Category: Uncategorized
-
Ambiguitas Pengamanan Uang Negara
Ambiguitas Pengamanan Uang NegaraMarwan Mas, DOSEN ILMU HUKUM UNIVERSITAS 45, MAKASSARSumber : SUARA KARYA, 1 Desember 2011Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama tujuh tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah terjadi penyimpangan uang negara (rakyat) sebesar Rp103 triliun. Tetapi anehnya, tidak tampak upaya konkrit dan progresif dari pemerintah untuk menghentikan penggerogotan uang negara itu. Hasil kajian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menunjukkan, dari uang negara yang menguap itu, baru Rp37,8 triliun yang ditindaklanjuti.Meski Presiden SBY pernah berjanji akan berada di garda terdepan dalam memberantas korupsi, namun praktik korupsi semakin menggila di lingkungan elite politik dan kekuasaan. Ini kemungkinan lantaran konsep pemberantasan korupsi tidak terstruktur. Malah ambigu dalam memberantas korupsi saat KPK dan DPR bersilang pendapat soal pemeriksaan pimpinan Banggar DPR. Di satu sisi KPK ingin membongkar dugaan suap di Kementrans, sementara DPR tidak menerima baik pemeriksaan itu.Respon atas penyelewengan uang negara hanyalah sebatas pidato, atau paling banter melalui Instruksi Presiden, tetapi tidak dibarengi dengan aksi nyata di lapangan. Itu yang membuat para pencoleng begitu leluasa, seolah mendapat toleransi, sementara aparat hukum dibuat tak berkutik. Rasanya semua teori sudah dikeluarkan oleh para pengamat, tetapi mereka tak punya kewenangan untuk bertindak. Menyetop perampokan uang negara tidak bisa hanya dengan retorika. Tugas pemimpin negaralah yang mestinya menggerakkan kebijakan yang dibuatnya agar menjadi bergigi. Siapa pun yang terbukti merampok uang negara, tanpa pandang bulu harus dibawa ke ruang pengadilan untuk dihukum sesuai kesalahannya.Aksi KonkritDalam acara Jakarta Lawyer Club (JLC), beberapa waktu lalu, mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) menyebutkan, dana APBN yang paling banyak dikorup adalah anggaran untuk belanja barang (BB) dan belanja modal (BM). Padahal, anggaran di sektor itu sangat minim dibandingkan dengan belanja pegawai dan untuk membayar utang negara. Korupsi anggaran BB dan BM sudah pasti akan merembet ke sektor lain, terutama pada pendanaan hajat hidup orang banyak.Kalau pengamanan uang negara hanya dilakukan melalui pidato dan instruksi tanpa aksi konkrit, perampokan akan terus terjadi tanpa hambatan. Sudah waktunya bentuk pengamanan uang negara dari intaian para koruptor perlu dilakukan. Misalnya, dengan membentengi gerakan para aktivis antikorupsi yang sering dikriminalisasi saat melaporkan dugaan korupsi oleh elite politik dan kekuasaan. Bisa juga melalui aksi-aksi unjuk rasa secara damai mendukung pemberantasan korupsi secara total.Pada sisi lain, aparat hukum juga dipompa nyalinya untuk lebih berani membongkar penyelewengan uang negara dari pusat sampai daerah. Hakim yang memeriksa dan memutus perkara korupsi perlu diberi pemahaman agar konstruksi hukum dikembalikan pada posisi idealnya. Bukan sekadar mengagungkan keadilan prosedural, sebab yang juga penting adalah pemenuhan keadilan substansial.Kebenaran dan keadilan harus selalu dijadikan basis dalam memerangi para pencoleng uang negara. Jika setiap perkara korupsi yang ditangani selalu memikirkan akibat buruknya bagi kekuasaan, jangan bermimpi negeri ini akan bebas dari cengkraman para pencoleng.Semua komponen bangsa harus satu kata, di negeri ini ‘tidak ada tempat’ sejengkal pun bagi para koruptor. Uang negara dalam APBN dan APBD tidak akan bisa digunakan menyejahterakan rakyat kalau tangan-tangan jahil dibiarkan bebas. Korupsi harus ditangani secara luar biasa, baik pada proses penyidikan, penuntutan, maupun pada penjatuhan pidana yang dapat menimbulkan efek jera.Harapan KPK BaruHarapan pada KPK tetap menyala meski belakangan ini mendapat sorotan. Paling tidak, kepada pimpinan KPK baru (jilid III) nanti, yang saat ini sedang digodok oleh DPR. Delapan calon pimpinan KPK sedang menjalani uji kelayakan, DPR diharapkan memilih sosok yang benar-benar berani, memiliki integritas, dan tahan godaan.Rakyat selalu berharap pada KPK yang diibaratkan memiliki ‘pisau tajam’ berupa wewenang luar biasa dalam memerangi korupsi. Pisau itu harus terus diasah dan digunakan kepada siapa saja, bukan hanya pada orang yang tidak lagi memegang kekuasaan. Namun, KPK tidak boleh dibiarkan bekerja sendirian, semua komponen bangsa harus berdiri di belakangnya dan secara bersama memerangi perilaku korupsi yang sudah sistematis dan masif. KPK perlu diproteksi dari kemungkinan intervensi dan tekanan politik. Sekali saja KPK terjebak oleh tipuan para koruptor, dipastikan akan terus dimainkan dan diperdaya.Kuatnya gertakan para pencoleng uang negara, sering membuat hakim kelimpungan saat memeriksa perkara korupsi. Boleh jadi hakim tak punya pilihan, selain hanya mengejar kepastian dengan mengabaikan rasa keadilan masyarakat. Terdakwa korupsi dibebaskan dengan dalih dakwaan penuntut umum lemah, karena memang sengaja dilemahkan. Akibatnya, kebenaran dan keadilan diabaikan, tidak dijadikan landasan dalam menjatuhkan putusan. Semuanya karena tekanan dan kepentingan politik, yang terkadang sulit dihindari aparat penegak hukum.Kita tidak boleh abai, karena kekuatan para koruptor begitu nyata dan terstruktur, jaringan dan pendukungnya menyebar secara terselubung. Untuk melawannya harus satu kata, tak boleh sedikit pun sikap ragu dan ambigu dalam mengamankan uang negara. Publik paham, tidak boleh ada yang kebal hukum, semua sama kedudukannya di depan hukum. Makanya KPK, kepolisian, kejaksaan, dan hakim harus selalu diingatkan dan dimotivasi untuk berani dan tidak tebang pilih. Uang negara harus dijaga dari tangan-tangan jahil. ● -
Hakim, Suap, dan Kesejahteraan
Hakim, Suap, dan KesejahteraanAchmad Fauzi, HAKIM PENGADILAN AGAMA KOTABARU KALSEL, ALUMNUS UII YOGYAKARTASumber : SUARA KARYA, 1 Desember 2011Sorotan publik terhadap hakim akhir-akhir ini sangat tajam. Produk putusan yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan disinyalir memiliki kandungan kecurangan dan unsur kejahatan hukum di dalamnya. Di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), misalnya, vonis bebas dianggap petaka yang harus segera ditelusuri, baik dari segi materi putusan maupun kemungkinan keterlibatan oknum hakim dalam praktik jual beli hukum.Penulis sesungguhnya tidak setuju jika putusan pengadilan direcoki oleh otoritas non-yudisial karena bisa menjadi petaka bagi kemerdekaan hakim dalam mengadili suatu perkara. Sementara entitas pengadilan yang bebas dari pengaruh luar mensyaratkan adanya imunitas yudisial dan independensi hakim. Oleh karena itu, kita harus kembali kepada undang-undang yang memberikan saluran tersendiri sehingga ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan ditempuh melalui upaya hukum yang lebih tinggi.Kendati demikian masyarakat tetap memiliki ruang yang luas untuk memantau kinerja peradilan. Iklim keterbukaan peradilan yang selama ini dibangun serta rencana pendirian jejaring Komisi Yudisial (KY) di daerah sebagaimana termaktub dalam UU Komisi Yudisial yang baru, sangat membantu masyarakat dalam memantau dan melaporkan oknum hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan mengurangi timbangan keadilan. Ini kemajuan menggembirakan.Lihat saja, data hukuman disiplin berikut ini. Sepanjang tahun 2010, Mahkamah Agung merilis setidaknya ada 110 hakim yang dikenai sanksi. Perinciannya, sebanyak 33 hakim dihukum berat, 13 hakim dihukum sedang, dan 64 hakim dihukum ringan. Sedangkan hukuman disiplin periode Januari-September 2011 yang dijatuhkan kepada hakim berjumlah 35 orang Pelanggaran kode etik yang dikategorikan berat, salah satunya adalah praktik jual beli hukum.Banyak pakar berasumsi bahwa praktik jual beli hukum tumbuh subur karena kran informasi di pengadilan tersumbat, sehingga menghambat hak publik untuk mengontrol secara langsung etos kerja aparat peradilan. Namun, asumsi itu tidak sepenuhnya benar.Mahkamah Agung melalui KMA 1-144/2011 Tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, telah membuka akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, mulai dari publikasi putusan, transparansi anggaran dan biaya perkara, pos bantuan hukum, standar operasional prosedur beracara, hingga prosedur pengaduan bagi yang tidak puas atas pelayanan peradilan.Bahkan hasil penelitian Pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap layanan pengadilan di Indonesia, beberapa waktu lalu, menunjukkan persepsi positif. Sebanyak 70% masyarakat Indonesia menyatakan puas jika berurusan dengan birokrasi di pengadilan. Meski ada beberapa aparat peradilan yang tersangkut kasus suap dan pelanggaran kode etik lainnya, namun masyarakat menilai mekanisme kerja yang dibangun MA telah memenuhi syarat terwujudnya good sustainable development governance.Sebab UtamaPenulis melihat bahwa persoalan utama praktik jual beli hukum di pengadilan lebih dipengaruhi oleh dua faktor, yakni moral dan finansial. Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh Mahfud MD dalam seminar “Suap dan Pemerasan dalam Perspektif Moral dan Penegakan Hukum” yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (UII), baru-baru ini mengatakan bahwa aturan moral di masyarakat lebih efektif dalam mencegah terjadinya suap dan pemerasan.Suap bagi hakim merupakan godaan berat dalam proses supremasi hukum dan keadilan. Kendati hakim kuat menahan godaan suap, tak jarang anak dan keluarganya menjadi sasaran suap. Para penyuap kadangkala paham membaca situasi, ia datang tatkala hakim atau keluarganya sedang membutuhkan sokongan finansial.Oleh karena itu, untuk membendung godaan suap, hakim harus membentengi diri dengan kesadaran moral dan keimanan yang kokoh. Kesadaran itu tentunya harus ditumbuhkan dan dibiasakan dari lingkungan keluarga yang notabene menjadi komunitas terkecil dalam masyarakat berbangsa.Ada ajaran kebajikan yang mengatakan, jika ingin menjadi bangsa bermartabat, maka perbaikilah perilaku pemimpinnya. Jika ingin memperbaiki moral pemimpin, tatalah peradaban masyarakatnya. Jika ingin memperbaiki kualitas masyarakat, maka perbaikilah moral keluarganya. Jika moral keluarga sudah baik, maka baik pula tatanan masyarakatnya, kualitas pemimpinnya, dan martabat bangsanya.Semangat untuk menegakkan kode etik/moral bagi hakim tanpa dibarengi dengan kebijakan pemerintah dengan memberikan gaji dan fasilitas yang cukup kepada hakim, seperti menegakkan benang yang basah. Perlu dipahami, bahwa hakim dalam UU disebut sebagai pejabat negara. Namun fasilitas dan penggajiannya tidak mencerminkan pejabat negara.Ketika PNS setiap tahun naik gaji, hakim tidak demikian. Banyak hakim di daerah yang harus mengontrak rumah petak, lantaran tidak memiliki rumah dinas. Ke kantor naik becak, angkot atau jalan kaki karena tidak ada kendaraan dinas. Sungguh sangat memprihatinkan. Mereka sangat rentan menerima suap jika tidak memiliki kesadaran moral yang tinggi.Mantan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki pernah menyampaikan bahwa reformasi aparatur peradilan bisa dilakukan, salah satunya dengan pemuliaan hakim. Yaitu, jadikan hakim sebagai the honourable, yang dimuliakan dengan memberi gaji, upah, tunjangan dan fasilitas terbaik bagi hakim. ● -
Mengungkap Pembayar Pajak Terbesar
Mengungkap Pembayar Pajak TerbesarRichard Burton, PEMERHATI PAJAK, DOSEN DI UNIVERSITAS MERCU BUANA, JAKARTASumber : SINDO, 1 Desember 2011Dorongan untuk mengumumkan pembayar pajak terbesar kembali mendapat sorotan ketika majalah Forbes mengungkap daftar 40 orang terkaya Indonesia.
Beberapa pihak menginginkan publikasi tersebut dimanfaatkan untuk mengecek kebenaran pembayaran pajaknya serta dibuat pengumuman pembayar pajak terbesar yang bisa memberikan implikasi luas. Pemberitaan Forbes tersebut tentu menimbulkan dua pertanyaan mendasar yang perlu dijawab dengan bijak. Pertama, apa relevansi mengumumkan pembayar pajak terbesar sehubungan dengan pemberitaan Forbes? Kedua, apakah ada implikasi mengumumkan pembayar pajak terbesar dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar?Dua pertanyaan mendasar di atas patut dikaji agar persoalannya tidak menjadi rancu. Persoalan mengumumkan pembayar pajak ke publik bisa saja dipandang efektif atas jumlah pajak yang telah dibayar. Akan tetapi bisa pula tidak efektif sepanjang yang dibayar sudah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Pihak yang menuntut pemerintah agar segera mengumumkan pembayar pajak terbesar sepertinya dilatarbelakangi pemikiran adanya ketidakpercayaan mereka kepada 40 orang kaya tersebut atas jumlah pajak yang telah dibayarnya. Sementara pemerintah memandang tidak perlu mengumumkannya karena barangkali tidak ada manfaat serta tidak sesuai dengan sistem yang ada.
Patuhi Sistem
Sejak dilakukannya reformasi perundang-undangan perpajakan tahun 1983 lalu, kita sepakat bahwa sistem pemungutan pajak menggunakan sistem self assessment. Sistem ini memberikan kepercayaan penuh kepada setiap orang untuk menghitung, memperhitungkan,menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Ketika seseorang melakukan pembayaran pajak, adalah wajar jika petugas pajak (fiskus) harus menganggap pajak yang dibayarkan benar. Itulah inti dari self assessment.Artinya, sepanjang tidak ada data lain yang memberikan bukti ketidakbenaran pajak yang dibayar, kepada yang bersangkutan bisa dilakukan pemeriksaan. Kalau begitu, pertanyaannya kembali berulang,apa relevansinya mengumumkan pembayar pajak saat Forbes memublikasikan 40 orang Indonesia terkaya?
Penulis meyakini informasi tersebut akan menjadi kajian khusus untuk memantau kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan para orang kaya. Dengan demikian, kalaupun ada ”kegeraman” ingin mengumumkan pembayar pajak terbesar sehubungan dengan informasi Forbes, tentu kurang tepat. Informasi Forbes sejatinya tidak melulu menjadi acuan yang paling benar.
Sampai saat ini,dalam amatan penulis, belum ada kajian yang memberikan implikasi linier atas pengumuman pembayaran pajak terbesar dengan jumlah pajak yang dibayar. Mengapa? Karena memang undang-undang tidak membolehkan petugas pajak (fiskus) mengumumkan jumlah pajak yang telah dibayar seseorang kecuali orang yang bersangkutan mengumumkannya sendiri ke masyarakat. Adalah tugas fiskus menjaga kerahasiaan jumlah pajak yang sudah dibayar wajib pajak.
Hal itu tegas diatur dalam ketentuan Pasal 34 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Seandainya hal itu dilanggar, petugas pajak akan terkena sanksi pidana. Oleh karenanya, kalau ada pihak berpendapat mengumumkan pembayar pajak terbesar akan mendorong orang atau badan untuk membayar pajak secara tertib, hal itu masih perlu dipertanyakan keakuratannya. Tidaklah juga menjadi jaminan pola berpikir demikian memberi solusi menciptakan kepatuhan membayar pajak dengan benar.
Malahan cara demikian akan menjadi kontraproduktif dan masyarakat akan menilai pemerintah tidak patuh pada sistem yang telah diatur dalam undang-undang yang ada. Kalau itu dilakukan, berarti pemerintah telah melanggar sendiri sistem pemungutan pajak yang sudah menjadi kesepakatan.Kenyataan inilah yang perlu dipahami bersama agar sistem yang berlaku tidak menjadi rancu.
Pemeriksaan
Kita semua memahami bahwa pemerintah butuh banyak dana bagi keperluan pembiayaan rutin dan pembangunan setiap tahunnya. Untuk itu, keberadaan kantor pajak yang khusus mengawasi orangorang kaya ini amat tepat agar kewajiban pajaknya mudah diawasi.Informasi Forbes pastinya menjadi bahan masukan untuk mendeteksi lebih jauh kepatuhan pembayaran pajak orang-orang kaya.Seharusnya semua pihak memahami bahwa kalaupun pembayar pajak terbesar diumumkan,mereka belumlah bisa dikategorikan sebagai pembayar pajak yang patuh. Artinya, jumlah pajak yang dibayar barulah sebatas besaran angka semata, bukan mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Besaran angka belumlah identik atau serupa dengan kebenaran jumlah yang dibayarnya. Kalau begitu, untuk memperoleh angka pajak yang benar harus dilakukan pemeriksaan. Namun, perlu diingat bahwa Ditjen Pajak pun tidak bisa semena-mena melakukan pemeriksaan kalau tidak ada data atau informasi yang mengindikasikan pajak yang dibayar tidak benar.
Mekanisme pemeriksaan yang bertujuan menguji kepatuhan pembayaran pajak harus tetap dilakukan dalam koridor hukum (baca: undangundang) yang benar. Self assessment system tetap harus dijunjung tinggi oleh semua pihak. Pemerintah cq Ditjen Pajak tidak bisa serta-merta melakukan pemeriksaan tanpa dasar yang tepat. Oleh karenanya, Ditjen Pajak perlu memiliki database yang kuat.
Administrasi data harus diperkuat dengan sistem komputer yang canggih.Selain itu, semua lembaga pemerintah dan asosiasi harus memberikan dukungan penuh agar data-data transaksi bisnis bisa mengalir cepat ke Ditjen Pajak. Sayangnya kewajiban ini belum berjalan sempurna sekalipun telah diamanatkan dalam Pasal 35A UU KUP. Dengan memahami kondisi demikian, pertanyaan di awal tulisan kiranya tidak perlu lagi diperdebatkan.Relevansi maupun implikasi mengumumkan pembayar pajak terbesar perlu dikaji secara menyeluruh.
Sistem pemungutan pajak berdasarkan self assessment tetap harus dipatuhi bersama. Sistem pemungutan pajak demikian memang menjadi ideal jika Ditjen Pajak melakukan penguatan terhadap data perpajakan yang dimiliki agar bisa melakukan pengawasan dengan cara pemeriksaan.Jika tidak, sistem pemungutan pajak tidak akan memberikan banyak manfaat bagi kepentingan penerimaan pajak itu sendiri. ●
-
Kepemimpinan
1. Pemimpin2. Krisis dan Puncak Kepemimpinan3. Beda Leader dan Follower4. Pemimpin Sejati5. Tugas Seorang Pemimpin6. Pemimpin, Kebersamaan, dan PujianPemimpinPemimpin adalah orang yang membawamu ke suatu tujuanyang tanpanya kamu sendiri tidak akan mampu mencapainya.Dan pemimpin adalah orangyang mampu melihat peluang lebih banyakdari peluang yang bisa dilihat orang lain,yang mampu melihat lebih jauhdari yang bisa dilihat orang lain,dan yang mampu melihatsebelum orang lain melihatnya.Krisis dan Puncak KepemimpinanKrisis kepemimpinan akan terjadipada saat masyarakat menikmati kebebasannya secara sempurna.Kepemimpinan akan mencapai puncaknyaketika kebebasan masyarakat dikendalikan secara sempurna oleh pemimpinnya.Anehnyapada saat itu kepemimpinan akan dipuji dan sekaligus juga dimakioleh masyarakatnya.Beda Leader dan FollowerBanyak hal yang membedakan seorang Leaderdari seorang Follower.Salah satunya adalahLeader selalu menciptakan kesempatan.Sedangkan Follower hanya menunggu,atau bahkan menyia-nyiakan kesempatan.Pemimpin SejatiPemimpin yang baikmenanamkan rasa percaya diri kepada para pengikutnya.Sedangkan pemimpin sejatimemberikan motivasi kepada mereka supaya percaya diri.Tugas Seorang PemimpinTugas seorang pemimpin adalahmemberikan motivasi kepada para pengikutnyasupaya melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukanuntuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.Pemimpin, Kebersamaan, dan PujianJangan mimpi menjadi pemimpin sejatibila semua hal dikerjakan sendiriJangan juga mimpi menjadi pemimpin sejatibila semua hal dikerjakankarena ingin mendapatkan pujian.