebijakan pengetatan remisi tak mungkin bisa dihentikan.Tujuh fraksi DPR meyakini bahwa inisiatif menggugurkan kebijakan tersebut sebagai sebuah kebenaran mutlak.Sebuah inisiatif yang tulus dan jauh dari niat membodohi atau menipu rakyat.
Kalau disikapi dengan jernih, kalimat ‘DPR Membela Koruptor’ itu jelas-jelas asal bunyi (asbun).Sebuah tuduhan yang tidak cerdas karena para pengecam usul hak interpelasi tidak punya lagi argumentasi yang relevan dengan esensi masalah.Itu adalah kerja kotor untuk menutup-nutupi kesalahan sekaligus membela oknum pemerintah yang begitu amatiran saat merumuskan kebijakan pengetatan remisi.
Mereka mendiskreditkan DPR untuk menghapus malu perumus kebijakan pengetatan remisi. Aspek lain yang juga cukup memprihatinkan khalayak adalah sikap tidak percaya diri perumus kebijakan pengetatan remisi.Setelah mengumumkan dan memberlakukan kebijakan itu, mereka justru minimalis menghadapi ancaman gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan oleh kebijakan pengetatan remisi.
Menkum HAM bahkan mengaku pasrah dan tidak akan melakukan perlawanan jika kebijakan pengetatan remisi yang dibuatnya dinyatakan kalah dalam pengadilan. Secara tidak langsung Menkum HAM telah mengakui bahwa kebijakan pengetatan remisi sangat lemah dan inkonstitusional.
● -
Sampai Kapan Gayus di Bui?
Sampai Kapan Gayus di Bui?Didik Endro Purwoleksono, GURU BESAR ILMU HUKUM PIDANA FH UNAIRSUMBER : JAWA POS, 3 MARET 2012JUDUL berita, Gayus Bakal Menua di Penjara, di Jawa Pos edisi kemarin (Jumat, 2 Maret) sangat menggelitik untuk disikapi. Selain pidana penjara, Gayus Halomoan Tambunan juga mendapat pidana denda yang disubsiderkan dengan kurungan waktu tertentu.Pertanyaannya adalah apakah di Indonesia mengenal pidana penjara kumulatif? Artinya apakah semua pidana penjara yang sudah dijatuhkan kepada terdakwa perlu dijumlahkan dan dijalani semua, berapa pun lamanya.
Yang kedua, apa makna pidana denda disubsiderkan dengan pidana kurungan? Apakah pidana denda merupakan kewajiban yang harus dibayarkan terlebih dahulu? Ataukah, terdakwa bebas memilih, tidak mau membayar denda dan lebih baik menjalani pidana kurungan?
Tulisan singkat ini mencoba memberikan ulasan tentang hal tersebut. Secara singkat dapat dijelaskan di bawah ini, khususnya terkait pidana yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Gayus.
Pada hakikatnya, kasus yang membelit Gayus merupakan apa yang dikenal dalam hukum pidana sebagai perbuatan perbarengan atau concursus. Masalah perbarengan itu diatur dalam pasal 63-70 KUHP.
Yang pertama, Indonesia, dengan mendasarkan kepada KUHP, tidak mengenal pidana kumulatif yang mutlak untuk perbarengan tindak pidana kejahatan. Artinya, KUHP tidak mengenal kumulasi pidana penjara atas masing-masing tindak pidana yang sudah dijatuhi pidana.
Yang boleh dijumlahkan adalah lama vonis yang dijatuhkan atas tindak pidana yang berdiri sendiri-sendiri. Tapi, dengan catatan, tidak boleh melebihi dari pidana yang paling berat ditambah sepertiga. Seperti kasus Gayus, memang terhadap masing-masing tindak pidana dapat dijatuhkan pidana oleh hakim. Namun, kumulasinya tidak boleh melebihi tindak pidana yang dilakukan Gayus yang paling berat ancaman pidananya ditambah sepertiga.
Yang kedua, kembali dengan berlandasan KUHP sebagai ketentuan umum aturan pidana, pidana penjara yang dapat dijatuhkan oleh hakim adalah maksimum 20 tahun. Termasuk di sini Gayus. Melihat pidana yang sudah dijatuhkan kepadanya melebihi 20 tahun, dia tetap menjalani pidana tidak boleh lebih dari 20 tahun.
Seandainya nanti Gayus juga diseret dengan kasus pidana yang lain, memang itu tetap dapat diproses. Namun, pidananya tetap harus tidak boleh melebihi pidana terberat ditambah sepertiga dan itu tidak boleh melebihi 20 tahun.
Dengan kata lain, untuk tindak pidana yang akan diproses itu, pada hakikatnya, lamanya pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim tidak ada dampak atau pengaruh kepada Gayus. Mengingat, berdasar infomasi dari harian Jawa Pos,tampaknya pidana yang bakal dijalani Gayus sudah maksimal, yaitu 20 tahun.
Lain halnya jika ternyata ada tindak pidana lain dan atas perbuatan tersebut dia dijatuhi pidana seumur hidup, maka yang berlaku adalah pidana seumur hidup tersebut. Demikian juga halnya jika ternyata dia melakukan tindak pidana dan dijatuhi pidana mati, maka yang berlaku adalah pidana mati. Dengan perkataan lain, pidana yang sudah dijalani tersebut tidak berdampak apa pun terhadap diri terpidana. Dia tetap menjalani pidana seumur hidup atau pidana mati yang baru dijatuhkan.
Selain adanya beberapa tindak pidana yang berdiri sendiri, perlu diulas di sini bahwa KUHP juga mengenal adanya perbarengan peraturan. Artinya, manakala ada perbuatan yang melanggar aturan beberapa hukum pidana, yang akan dikenakan adalah satu aturan hukum pidana saja, yaitu aturan yang terberat pidananya.
Meski demikian, jika yang dilanggar adalah aturan umum, misalnya KUHP dan ternyata perbuatan tersebut juga melanggar aturan khusus, misalnya UU Tipikor, pelaku tindak pidana tersebut akan dikenakan aturan yang khusus, yaitu UU Tipikor.
Denda Bukan Pilihan
Perlu catatan khusus untuk pidana denda yang disubsiderkan dengan pidana kurungan. Maknanya adalah terpidana wajib membayar pidana denda yang sudah dijatuhkan majelis hakim. Baru apabila tidak membayar pidana denda, dia akan menjalani pidana kurungan sebagaimana yang sudah diputuskan majelis hakim.
Terkait hal itu, ada catatan yang perlu disampaikan di sini, yaitu yang pertamapidana denda merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh terpidana. Jadi bukan hak terpidana untuk dapat memilih antara membayar dan tidak membayar pidana denda.
Yang kedua, makna pidana denda di sini ditujukan kepada harta kekayaan terpidana yang sudah melakukan tindak pidana. Hal itu selaras dengan apa yang sudah dilakukan terpidana tindak pidana korupsi, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang kain sehingga perlu dipidana atas perbuatannya.
Makna pidana denda akan tidak ada dampak apa-apa manakala terpidana diberi kebebasan memilih dengan tidak membayar pidana denda dan tinggal menjalani pidana kurungan.
Apa lagi terhadap tindak pidana korupsi. Dengan pidana denda yang harus dibayar oleh terpidana, akan berdampak kepada terpidana untuk mengembalikan harta kekayaan yang sudah dikorupsi, kerugian negara dapat dipulihkan. Maka, lebih dapat membuat jera pelaku korupsi.
Bagaimanapun, yang penting adalah bagaimana mengembalikan aset-aset kekayaan negara yang sudah dikorupsi oleh terpidana. Pidana denda yang sudah dijatuhkan hakim merupakan salah satu sarana untuk mengembalikan aset negara tersebut. ●