Category: Uncategorized
-
Dihantui Krisis Eropa
Dihantui Krisis EropaA. Prasetyantoko, KETUA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM), UNIKA ATMA JAYA, JAKARTASumber : KOMPAS, 9 Desember 2011Bagaimana proyeksi ekonomi Indonesia tahun 2012? Tampaknya krisis Eropa masih menghantui perekonomian dunia tahun depan.Untuk keempat kalinya dalam setahun, para pemimpin Eropa bertemu di Brussel pada 8-9 Desember. Mereka masih berkutat soal mekanisme penyelesaian krisis. Tema spesifiknya seputar ”paket komprehensif” penyelamatan perekonomian Eropa.Duet Jerman (Angela Merkel) dan Perancis (Nicolas Sarkozy) atau ”Merkozy” masih menjadi penyangga masa depan 27 negara Uni Eropa, khususnya 17 negara pengguna mata uang euro.Dalam hal ini ada dua pusaran masalah. Pertama, mereka akan menentukan nasib Uni Eropa dan mata uang euro. Kedua, setiap negara juga bergulat dengan masa depannya sendiri. Bahkan, Perancis berpotensi kehilangan peringkat utang AAA.Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), seperti dikutip majalah The Economist (3/12/2011), telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Perancis dari 2,1 persen menjadi 0,3 persen pada 2012. Lembaga pemeringkat asal Perancis, Fitch, juga memberi outlook negatif kepada negaranya.Kini, dari 17 negara pengguna mata uang euro, hanya enam negara yang memiliki peringkat AAA. Jika satu per satu negara melorot peringkat utangnya, masa depan Eropa benar-benar di ujung tanduk.Masih amankah Indonesia di tengah bayang-bayang krisis Eropa? Meski ekonomi kita akan terus tumbuh karena permintaan domestik yang kuat, harus ada antisipasi, baik jangka pendek maupun panjang, agar kita tidak termakan oleh siklus krisis itu.Dilema EropaMekanisme penyelesaian krisis menjadi salah satu topik terpanas di antara petinggi Eropa. Wacana pendirian European Stability Mechanism (ESM) sebagai lembaga permanen pemberi dana talangan (bail out) bagi negara terkena krisis masih belum mencapai konsensus. ESM direncanakan mulai bekerja 2013 dan menggantikan fungsi European Financial Stability Facility (EFSF) yang ada saat ini. Untuk itu, harus ada amandemen Maastricht Treaty dengan traktat Uni Eropa baru.Meskipun Merkel termasuk pelopor ESM, di dalam negeri pendapatnya tidak populer. Free Democratic Party (FDP), partai terbesar di parlemen, keberatan dengan gagasan tersebut. Christian Democratic Union (CDU), partai di mana Merkel berasal, juga cenderung menolak. Bahkan, partai ini mengusung wacana agar Jerman keluar dari zona euro karena dianggap membebani uang pajak masyarakat.Demikian pula di Perancis. Meskipun Sarkozy ngotot memperjuangkan mekanisme integrasi fiskal yang lebih dalam, posisinya dalam Pemilu April 2012 tidak cukup aman. Francois Hollande, kandidat Presiden Partai Sosialis, diprediksi akan memperoleh banyak suara, mengalahkan Sarkozy.Proses politik setiap negara menunjukkan adanya fragmentasi sosial-politik seiring dengan fragmentasi ekonomi. Sangat masuk akal karena masyarakat yang selama ini dimanjakan dengan sejumlah jaminan sosial harus kehilangan fasilitas gara-gara kecerobohan negara lain. Tunjangan mereka akan berkurang, ada perpanjangan waktu pensiun, penambahan jam kerja, dan sebagainya. Orientasi politik pun berubah, dan partai berkuasa cenderung tidak dipilih kembali.Sebenarnya ada tiga kata kunci restrukturisasi perekonomian Eropa. Pertama, pengurangan defisit anggaran setiap negara. Kedua, membayar kembali utang, baik utang swasta (private debt) maupun pemerintah (sovereign debt). Ketiga, meningkatkan daya saing perekonomian. Negara-negara maju kini harus berpikir keras untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global. Mereka harus mampu menjual lebih banyak barang untuk menambah devisa. Itulah satu-satunya cara bertahan hidup. Bisa dibayangkan akan terjadi pertarungan perdagangan global yang sengit setelah ini.MomentumMeski dibayangi krisis Eropa, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong bagus. Morgan Stanley memprediksi China akan melambat dari perkiraan sebelumnya, 8,7 persen menjadi 8,4 persen, dan India 6,9 persen dari perkiraan sebelumnya 7,4 persen. Pertumbuhan Indonesia hanya terkoreksi dari 5,8 persen menjadi 5,6 persen.Menurut Bank Indonesia, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 6,3 persen pada 2012. OECD memproyeksikan Indonesia akan memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen pada 2012-2016. Berarti Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan paling tinggi di ASEAN.Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat tergantung pada permintaan domestik yang proporsinya hampir 70 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Meskipun dilanda krisis, tetap saja perusahaan-perusahaan berbasis konsumsi meningkat labanya.Sejumlah penyalur kebutuhan kelas menengah atas, seperti Mitra Adiperkasa (MAP), Debenhams, Zara, juga Starbucks, akan terus ekspansi di Indonesia. Tahun 2010, emiten sektor barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI) menempati kinerja teratas, naik 63 persen dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat 46 persen. Hingga pertengahan 2011, meski IHSG terkoreksi 2 persen, sektor konsumsi justru naik 16,3 persen.Tumbuh di IndonesiaMeski dihantui krisis Eropa, L’Oreal tetap saja membangun pabrik terbesarnya di Indonesia. Unilever juga memperbesar belanja modal (capex) sebesar Rp 4,4 triliun pada 2010-2013. Tidak hanya itu, Grup Lotte juga berencana menambah investasi Rp 270 miliar guna menambah outlet. Belum lagi Toyota yang berencana membangun pabrik baru senilai Rp 3,3 triliun.Piagio, produsen Vespa yang pernah meninggalkan pasar Indonesia pada 1980-an, kini hadir kembali. Tahun 2010 terjual Scooters sekitar 8 juta unit, sementara di Thailand hanya 1,7 juta. Di India terjual 11,3 juta unit dan di China 16 juta unit.Harian Financial Times (24/11/2011) menurunkan berita tentang banyaknya orang-orang kaya Indonesia yang membeli jet pribadi, Ferrari, yacht, dan apartemen mewah di London.Perekonomian Indonesia 2012 akan sangat tergantung pada permintaan domestik dengan dukungan daya beli kelas menengah yang terus meningkat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, hal ini tidak akan bertahan lama. Inflasi harus terkendali, sementara pasokan infrastruktur untuk memperbaiki kondisi logistik harus ditambah. Jika tidak, ekonomi Indonesia akan berujung gelembung (bubble economy).Di luar itu, kawasan Afrika oleh The Economist (3/12/2011) dianggap sebagai pesaing serius Asia. Sama dengan Indonesia, negara-negara di Afrika umumnya juga kaya sumber daya alam dan komoditas serta memiliki dividen demografi yang besar. Masalahnya pun sama dengan kita, yaitu pemerintah yang tak berdaya. Maka, seberapa cepat Indonesia mampu melakukan reformasi birokrasi, hal itu akan menjadi salah satu kunci keberhasilan kita. ● -
UU (Kedaulatan) Pangan
UU (Kedaulatan) PanganDwi Andreas Santosa, DOSEN FAKULTAS PERTANIAN IPB; AKTIF DI GERAKAN PETANISumber : KOMPAS, 9 Desember 2011Pada 23 September 2011, penulis berkesempatan mengunjungi kembali beberapa teman petani di lereng Merapi di Magelang dan Boyolali yang terkena dampak erupsi Merapi setahun sebelumnya.Selain bersilaturahim, penulis juga melihat ”dampak” sejumlah program seperti IPB Goes to Field 2011 dan beberapa aktivitas pendampingan yang kami lakukan bersama teman-teman dari gelanggang mahasiswa UGM (Gelanggang Emergency Response) dan yayasan Joglo Tani. Di banyak lokasi, pertanian mulai bergeliat kembali. Tanaman tembakau, sayur-sayuran, dan padi pelan-pelan mulai ditanam lagi meski belum mampu menggerakkan ekonomi petani sebagaimana sebelum erupsi Merapi, November 2010.Sangat disayangkan banyak sayuran yang dibiarkan tak dipanen di lahan karena ongkos panennya lebih tinggi dibandingkan dengan harga sayuran tersebut. Kejadian tersebut sangat ironis jika disandingkan dengan data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan total impor hortikultura naik 37,47 persen dan khusus sayuran 51,62 persen dibandingkan dengan periode sama 2010 (Kompas, 6/12/2011).Apa yang dialami petani lereng Merapi tersebut sudah berlangsung cukup lama. Bahkan, pada saat Lebaran dua bulan sebelumnya harga justru jatuh dan banyak petani mengalami kerugian cukup besar. Hal tersebut terjadi di wilayah yang berjarak hanya 45-60 menit dari pusat kota Yogyakarta dengan jalan aspal mulus tanpa hambatan. Bagaimana bagi sebagian besar wilayah Indonesia yang memiliki infrastruktur buruk? Jawaban yang pasti sudah ada di benak kita semua.Tidak hanya pada hortikultura, hal yang sama juga terjadi pada sejumlah komoditas lain. Pada awal tahun 2000 pemerintah membuka keran impor kedelai dan Pemerintah Amerika Serikat memberikan fasilitas bagi importir Indonesia melalui GSM 102. Selain itu, importir menerima fasilitas lain, yaitu kredit Impor dan Triple C. Harga kedelai impor saat itu sebesar Rp 2.300 per kilogram dan karena berbagai fasilitas yang diterima pengimpor, harga bisa ditekan menjadi hanya Rp 1.950, sedangkan biaya produksi petani kedelai di Jawa sebesar Rp 2.500 per kilogram.Sebelum krisis tahun 1998, impor kedelai dikendalikan sepenuhnya oleh importir tunggal Bulog. Melalui program IMF, Bulog diswastakan dan importir umum diperbolehkan mengimpor kedelai. Pada saat bersamaan, bea masuk diturunkan menjadi 10 persen hingga 0 persen.Dampak berantai kemudian terjadi, petani kedelai terpuruk yang berujung hancurnya program kedelai nasional yang pernah hampir mencapai swasembada pada awal tahun 1990-an.Beberapa hal tersebut merupakan contoh bagaimana kebijakan di bidang pangan dan pertanian semakin jauh dari upaya untuk menguatkan petani dan sistem pangan nasional. Banyak pihak sangat berharap dua RUU, yaitu RUU Pangan serta RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, bisa menjadi terobosan besar dalam mengurai berbagai permasalahan terkait pertanian dan pangan.UU Kedaulatan PanganDibandingkan dengan UU No 7/1996 tentang Pangan yang praktis hanya mengatur soal ”teknis pangan”, RUU Pangan jauh lebih maju. Nuansa politik pangan juga terasa kental dalam RUU tersebut. Tiga paradigma besar masuk sekaligus dalam RUU Pangan yang baru, yaitu kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Kedaulatan pangan sengaja ditempatkan paling depan. Sangat disayangkan istilah ini sekadar ditempelkan tanpa makna.Desentralisasi urusan pangan justru menjadi ”jiwa” RUU Pangan yang diperkirakan akan memperparah kondisi yang ada saat ini. Impor pangan dapat dilakukan oleh daerah-daerah dalam upaya menjaga ”cadangan pangan pemerintah”. Selain itu, masyarakat (baca: korporasi) juga mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan ”cadangan pangan masyarakat”. Impor yang seharusnya menjadi pilihan paling akhir bisa menjadi pilihan utama karena menggiurkan bagi para ”pemburu rente ekonomi”.Hal-hal tersebut tampaknya tidak disadari oleh para perumus RUU Pangan sehingga hampir semua pasal merupakan turunan dari konsep ketahanan pangan, padahal paradigma kedaulatan pangan justru berkebalikan (counterframe) dari ketahanan pangan (Benford and Snow, 2000). Ketahanan pangan dapat dibedakan berdasarkan skalanya, yaitu dari ketahanan pangan rumah tangga, regional, nasional, dan global, meskipun ”ketahanan” (security) hampir selalu berasosiasi dengan skala nasional (Lee, 2007).Ketahanan pangan nasional sering kali dipahami juga sebagai kemandirian pangan (food self-sufficiency) yang memiliki tiga elemen kebijakan pasokan pangan, yaitu prediksi/perencanaan, stabilitas, dan ketahanan. Untuk mencapai itu, strategi ketahanan pangan harus diletakkan dalam kerangka perdagangan internasional sebagaimana diatur Organisasi Perdagangan Dunia.Di skala internasional, negara-negara maju dan korporasi agribisnis mempromosikan peningkatan liberalisasi perdagangan pangan serta mengonsentrasikan produksi pangan ke tangan korporasi agribisnis besar. Kelebihan produksi mereka dilemparkan ke pasar internasional melalui dumping, suatu strategi perdagangan internasional yang menempatkan pangan di negara tujuan ekspor dengan harga di bawah biaya produksi di negara tersebut (Wittman dkk, 2010). Strategi ini terbukti menghancurkan sistem pertanian dan pangan di negara berkembang yang tidak mampu berkompetisi dengan komoditas pangan padat subsidi dari negara maju.Kedaulatan pangan secara radikal berbeda bahkan bertolak belakang dengan ketahanan pangan. Kedaulatan pangan menempatkan petani, pengedar, dan konsumen pangan pada jantung kebijakan dalam sistem pangan itu sendiri (Deklarasi Nyéléni 2007). Hal ini berbeda dengan pendekatan ketahanan pangan yang menyandarkan diri pada pasar dan korporasi serta mereduksi pangan sekadar sebagai komoditas perdagangan.Paradigma ketahanan pangan lebih dari sekadar hak atas pangan, tetapi meliputi dimensiyang jauh lebih besar dengan menghubungkan antara pangan, alam, dan komunitas sebagai satu kesatuan (Wittman dkk, 2010). Kedaulatan pangan mempromosikan reformasi agraria sejati, menempatkan sistem kendali sumber daya produktif (tanah, air, benih, dan sumber daya alam) ke tangan yang memproduksi pangan, mengarusutamakan sistem agroekologi, pasar, dan perdagangan lokal, pembebasan petani kecil dari ancaman privatisasi, serta mendukung hak petani untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di semua lini dan menetapkan sistem pangan dan pertanian mereka sendiri.Di level teori dan praksis, kedaulatan pangan memiliki potensi untuk mempercepat perubahan besar di dalam sistem pertanian, politik, dan sosial yang berkaitan dengan pangan. Kedaulatan pangan menghendaki kita berpikir ulang apa yang sebenarnya ”paling penting” dalam proses perubahan tersebut, menghendaki bahwa pangan tidak sekadar sebagai barang yang cara akses dan produksinya ditetapkan oleh pasar, serta memahami bahwa terdapat keterkaitan sosial dalam proses produksi, konsumsi, dan pertukaran pangan (Handy, 2007).Tahun 1999-2009 sudah enam negara di dunia mengintegrasikan kedaulatan pangan dalam legislasi nasional mereka. Pertanyaan selanjutnya sejauh mana negara mampu mengartikulasikan dalam undang-undang dan peraturan serta menciptakan struktur dan mekanisme untuk mengimplementasikan kedaulatan pangan yang akan berdampak pada transformasi sistem pertanian dan pangan yang saat ini dijalankan. Berdasarkan hal tersebut, RUU Pangan perlu dirumuskan ulang jika menghendaki Kedaulatan Pangan sebagai roh yang mewarnai pasal-pasal di dalam RUU tersebut, tak sekadar mencantumkan tanpa tahu makna sesungguhnya. ● -
Abai sejak dalam Pikiran
Abai sejak dalam PikiranSri Palupi, KETUA INSTITUTE FOR ECOSOC RIGHTSSumber : KOMPAS, 9 Desember 2011Menanggapi Amnesty International terkait konflik dan kekerasan di Papua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu menyatakan tak ada pelanggaran hak asasi manusia di Papua.Pernyataan presiden ini memunculkan dua persoalan. Pertama, presiden punya pandangan dan ukuran sendiri soal hak asasi. Kedua, pelanggaran hak asasi dipahami sebatas pelanggaran hak sipil politik yang tampak dalam bentuk tindakan kekerasan. Presiden tak memperhatikan akar soal kekerasan dan konflik berkepanjangan. Padahal, pada banyak kasus, pelanggaran hak sipil politik berakar pada pengabaian atas hak ekonomi, sosial, budaya. Dalam kasus Papua selama ini kita lebih banyak mendengar kematian warga akibat pelanggaran hak sipil politik dalam bentuk kekerasan. Sementara itu, ratusan warga Papua yang mati akibat penyakit dan buruknya pelayanan kesehatan tak cukup mendapat perhatian. Pada 2008, misalnya, tak kurang dari 173 orang Papua tewas akibat kolera.Kematian akibat penyakit dan buruknya layanan kesehatan masih berlangsung hingga sekarang karena 90 persen desa di Papua tak mendapat akses atas pelayanan publik dan 80 persen penduduk asli Papua hidup dalam kemiskinan. Sekolah-sekolah tingkat dasar di Papua bertahun-tahun dibiarkan tanpa guru dan buku. Semua kondisi yang menunjukkan penolakan terhadap hak ekonomi, sosial, budaya ini belum dilihat sebagai persoalan serius terkait pelanggaran HAM.Tak hanya dalam kasus Papua pemerintah abai terhadap pelaksanaan hak ekonomi, sosial, budaya. Dalam banyak kasus terkait kemiskinan dan pembangunan, pemerintah cenderung menolak hak ekonomi, sosial, budaya. Penolakan itu terjadi sudah sejak dalam pikiran!Sejak Dalam PikiranPenolakan terhadap hak ekonomi, sosial, budaya sudah dimulai sejak pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto (PDB) sebagai indikator pembangunan. Dengan memilih indikator ini, pemerintah menyadari konsekuensinya: kebijakan dan program pembangunan bias pada kalangan atas yang, meski jumlahnya kecil, berkontribusi tinggi terhadap PDB. Pemerintah mengesampingkan soal ketakadilan!Dalam pemerintahan yang mengedepankan citra, ketakadilan tentu saja tak boleh terkuak secara telanjang. Perlu ada mekanisme mengaburkannya melalui, misalnya, penetapan indikator kemiskinan dan pengangguran yang terlalu rendah. Pengangguran dihitung dengan ukuran bekerja kurang dari satu jam dalam seminggu, yang jauh dari standar internasional: 35 jam per minggu.Dalam hal ini pemerintah memaksakan anggapan bahwa dengan bekerja satu jam seminggu orang sudah dapat hidup layak. Sementara itu, kemiskinan diukur dengan garis kemiskinan yang nilainya kurang dari Rp 8.000 sehari. Dengan penghasilan kurang dari Rp 8.000 per hari, orang dianggap bisa makan kenyang dan memenuhi kebutuhan sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.Selain tak logis, penggunaan indikator seperti itu juga tak manusiawi dan berpotensi melanggar HAM. Jutaan orang miskin bisa kehilangan akses mendapatkan intervensi dari pemerintah hanya karena kondisi mereka berada sedikit di atas kriteria yang ditetapkan pemerintah.Padahal, dalam perspektif hak asasi, kemiskinan bukanlah sekadar perkara kurangnya pendapatan, tetapi juga perkara hilangnya kapabilitas dan peluang hidup bermartabat, rentan, dan tak berdaya. Kemiskinan adalah kondisi tak terpenuhinya hak asasi. Karena itu, dalam mengatasi kemiskinan dengan perspektif HAM, kelompok miskin tak dipandang sebagai korban yang tak punya daya, tetapi sebagai subyek hukum sekaligus aktor yang memiliki hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.Indikator (kemiskinan) itu sendiri pada dasarnya memiliki peran sebagai penunjuk arah kebijakan yang perlu diambil pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Dengan memilih indikator yang jauh dari norma hak asasi, pemerintah membatasi kebijakannya sekadar untuk mengatasi kemiskinan absolut dan bukan untuk menjalankan hak ekonomi, sosial, budaya.Potret pelanggaran hak ekonomi, sosial, budaya tak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Melambungnya harga bahan kebutuhan pokok melatarbelakangi serangkaian kematian warga miskin pada awal 2011 akibat kegagalan memenuhi kebutuhan dasar pangan. Rentan pangan dan gizi warga tampak dari fakta: dari 33 provinsi, hanya 8 provinsi yang memiliki prevalensi penderita masalah gizi di bawah 15 persen. Mayoritas provinsi masih di atas 20 persen. Angka penderita gizi kronis secara nasional masih sangat tinggi: 35,6 persen.Meski prevalensi anak balita penderita masalah gizi dinyatakan terus menurun, pemerintah sendiri menilai penurunan itu tak signifikan. Soalnya, komitmen pemerintah membiayai pelayanan kesehatan masih sangat rendah, terlihat dari pos anggaran untuk kesehatan yang kurang dari 2 persen dan menurunnya kegiatan posyandu hingga 40 persen. Selain itu, masih ada problem terkait akurasi data kesehatan dan gizi, termasuk angka kematian ibu.Rawan PanganDi tengah ancaman rawan pangan, para petani selaku produsen pangan utama masih dihadapkan pada konflik agraria. Empat bulan pertama tahun 2011 konflik agraria membuat 11 petani kehilangan nyawa, puluhan petani terluka, ratusan rumah dan tanaman rusak.Belum lagi peningkatan lahan kritis yang mencapai 2,8 juta hektar per tahun dan alih fungsi lahan yang tak dikendalikan. Tak heran, ketika angka kemiskinan dinyatakan kian turun, orang miskin di pedesaan justru meningkat dari 63,35 persen (2009) menjadi 64,23 persen (2010).Di sektor lingkungan hidup, kajian Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2011 menunjukkan ada tren peningkatan bencana di Indonesia, dari 190 kejadian (2002) menjadi 930 kejadian (2010). Peningkatan ini tak terlepas dari status Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Dari 180 juta hektar hutan yang ada di Indonesia, tinggal 23 persen saja atau 43 juta hektar yang masih terbebas dari rusak.Di sektor perburuhan, pemerintah gagal mewujudkan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri. Rendahnya kualitas perlindungan terlihat dari fakta bahwa dalam satu tahun terakhir, 100 TKI meninggal di Arab Saudi tanpa pembelaan.Sementara itu, Migrant Care mencatat tahun 2009 sedikitnya 1.018 TKI meninggal di luar negeri dan tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 1.075 orang. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, revisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI, dan janji ratifikasi konvensi perlindungan pekerja migran belum jelas nasibnya.Di bidang pendidikan, akhir 2011 ditandai oleh ambruknya sejumlah bangunan sekolah di daerah dan kota-kota besar. Meski Presiden SBY berjanji perbaikan bangunan sekolah rusak akan selesai pada 2008, kenyataannya masih terdapat 20,97 persen bangunan SD dan 20,06 persen bangunan SMP rusak.Kalau bangunan sekolahnya saja roboh, sulit bicara soal mutu pendidikan. Dari 201.557 sekolah yang ada, hanya 10,15 persen yang memenuhi standar nasional pendidikan. Bisa dimengerti, peringkat Indonesia dalam Indeks Pembangunan Pendidikan untuk Semua pada 2011 turun dari posisi ke-69 ke posisi ke-65 dari 127 negara. Salah satunya disebabkan tingginya angka putus sekolah di jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak SD putus sekolah setiap tahun. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia juga merosot tajam, dari posisi ke-108 (dari 169 negara) menjadi ke-124 (dari 187 negara).Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, Budaya menegaskan bahwa negara wajib menjalankan setiap hak yang dijamin dalam kovenan dengan maksimum sumber daya yang ada. Untuk itu, negara wajib melakukan berbagai langkah menjalankan sepenuhnya hak yang ada dalam kovenan melalui langkah legislatif, administratif, yudisial, ekonomi, sosial, dan edukasi.Selain langkah legislatif, pemerintah belum banyak melakukan kewajiban untuk merealisasikan hak. Salah satu hambatan melaksanakan hak ekonomi, sosial, budaya adalah pilihan kebijakan ekonomi yang pro-pasar bebas, minimnya pendidikan publik terkait hak ekonomi, sosial, budaya, dan berlangsungnya impunitas terhadap pelaku pelanggaran hak.Berlangsungnya impunitas ini diperburuk belum adanya mekanisme komplain dan penyelesaian pelanggaran hak melalui jalur pengadilan serta pemulihan dan rehabilitasi korban. Berbeda dengan hak sipil politik; hak ekonomi, sosial, budaya masih dianggap bukan hak asasi.Selain disahkannya UU Penanggulangan Fakir Miskin dan UU Badan Pengelola Jaminan Sosial, satu kemajuan patut dicatat terjadi pada tahun 2011. Pemerintah terbuka mengaku ihwal ketakakuratan data statistik di bidang kesehatan dan gizi, produksi dan konsumsi, guru, dan kemiskinan.Hak ekonomi, sosial, budaya sudah terjadi sejak dalam pikiran dalam bentuk pengukuran kemiskinan dengan angka: manipulasi angka kemiskinan dan menjadikan pengurangan kemiskinan absolut tujuan utama, bukan pencapaian kesejahteraan. ● -
ASEAN di Tengah Percaturan Dunia
ASEAN di Tengah Percaturan DuniaFaustinus Andrea, PEMERHATI MASALAH KEAMANAN ASIA PASIFIK, STAF CSIS JAKARTASumber : KORAN TEMPO, 9 Desember 2011Pernyataan Kimihiro Ishikane, Deputi Direktur Jenderal Kawasan Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri Jepang, tentang ASEAN akan menjadi pusat percaturanterbesar kedua di dunia setelah kawasan Timur Tengah, menarik dicermati. Pada persiapan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-19 dan KTT terkait lainnya di Bali, pertengahan November 2011, Ishikane juga mengatakan kini banyak negara dan kelompok kepentingan ingin bermain di ASEAN, setelah kawasan ini mengalamiperubahan dramatis sejak 2003.Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kawasan Asia Tenggara telah membuat negara-negara yang tergabung dalam ASEAN menjadi salah satu pusat kekuatan dunia. Perkembangan kerja sama secara multilateral di kawasan Asia-Pasifik, seperti APEC, G-20, KTT ASEAN, KTT ASEAN+1, KTT ASEAN+3, dan KTT Asia Timur, dalam dekade sekarang ini telah mengembalikan pamor Asia, khususnya ASEAN. Arsitektur ASEAN dan arsitektur lainnya, seperti ASEAN Regional Forum, Shangri-La Dialogue, dan Jakarta International Defence Dialogue, makin memperkuat ASEAN sebagai organisasi regional di mata dunia.Meski demikian, di tengah harapan besar tersebut, dan saat ASEAN sedang menghadapi tantangan untuk mempertahankan sentralitasnya agar tidak terjebakdi tengah-tengah pertarungan politik negara-negara besar, seperti Amerika Serikatdan Cina, ASEAN tampak “limbung” sebagai kekuatan penyeimbang dan pemersatudi kawasan. ASEAN tampak kewalahan dengan berbagai manuver politik Amerika dan Cina dalam unjuk kekuatan militer di Asia-Pasifik. Akankah ASEAN masuk percaturansengit kedua negara itu? Bagaimana ASEAN adaptif menghadapi pertarungan itu dan makin memperkuat integritas internalnya sebagai kekuatan dunia?Rivalitas Amerika-CinaDalam kondisi dunia yang tidak menentu seperti sekarang ini, manuver Amerika dan Cina membuat tingkat eskalasi konflik di kawasan Asia-Pasifik meningkat. Penempatan2.500 anggota pasukan marinir Amerika di Darwin,Australia utara, dan latihan perang Angkatan Laut Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA) Cina di Samudra Pasifik Barat dapat memicu perang baru di kawasan.Kebijakan Presiden Barack Obama tentang penempatan pasukan, yang diumumkan secara resmi beberapa hari menjelang kedatangannya di Bali untuk menghadiri KTT Asia Timur, 19 November 2011, itu mengundang reaksi banyak kalangan. Tapi, bagi Obama, kehadiran militer Amerika di Asia-Pasifik untuk kekuatan Pasifik. Sebelumnya,Obama malah menyalahkan Cina sebagai biang keladi sengketa di Laut Cina Selatan (LCS). Cina sering bersitegang dengan Vietnam dan Filipina terkait dengan soal perbatasan di LCS, serta dengan Jepang di Laut Cina Timur. Bahkan, kata Obama, konflik LCS dapat menjadi “titik api” perang baru di Asia.Sementara itu, melalui Perdana Menteri Wen Jiabao, Cina mengecam kebijakan Obama yang mengungkit soal sengketa di LCS dan pendekatan kekuatan terkait dengan sengketa itu bisa menjadi bumerang yang membahayakan kawasan. Kantor berita Xinhua memberitakan, masalah LCS harus diselesaikan secara langsung olehnegara-negara berdaulat melalui “konsultasi dan negosiasi bersahabat”tanpa turutcampur Amerika.Amerika tidak bergeming atas sikap Cina itu. Bahkan, jauh sebelumnya, melalui Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton, di Thailand telah ditandatangani Pakta Kerja Sama dan Persahabatan (TAC) pada Juli 2009. Penandatanganan TAC ini dapat diartikan sebagai politik pembendungan pengaruh Cina di Asia Tenggara, yang akhir-akhir ini semakin kuat. Sementara itu, penempatan pasukan prajurit marinir Amerika di Darwin dinilai sebagai antisipasi agresi Cina di Asia-Pasifik. Dengan kata lain, kehadiran Amerika paling tidak dapat mengurangi kekhawatiran banyak negara akan meningkatnya pengaruh Cina di kawasan.The Big ThreeDalam artikel Kompas yang ditulis I.Wibowo, yang menyitir Parag Khanna (majalahNYT, 27 Januari 2008), disebutkan, dunia yang memasuki abad ke-21 akan dikuasaiThe Big Three, yaitu Amerika, Uni Eropa, dan Cina. Adapun negara-negara lain yang sering disebut sebagai the emerging markets disebutnya sebagai second world, yang akan menjadi tempat persaingan dan pertarungan The Big Three tersebut. Lebih jauh disebutkan bahwa tiaptiap kekuatan itu akan beroperasi di wilayah mereka sendiri, meski tidak tertutup kemungkinan mereka juga saling menyusupi wilayah tersebut. Uni Eropa bergerak di Afrika dan Timur Tengah, Amerika di Amerika Utara dan Amerika Selatan, sedangkan Cina bergerak di Asia Timur.Selain Amerika, Uni Eropa, dan Cina, menurut Robert Kagan, kekuatan lain sebagainegara yang dianggap punya pengaruh adalah Rusia, Jepang, India, dan Iran. Dalam buku The Return of History and the End of Dreams (2008), Kagan menghitung bahwa dunia akan dikuasai oleh negara-negara itu. Negara-negara kecil tidak masuk dalam hitungan. Baik Khanna maupun Kagan sepakat pengaruh Amerika kini tidak lagi sebesar pada masa lalu. Amerika kini bukan lagi sebagai hegemon dunia, meski masih dianggap sebagai adikuasa (superpower). Adapun kekuatan lain, yang disebut sebagai great powers, yang dilihat menjadi pemegang kekuatan nyata, baik secara ekonomi maupun militer, adalah Cina (I.Wibowo, 2009).Perisai EkonomiBagaimana ASEAN makin asertif di tengah struktur dunia yang multipolar menjadi tantangan tidak ringan. Baik Amerika maupun Cina saat ini berusaha menjadi negara paling berpengaruh di kancah perekonomian global. Karena itu, rivalitas ekonomi dan politik antara Amerika-Cina harus dimanfaatkan dan diarahkan untuk keuntungan ASEAN, bukan untuk diserahkan, apalagi dikuasai oleh mereka.ASEAN, dengan jumlah penduduk 558 juta, pertumbuhan ekonomi 7,5 persen pada 2010, jauh di atas pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 4,8 persen, secara paralel dapat tumbuh bareng dengan negara Asia lainnya, mengingat 60 persen dari 7 miliar penduduk dunia tinggal di Asia. Jika komunitas ASEAN 2015 diimplementasikan secara konsisten, ASEAN akan menjadi pasar tunggal raksasa dengan tenaga kerja dan kekayaan alamnya yang menjadi basis produksi yang menjanjikan. Integrasi ekonomi ASEAN akan berarti dihapuskannya semua hambatan investasi dan perdagangan, baik tarif maupun nontarif, serta diharmonisasi dan disederhanakannya berbagai regulasi. Konektivitas ASEAN dengan memperbaiki infrastruktur transportasi juga menjadi bagian penting yang harus dikembangkan.Dengan integrasi dan interdependensi yang makin solid dengan kekuatan-kekuatanekonomi besar di Asia, seperti Cina, India, Jepang, dan Korea Selatan, ASEAN berpeluang menjadi bagian penting dari emerging economies yang akan menjadi alternatif pertumbuhan ekonomi dunia pada saat ekonomi Amerika dan Uni Eropa masih terus dibayangi krisis (Syamsul Hadi, 2011). Dengan demikian, di tengah percaturan dunia saat ini, kekuatan ekonomi ASEAN yang sedang tumbuh dapat menjadi perisai dan bagian penting dari Asia sebagai pusat globalisme baru. ● -
Hari Antikorupsi dan Pimpinan Baru KPK
Hari Antikorupsi dan Pimpinan Baru KPKIrman Gusman, KETUA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA (DPD RI)Sumber : SINDO, 9 Desember 2011Hari ini masyarakat dunia merayakan Hari Antikorupsi. Di tengah geliat antikorupsi yang sedang tumbuh setelah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru terbentuk, kita dikagetkan oleh adanya temuan PPATK tentang 10 pegawai negeri sipil (PNS) muda yang memiliki rekening miliaran rupiah.
SINDO mengulasnya pada edisi (8/12/2011) dengan judul “Kasus Rekening PNS Muda Sistemik”. Temuan PPATK tersebut menambah daftar tugas pimpinan KPK yang baru. Kita tahu, masyarakat berharap banyak kepada pimpinan KPK untuk segera menyelesaikan kasus Bank Century, Nazaruddin, Gayus, Nunun, mafia pajak, dan berbagai kasus megakorupsi, termasuk temuan PPATK tersebut.Tugas ini memang tidak ringan karena berbagai kepentingan politik saling tersandera. Namun, pada Hari Antikorupsi Sedunia hari ini,pimpinan KPK harus menjadikan momentum ini untuk segera melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja pemberantasan korupsi.
Pertama, KPK mendapatkan legitimasi politik sebagaimana diberikan UU. Setelah masyarakat menunggu sekian lama, melalui proses seleksi yang cukup panjang dan ketat, pimpinan KPK yang baru telah ditetapkan sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Persoalannya, mampukah KPK menjadikan modal legitimasi ini untuk melakukan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu dan menyentuh persoalan korupsi yang besar?
Kedua, dukungan masyarakat kepada KPK juga tinggi.Sebagaimana kita amati bersama, pada saat proses seleksi pimpinan KPK,dukungan masyarakat begitu besar,baik melalui media koran, televisi maupun media sosial Facebook dan Twitter. Ini bukti bahwa masyarakat menaruh harapan yang tinggi kepada pimpinan KPK yang baru yangdipimpin AbrahamSamad, tokoh muda antikorupsi dari daerah.
Lalu mampukah pimpinan KPK yang baru memenuhi harapan besar masyarakat untuk menjadikan negeri ini bebas dari korupsi atau minimal berkurang dari praktik korupsi? Kedua pertanyaan yang diajukan di atas memiliki relevansi yang sangat kuat dengan konteks perayaan Hari Antikorupsi Sedunia hari ini. Kita tahu bahwa korupsi merupakan musuh bersama, tidak hanya kita di dalam negeri, tapi masyarakat dunia juga memiliki perhatian yang besar terhadap agenda pemberantasan korupsi.
Korupsi bukan sekadar perbuatan melawan hukum, melainkan juga kejahatan kemanusiaan yang memiliki dampak buruk yang serius terhadap keberlangsungan umat manusia. Korupsi bahkan bisa menjadi salah satu faktor penyebab negara gagal (failed state).
Dalam studi Noam Chomsky, Failed States: The Abuse of Power and the Assault on Democracy (2006), karakteristik negara gagal (failed state) antara lain: negara tidak memiliki kemampuan melindungi warga negara dari berbagai bentuk kekerasan, tidak terjaminnya hak-hak warga negara,lemahnya institusi demokrasi,sikap agresif yang sewenang-wenang dari pemerintah, lemahnya penegakan hukum, serta maraknya penyalahgunaan kekuasaan.
Artinya,dalamhalinikorupsi merupakan ancaman yang sangat serius. Jika korupsi tidak diberantas,itusamaartinya kita membiarkan kapal besar Indonesia ini segera karam dan tenggelam. Memang mengerikan, tapi itulah kemungkinan yang bisa saja terjadi.Apalagi kalau kita melihat fakta bahwa kita pernah mendapat julukan sebagai negara terkorup.
Tahun 2010, hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) di 16 negara tujuan investasi di kawasanAsia Pasifik,yakniAustralia, India, Malaysia,Taiwan, Kamboja, Filipina,Thailand,China, Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Hong Kong, Makao, Korea Selatan, dan Vietnam, menempatkan Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang paling korup dengan skor 9.07 dari nilai 10.
Kita lihat juga Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan Transparansi Internasional Indonesia pada 2011 yang baru saja dirilis.Indonesia berada di peringkat ke-100 dari 183 negara dengan skor 3,0, naik 0,2 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,8.Posisi tersebut berada bersama 11 negara lainnya, yakni Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko,Sao Tome & Principe, Suriname,dan Tanzania.
Kedua survei di atas menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi belum dilakukan secara maksimal. Meskipun sudah ada KPK dan pengawasan sudah ditingkatkan, praktik penyalahgunaan kekuasaan juga masih cukup besar. Padahal,kita sering disebut sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia di masa depan, emerging economic. Pada 2025 Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu dari 10 kekuatan ekonomi dunia dengan perkiraan pendapatan per kapita mencapai USD15.000.
Juga pada tataran ekonomi global, Indonesia diperkirakan bersama Brasil, China, India, Korea Selatan, dan Rusia berpotensi menguasai separuh tingkat pertumbuhan ekonomi global. Namun, potensi ekonomi yang besar tersebut dapat terhambat jika korupsi dibiarkan tumbuh subur, baik di pusat maupun daerah. Pertanyaannya, di mana letak kelemahan pemberantasan korupsi selama ini? Jawabannya tentu pengawasan saja tidak cukup.
Perlu keberanian dari pimpinan KPK yang baru untuk melakukan pencegahan dan penindakan. Pesan Hari Antikorupsi Sedunia ini harus dijadikan sebagai spirit bagi pimpinan KPK yang baru. “Indonesia bebas korupsi, Indonesia bersih dan bermartabat.” Barangkali itulah yang ingin saya katakan di Hari Antikorupsi Sedunia ini.
● -
Mempermalukan Pelaku Korupsi
Mempermalukan Pelaku KorupsiTriyono Lukmantoro, DOSEN JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FISIP UNDIP SEMARANGSumber : SUARA MERDEKA, 9 Desember 2011Sudah terlalu banyak pelaku korupsi tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wajah, tubuh, dan identitas lengkap mereka tampil sebagai pemberitaan utama media massa. Tapi kejadian semacam itu terus berulang. Demikian juga, sudah amat banyak terpidana korupsi dijebloskan ke penjara. Selama persidangan pun media massa memberikan sorotan intensif. Hanya saja semua itu menjadi ritual rutin yang tidak bisa memberikan efek jera. Para koruptor bagaikan memiliki watak tidak mengenal rasa malu dan rasa bersalah.Lalu hukuman berat apa yang pantas dihunjamkan kepada koruptor itu? Pidana mati, kemungkinan besar, sangat cocok. Namun, jika dikaitkan dengan pertimbangan kemanusiaan, hukuman itu tidak relevan dilakukan. Terlebih lagi terdapat pemahaman mendalam bahwa urusan hidup dan mati berada di tangan Tuhan.
Usulan yang lebih sesuai dengan rasa kemanusiaan bergulir dalam Konferensi Tahunan Advokat Internasional, International Bar Association (IBA) Annual Conference 2011, di Dubai, Uni Emirat Arab. Kegiatan itu membahas gerakan bersama memerangi penyuapan, korupsi, dan pencucian uang. Advokat sedunia pun membangun kesadaran bahwa korupsi sangat menyengsarakan rakyat. Hoyer E Mayer, Wakil Ketua Komisi Antikorupsi IBA, menyatakan sanksi apa pun bagi pelaku korupsi harus gencar dipublikasikan sehingga lebih banyak orang yang mengetahuinya. Hal ini akan memberikan efek malu bagi pelakunya (Kompas, 07/11/11).
Hukuman yang memberikan rasa malu kepada pelaku korupsi harus dicoba. Publikasi gencar adalah salah satu mekanisme. Tidak dalam bentuk pemberitaan kolosal saat koruptor diadili karena dalam situasi itu, koruptor dapat berlaku sebagai pihak teraniaya. Sekian bukti bisa disodorkan. Sekian banyak pembela juga dihadirkan.
Usulan menarik untuk mempermalukan koruptor dikemukakan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, yaitu membuat ”kebun” bagi koruptor seperti layaknya kebun binatang. Kebun ini didirikan di 33 provinsi. Mahfud mengakui gagasannya dapat disebut gila. Namun ia mendalihkan bahwa koruptor tidak lebih sebagaimana halnya binatang. Publik nantinya bisa menyaksikan kebinatangan pelaku korupsi di kebun koruptor. Melalui cara ini rasa malu dimunculkan sehingga ada efek jera.
Gagasan itu secara sekilas memang kontroversial, tapi layak dipertimbangkan. Tidak ada alasan kemanusiaan yang dilanggar mengingat yang dilakukan sekadar memamerkan kebinatangan koruptor. Justru, aspek penyampaian pesannya lebih efektif. Dalam perspektif komunikasi, pesan efektif adalah impresi yang mudah diingat secara kognitif, menimbulkan kesan mendalam dari sisi afektif (sikap), dan menghadirkan perubahan perilaku yang signifikan. Itulah yang disebut efek jera dengan memberikan perasaan malu sehingga yang menyaksikannya tak berani menirunya.
Kontrol Perilaku
Mempermalukan pelaku kejahatan sebenarnya bukanlah usulan baru. John Braithwaite, ahli kriminologi dari Australia, mengemukakan teori tentang bagaimana mempermalukan dapat digunakan mengontrol perilaku masyarakat. Mempermalukan dalam kaitan ini merujuk pada penghunjaman perasaan bersalah bagi penjahat. Terdapat dua tipe untuk mempermalukan penjahat.
Pertama; disintegratif. Dalam domain ini, penjahat dihukum melalui stigmatisasi, yakni ditolak atau disingkirkan dari masyarakat. Teknik ini cocok dalam masyarakat yang memiliki relasi sosial yang lemah. Kedua; reintegratif, yaitu memperlakukan lebih positif, dengan cara memberi pemahaman, pengampunan, dan bahkan penghormatan. Hal yang amat dibenci adalah perbuatannya yang berdosa, sementara si pendosa tetap dicintai. Metode ini cocok dilakukan pada situasi masyarakat yang memiliki relasi sosial kuat.
Hukuman dengan teknik mempermalukan yang dikemukakan Braithwaite dapat diterapkan terhadap koruptor di Indonesia. Hanya saja terdapat catatan tersendiri.
Sekali pun ikatan sosial dalam masyarakat kita cukup kuat, pelaku korupsi pantas mendapat hukuman dipermalukan yang bersifat disintegratif. Jika hanya memberi pemahaman, pengampunan, atau penghormatan, mereka tidak akan pernah merasa malu dan bersalah.Bagi mereka, korupsi telah menjadi agenda yang harus dijalankan. Dalam situasi demikian, memberikan stigma (label paling buruk), entah sebagai pengkhianat rakyat atau pembunuh kemaslahatan umat, dan bahkan dikerangkeng layaknya binatang untuk dipertontonkan, pantas digulirkan.
● -
PAN dan Kelanjutan Reformasi
PAN dan Kelanjutan ReformasiBahtiar Effendy, GURU BESAR ILMU POLITIK UIN JAKARTASumber : SINDO, 9 Desember 2011Ketika reformasi digulirkan pada 1998, yang berujung dengan berhentinya Presiden Soeharto dari kekuasaan yang digenggamnya selama tiga dasawarsa lebih, banyak orang berharap bahwa kehidupan sosial, ekonomi, dan politik Indonesia akan berubah.
Harapan itu,untuk sebagian, telah terpenuhi. Sampai tingkat tertentu Indonesia telah berubah. Seandainya tidak bisa disebut berubah, sekurang-kurangnya selama 13 tahun terakhir situasi negeri ini sudah berbeda. Relaksasi dan liberalisasi politik merupakan bagian terpenting dari situasi yang berbeda atau berubah itu.Jika pada masa pemerintahan Orde Baru kehidupan politik boleh dikatakan bersifat berpusat pada negara (state-centered), sejak Reformasi 1998 hal itu berganti—tertransformasikan menjadi berpusat pada rakyat (society-centered).Ini dalam artian bahwa kehendak rakyat untuk berhimpun di dalam lembaga atau kekuatan politik tak lagi dihalang-halangi.
Begitu juga halnya dengan soal keinginan untuk mengekspresikan aspirasi dan kepentingan. Demikian liberalnya kehidupan politik itu, khususnya pada masa-masa awal reformasi, sampai-sampai muncul partai politik dalam jumlah yang sangat banyak. Enam bulan setelah Soeharto mundur, tercatat ada 181 partai politik. Beberapa tahun kemudian, sebagaimana terdaftar pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, jumlah itu bertambah mencapai angka 200-an.
Demokratisasi politik menjadi semakin kokoh ketika pemilihan umum dilakukan secara langsung,bebas,dan rahasia— dalam pengertian yang sebenarnya.Dalam skala masif rakyat tak lagi merasa takut dan terintimidasi. Melengkapi itu semua,pemilihan presiden, gubernur, bupati/walikota akhirnya juga dilakukan secara langsung.
Sayangnya prosedur-prosedur kehidupan kenegaraan yang demokratis dan terbuka itu belum sepenuhnya membuahkan sesuatu yang menjadi makna atau saripati dari pemerintahan. Inti dari didirikannya sebuah negara adalah untuk menjaga keamanan warga dan menyejahterakan kehidupan mereka.
Hakikat dari digulirkannya reformasi pada 1998 adalah untuk mengubah praktik-praktik ekonomi politik yang menghalangi percepatan pencapaian dua tujuan ganda tersebut. Dalam kerangka itu, dapat dipahami jika masih muncul suara-suara yang mengingatkan kita untuk kembali kepada apa yang menjadi api dari Reformasi 1998.
Kata-kata yang sering didengar bahwa reformasi telah “dibajak”,“diselewengkan”,“ gagal”,dan sebagainya pada dasarnya merupakan ekspresi bahwa memang masih banyak hal yang belum bisa dicapai.
Posisi PAN
Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan kekuatan terdepan di dalam menggelorakan Reformasi 1998. Setidaknya, melalui tokoh-tokohnya, para pendiri kekuatan politik ini, reformasi berhasil menuntaskan kesediaan Presiden Soeharto untuk mundur.Tidak ada tokoh yang paling memberi bobot gerakan ketika itu kecuali Amien Rais yang kemudian memimpin PAN.
Dalam konteks itu, yaitu konteks kepioniran pengguliran reformasi,adalah wajar jika masyarakat menuntut PAN untuk bertanggung jawab atas belum terwujudnya reformasi yang bermakna.Memang,PAN bisa menepis tuntutan itu dengan mengatakan bahwa kehidupan pascareformasi tidak secara dominan diarahkan dan dikendalikan oleh dirinya.
Dengan kata lain, bukan PAN yang mendominasi jagat elektoral Indonesia. Tidak seperti yang diharapkan banyak pengamat, pada Pemilu 1999 PAN memperoleh 7,4%. Perolehan sebesar itu menempatkan PAN pada posisi tengah kekuatan elektoral politik di Tanah Air—bersamasama dengan PKB dan PPP.
Kenyataan ini tidak hanya mengejutkan banyak pihak, tetapi juga pimpinan PAN sendiri. Meski demikian, posisi tengah tersebut dapat dimanfaatkan dengan sangat baik oleh PAN. Melalui kepemimpinan Amien Rais, yang juga ketua MPR, PAN tetap mempertahankan simbol kepioniran reformatif—termasuk dalam mengoreksi kepemimpinan eksekutif di bawah Presiden Abdurrahman Wahid.
Akan tetapi, kinerja PAN yang cukup baik di parlemen itu—dengan Hatta Rajasa,AM Fatwa, Patrialis Akbar, Afni Achmad, dan lain-lain sebagai penggeraknya—tidak berpengaruh positif bagi kenaikan perolehan suara partai. Pada Pemilu 2004, perolehan suara PAN justru turun drastis (6,4%).
Memang, karena peta dukungan yang menyebar ke luar Jawa di mana “harga”kursi relatif “murah”,jumlah kursi PAN di DPR untuk periode 2004–2009 jauh lebih banyak daripada pe-riode 1999–2004 (34 berbanding 52). Ketika Sutrisno Bachir menggantikan Amien Rais sebagai ketua umum PAN pada 2005,ia bermodifikasi sedikit di dalam menjalankan roda kepemimpinan partai.
Dalam pandangannya, kekuatan elektoral PAN akan dapat ditingkatkan jika partai melebarkan sayap dukungan kepada kalangan lain yang bukan pendukung inti partai.Ketikapartaididirikan, pendukung utamanya adalah Muhammadiyah, masyarakat terdidik dan urban. Untuk keperluan diversifikasi dukungan itulah Sutrisno Bachir berhubungan dengan kalangan Nahdlatul Ulama dan masyarakat “bawah”.
Dalam konteks politik yang berdasarkan pada prinsip “satu orang satu suara”, pembilahan atau strata sosial-ekonomi menjadi tidak begitu penting dalam hal pengindentifikasian karakter pendukung partai. Sutrisno Bachir telah berusaha.
Kendati apa yang dilakukan tidak mendatangkan hasil yang diinginkan, setidaknya perolehan PAN tidak melorot drastis sebagaimana yang dialami oleh partai-partai tengah yang lain seperti PPP dan PKB. Kekuatan elektoral PAN turun sedikit dalam hal perolehan suara dibandingkan pemilu sebelumnya (6,01%).Tapi jumlah kursi berkurang,menjadi 46.
Kepemimpinan Hatta Rajasa
Kini kepemimpinan PAN berada di tangan Hatta Rajasa, salah seorang kader partai dengan sumber daya politik yang sangat besar: pengalaman dan kewenangan. Sejak awal berdirinya partai, Hatta merupakan kader yang terus-menerus memegang posisi penting. Hal ini bukan hanya menandai kefasihan dia terhadap situasi politik Indonesia pasca-Orde Baru, tetapi juga menunjukkan keluwesan dia dalam berpolitik, baik terhadap konstituen PAN maupun kolegakolega politik yang lain.
Posisi-posisi penting yang pernah dan sedang didudukinya, baik di dalam partai, parlemen maupun birokrasi,menjadikan dirinya sebagai pribadi politik dengan kewenangan yang diperhitungkan.Akankah semua itu berarti banyak bagi peningkatan kekuatan elektoral PAN pada Pemilu 2014?
Jawaban yang pasti hanya bisa diberikan ketika Pemilu 2014 itu sendiri usai. Yang jelas adalah bahwa dewasa ini partai politik sedang tidak menjadi komoditas favorit bagi publik. Berbagai survei menunjukkan naiknya kekecewaan dan ketidakpercayaan publik terhadap partai politik. Dalam kerangka itu, tantangan partai politik menjadi sangat besar.
Tak terkecuali PAN, mereka dituntut untuk merebut kembali kepercayaan rakyat, memenangi kembali hati dan nurani mereka. Tanpa itu,jangan diharap dukungan rakyat pada Pemilu 2014 akan mengalir. Konteks tantangan yang dihadapi pada dasarnya bersumber dari cita-cita reformasi yang belum tercapai. Bahkan dalam pandangan sebagian anggota masyarakat, reformasi telah diselewengkan.
Karena itu, sebagai partai yang berdiri di garis terdepan reformasi,PAN dituntut untuk mengembalikan jalur. Jalur politik dan pemerintahan yang bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketenangan, dan kenyamanan rakyat di satu pihak serta kesejahteraan sosial-ekonomi mereka di pihak lain. Masa dua tahun hingga Pemilu 2014 digelar bukanlah masa yang lama.
Persiapan yang sungguh-sungguh harus segera dilakukan meski sekadar untuk mempertahankan posisi tengah dalam hal dukungan elektoral. Keinginan untuk memperoleh kenaikan suara secara signifikan bukan merupakan hal yang harus diperbincangkan. Sebaliknya, soal itu harus segera dicerminkan dalam tindakan yang konkret.
Amien Rais telah memulai dan sampai tingkat tertentu menempatkan PAN pada posisi yang diperhitungkan dalam percaturan politik Indonesia. Sutrisno Bachir sudah berusaha untuk melakukan diversifikasi dukungan bagi PAN. Tugas Hatta Rajasa adalah mengonsolidasikan berbagai sumberdaya yang ada untuk mengembalikan semangat berpolitik yang reformis di satu pihak dan meningkatkan kekuatan elektoral PAN di pihak lain.
● -
PAN, Koalisi, dan Parliamentary Threshold
PAN, Koalisi, dan Parliamentary ThresholdBawono Kumoro, PENELITI POLITIK THE HABIBIE CENTERSumber : SINDO, 9 Desember 2011Partai Amanat Nasional (PAN) akan menggelar rapat kerja nasional (rakernas) pada 9–11 Desember 2011 di Jakarta. Menjelang dihelatnya momen penting ini, muncul seruan di lingkup internal partai untuk melakukan reposisi keanggotaan PAN di dalam koalisi pendukung pemerintah.
gkalnya adalah kekecewaan terhadap dua anggota koalisi lainnya, Partai Demokrat dan Partai Golkar, mengenai revisi Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD,dan DPRD. Kondisi ini merujuk pada daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah yang mengusulkan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold/ PT) sebesar 4% sesuai dengan keinginan Partai Demokrat.Kemudian, jumlah kursi per daerah pemilihan (dapil) sebanyak tiga hingga enam, yang merupakan permintaan Partai Golkar. Sejauh ini memang dua partai tersebutlah yang mendominasi perdebatan di dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi sehingga menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan anggota Setgab lainnya yang menginginkan adanya kesetaraan.
Koalisi Ideal
Kombinasi presidensialisme dan multipartai di berbagai negara terbukti sulit untuk mewujudkan demokrasi yang stabil. Di antara berbagai contoh sistem presidensial yang stabil, hanya Cile yang memiliki sistem multipartai.Pada titik inilah penyederhanaan jumlah partai politik dengan sistem multipartai sederhana menemukan urgensinya.
Untuk memperkuat sistem presidensialisme yang dianut Indonesia, dibutuhkan jumlah partai politik yang bisa bekerja secara efektif di parlemen. Jumlah partai yang tidak terlalu banyak diharapkan dapat meminimalkan fragmentasi di DPR sehingga mengurangi terjadinya gesekan politik di legislatif yang cenderung menghambat kinerja pemerintah.
Salah satu problem mendasar yang menyebabkan rapuhnya koalisi adalah agenda dan target tiap partai untuk meraih kesuksesan pada Pemilu 2014.Walhasil, insentif yang diberikan Presiden SBY kepada anggota koalisi berupa kursi di kabinet pun tidak cukup kuat mengikat komitmen untuk mendukung segala kebijakan yang dilakukan eksekutif. PAN sebagai partai yang selama ini memiliki loyalitas kuat terhadap koalisi semestinya bisa memainkan peran penting.
Meski hanya memiliki 46 kursi di DPR,PAN memiliki daya tawar yang kuat di hadapan Partai Demokrat mengingat tidak adanya kekuatan mayoritas.Apalagi dua partai anggota koalisi lainnya,yakni Partai Golkar dan PKS, kerap mbalelo dan bermain di dua kaki.Daya tawar itulah yang bisa dimainkan dalam rangka mencapai kesepakatan mengenai angka PT.
Maka isu penting lain yang perlu menjadi pembahasan dalam rakernas adalah merumuskan aturan main yang lebih implementatif serta pola komunikasi politik di dalam tubuh Setgab Koalisi pemerintah guna meminimalkan friksifriksi yang menguras energi. PAN perlu memperkeras suara dan menegaskan perlunya etika dan kesadaran dalam berkoalisi agar terwujud kedisiplinan dalam berkoalisi.
Sebab, dilema yang dihadapi dalam koalisi presidensial saat ini, dengan PAN berada di dalamnya, dirasakan sangat mengganggu jalannya pemerintahan serta menjadi tontonan dan pendidikan politik yang tidak apik bagi masyarakat.
Target 2014
Wajar saja jika usulan PT sebesar 4% yang didorong oleh Partai Demokrat menimbulkan kegelisahan bagi partai-partai kecil dan menengah, termasuk PAN.Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dalam pernyataannya yang dikutip media massa sebenarnya tidak mempermasalahkan besaran PT.
Cukup beralasan melihat perolehan suara PAN sebesar 6,01% pada Pemilu 2009 meskipun terjadi penurunan dibandingkan Pemilu 2004 sebesar 6,44%. Agar dapat mempertahankan keberadaan PAN di parlemen pada periode berikutnya, langkah-langkah taktis dan strategis dalam rangka meningkatkan elektabilitas patut menjadi perhatian utama dalam rakernas.
Apalagi saat ini partai-partai politik (parpol) menghadapi tekanan deparpolisasi. Ini terlihat dari sentimen negatif yang dimuat media massa,kalangan LSM,maupun masyarakat umum. PAN perlu melakukan evaluasi terhadap dukungan massa pemilihnya yang loyal sembari membangun basis-basis baru. Penetapan calon presiden yang akan diusung dalam Pilpres 2014 mendatang juga diharapkan dapat mendongkrak PT.
Karenanya suara-suara arus bawah agar rakernas mengusung Hatta Rajasa sebagai calon presiden merupakan hal positif. Dengan memunculkan nama Hatta lebih awal, hal itu akan membuat nama besan Presiden SBY tersebut semakin melambung sekaligus mendongkrak perolehan suara PAN nantinya. Yang tak kalah penting adalah melakukan penataan organisasi.
PAN ditantang untuk dapat membangun kelembagaan dengan paradigma baru dan memiliki basis-basis sosial yang luas.PAN mesti dapat menunjukkan dirinya bukanlah milik salah satu kelompok, melainkan bisa merangkul semua bagian masyarakat.PAN sebagai partai yang dibentuk dengan semangat reformasi memiliki tanggung jawab untuk memperkokoh demokrasi sebagai salah satu amanat reformasi.
● -
Kemitraan AS di Pasifik
Kemitraan AS di PasifikScot A. Marciel, DUTA BESAR AMERIKA SERIKAT UNTUK INDONESIASumber : REPUBLIKA, 8 Desember 2011Kunjungan Presiden Obama ke Bali untuk berpartisipasi dalam KTT Asia Timur menjadi sangat bersejarah. Karena kunjungannya yang pertama di KTT ini menegaskan komitmen Amerika Serikat untuk memberikan kontribusi positif jangka panjang di kawasan Asia Pasifik. Kunjungan tersebut menjadi puncak upaya diplomasi yang sudah berlangsung lama, tenang, gigih, dan beraneka segi.Tujuannya adalah pada keterlibatan berkesinambungan AS di kawasan Asia Pasifik yang merupakan “rumah” bagi hampir separuh penduduk dunia, motor utama ekonomi global, serta penggerak kancah perpolitikan global. Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menyebut keterlibatan AS di Asia sebagai salah satu tugas diplomasi Amerika yang paling penting untuk satu dasawarsa ke depan.
Perbaruan fokus kawasan Asia-Pasifik mencerminkan realitas strategis dari kawasan yang dinamis dan bertumbuh ini dan merupakan hal yang sangat penting bagi perekonomian dan politik AS. Kami juga percaya bahwa fokus tersebut sangat krusial untuk masa depan negara-negara di Asia.
Dengan adanya arus perdagangan dan investasi yang kuat, hadirnya keamanan yang mendukung stabilitas kawasan dan tidak ada ambisi atau maksud apa pun untuk menguasai wilayah, Amerika Serikat menawarkan kemitraan yang tak ternilai harganya bagi perdamaian dan kesejahteraan di kawasan ini.
Komitmen Amerika sangat luas dan strategis. Dalam bidang ekonomi, komitmen tersebut diejawantahkan melalui kerja sama dengan para mitra dari Australia, Brunei, Cile, Malaysia, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam untuk menghasilkan kesepakatan kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP) yang ambisius. Selanjutnya untuk meningkatkan volume perdagangan serta jumlah investasi, mendorong inovasi dan pertumbuhan untuk pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan, serta mendukung penciptaan lapangan kerja.
Masa depan kawasan ini bergantung pada perdagangan dan perniagaan yang kuat dan kokoh. Kami pun berharap bahwa Indonesia, Cina, dan negara lain yang berminat dalam membuat perjanjian dagang baru pada abad ke-21 akan mempertimbangkan untuk bergabung dengan kami untuk mewujudkan hal tersebut.
Di Indonesia, sebagai bagian dari kerja sama bidang ekonomi, Amerika Serikat dan Indonesia telah menandatangani sebuah kesepakatan //Millennium Challenge Corporation (MCC) Compact di mana AS akan memberikan bantuan sebesar 600 juta dolar AS untuk mendukung pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan, meningkatkan kesehatan masyarakat, serta peningkatan pelayanan publik di Indonesia.
Kami juga memberikan dukungan penuh kepada Pemerintah Indonesia yang sekarang ini tengah memfokuskan untuk meningkatkan infrastruktur di negara ini. Kami juga berkeyakinan bahwa perusahaan-perusahaan AS dapat ikut serta mengambil peran yang penting dalam kerja sama dengan perusahaan-perusahaan Indonesia untuk menyelesaikan sasaran-sasaran ambisius yang ingin dicapai dalam rencana ini.
Kami juga memperkuat traktat kerja sama antarnegara yang telah kami lakukan dan juga membangun kerja sama dengan kekuatan-kekuatan baru di dunia, termasuk dengan Cina, demi mempertahankan kestabilan kawasan yang nantinya akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia-Pasifik. Selain itu, kami juga merasa bahwa hubungan antarbangsa atau //people-to-people contacts antara negara-negara yang berbeda di kawasan Pasifik dapat mengurangi rasa saling curiga dari masing-masing pihak dan hal tersebut telah menjadi bagian yang sangat penting dalam kebijakan diplomasi AS untuk dekade berikutnya.
Komitmen kami untuk terus memperbarui serta memperkuat kembali kerja sama di bidang pertahanan telah menghasilkan sebuah inisiatif yang baru-baru ini diumumkan oleh Presiden Obama dan Perdana Menteri Australia Julia Gillard. Melalui kesepakatan ini, setiap personil Marinir AS akan dimulai dengan kelompok kecil yang beranggotakan 250 personil dan nantinya akan ditingkatkan menjadi 2.500 orang yang terhimpun dalam suatu Gugus Tugas Darat Udara (MAGTF).
Anggota-anggota marinir ini akan mendapatkan rotasi penempatan di Darwin dan Australia Utara selama enam bulan guna melakukan latihan bersama dengan Angkatan Bersenjata Australia. Selain itu, kami juga akan menambah akses bagi pesawat terbang di pangkalan udara di Australia Utara dalam rangka meningkatkan kerja sama bilateral. Kedua prakarsa ini membangun kerja sama aliansi yang erat antara AS dan Australia selama bertahum-tahun.
Kegiatan ini juga nantinya akan membuka kesempatan untuk memperdalam hubungan keamanan dengan mitra-mitra AS di wilayah ini, termasuk dengan Indonesia, dan juga memberikan kemampuan yang lebih baik dalam melakukan kegiatan bantuan kemanusiaan serta menangani berbagai bencana alam maupun peristiwa darurat lainnya di wilayah ini.
Kesepakatan antara pemerintah AS dan Australia tersebut bukan dalam rangka untuk membangunan sebuah pangkalan militer AS di Australia, melainkan sebuah bentuk rotasi pasukan marinir di kawasan Australia bagian utara agar latihan bersama AS-Australia tetap berlangsung dan diperluas.
Meskipun Indonesia dan beberapa negara tetangga menyambut baik prakarsa ini, sejumlah pihak di dalam negeri Indonesia berspekulasi bahwa rotasi pasukan marinir ini kurang lebih akan diarahkan kepada Indonesia. Kebenaran hal tersebut sangat jauh sekali.
Bukan demikian sesungguhnya, kerja sama keamanan dengan Indonesia dan mitra-mitra lainnya di wilayah ini adalah tujuan utama dari prakarsa baru tersebut. Amerika Serikat memiliki hubungan yang sangat bersahabat dengan Indonesia dan kami memandang Indonesia sebagai mitra yang sangat penting di wilayah ini.
Kami mendukung sepenuhnya kedaulatan dan integritas wilayah NKRI. Kesepakatan yang baru dengan Australia tersebut adalah bagian dari peninjauan jangka panjang mengenai bagaimana pasukan AS ditempatkan di suatu wilayah dan di seluruh dunia, dan bukan ditujukan untuk satu negara tertentu.
Amerika Serikat memiliki peran yang sangat krusial terhadap keberhasilan Indonesia sebagai negara demokrasi yang makmur dan terus berkembang. Semua pihak akan mendapatkan keuntungan dari stabilitas serta pertumbuhan bersama.
Keberadaan serta aktivitas Amerika Serikat di Indonesia adalah untuk mendukung keberhasilan dan kesuksesan Indonesia, baik melalui kerja sama militer seperti pemberian hibah pesawat tempur F-16 kepada TNI-AU, kerja sama pembangunan seperti program bantuan ekonomi melalui Millennium Challenge Corporation (MCC) compact, atau kerja sama pendidikan untuk meningkatkan jumlah siswa yang belajar di masing-masing negara.
Indonesia dan Amerika Serikat mempunyai sejarah persahabatan yang panjang dimulai semenjak hari pertama kemerdekaan Indonesia. Komitmen kami untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang yang setara dengan semua teman-teman kami di Asia tidak akan tergoyahkan. Sejarah akan mencatat, pembaharuan fokus ke Asia sebagai salah satu perkembangan yang paling signifikan bagi diplomasi Amerika pasca-Perang Dingin.
● -
Degradasi Peradaban Kota
Degradasi Peradaban KotaAgus Dermawan T., KRITIKUS SENI, PENULIS BUKU, ESAIS KEBUDAYAANSumber : KORAN TEMPO, 8 Desember 2011Peristiwa yang sudah agak lama terjadi ini masih layak dijadikan ilustrasi sakitnya peradaban-kota. Pada medio Oktober 2011 silam, di jalanan Kota Foshan, wilayah Guangzhou, Cina,Yue Yue, 2 tahun, ditabrak sebuah mobil. Yue Yue melesat ke sisi lain, untuk kemudian mobil di belakangnya menyusul menumburnya. Yue Yue terkapar tak berdaya. Kejadian ini berlanjut dengan tragedy memilukan: rekaman CCTV menunjukkan bahwa 18 orang yang lewat di situ tak ada yang peduli, tak ada yang menolong. Barulah orang ke-19, yang ternyata seorang pemulung pendatang dari dusun jauh, menggotong Yue Yue ke tepian jalan. Si balita akhirnya meninggal.Sikap ketidakpedulian masyarakat Kota Foshan menjadi perbincangan ramai di seluruh dunia. Tentu semua mengutuk sikap itu. Banyak pengamat sosial menyebut peristiwa itu sebagai fakta mulai melorotnya unsur kemanusiaan orang-orang Cina kontemporer. Akibatnya, Cina yang kini sangat maju ekonominya, dan menjadikan peradaban-kotasebagai bendera kehidupan, sekonyong-konyong dianggap sebagai bangsa yang sedang disentuh degradasi moral.Kebudayaan DesaPeradaban-kota yang cenderung tidak mau peduli kepada orang lain ini di Jakartapopuler lewat ungkapan “Lu lu, gue gue”. Artinya “yang mengurus engkau adalah engkau sendiri, yang mengurus aku ya aku sendiri”. Sementara itu, dalam ilmu psikologi, fenomena ini dikenal sebagai bystander effect, atau sindrom Genovese (John Darley dan Bibb Latane). Seperti ditulis psikolog Sarlito Wirawan Sarwono, sindrom Genovese berangkat dari peristiwa yang menimpa Kitty. Syahdan, pada 13 Maret 1964 dinihari, Kitty diserang oleh pencoleng di apartemennya, di kawasan Queens, Kota New York. Kitty, yang ditikam berkalikali, berteriak-teriak meminta tolong. Namun para tetangganya cuma melongokkan kepalanya lewat jendela, tingak-tinguk sejenak, untuk kemudian lelap lagi di kamar masing-masing. Kitty Genovese akhirnya mati sendirian.William Cowper, pujangga Inggris abad ke-18, menulis,“Tuhan menciptakan desa, manusia membangun kota.” Dalam tulisan itu Cowper mengatakan bahwa yang dimaksud desa bukan Cuma wilayah tenteram yang dihampari persawahan, disuburi humus, dan diteduhi tanah ladang. Desa adalah juga kehangatan kebudayaan, tempat merebaknya kearifan lokal yang tumbuh dari falsafah memberi dan menerima, tolong-menolong, seperti hubungan manusia dan alam yang menghidupinya.Adapun yang dinamakan kota bukan cuma wilayah dengan prasyarat ala Jorge Hardoy, yang menuntut kepermanenan, berstruktur tata ruang, memiliki fungsi hunian, serta mempunyai peran dalam pasar, administrasi, dan pemerintahan. Kota bukan hanya gedung-gedung gemerlap, yang semakin menjulang seolah makin kukuh dalam tampilan. Kota juga sebuah peradaban. Selanjutnya, sementara desa mengajarkan harmoni, peradaban-kota mementingkan kompetisi untuk meraih prestasi. Ataupersaingan untuk menuju puncak. Adapun persaingan sering kali merangsang masyarakat kota untuk memangkas sikap-sikap peduli.Cerita dari Cina dan Amerika di atas mengingatkan kita kepada peristiwa di Indonesia, negeri yang sebagian masyarakatnya masih menganut kearifan lokal, dengan perilaku yang didenyutkan oleh kebudayaan desa. Pada medio November 2010, seorang anak lelaki berusia sekitar 6 tahun tergilas mobil di ujung Jalan Sukasari III, Bogor, tempatpara pedagang kecil berjualan buah-buahan di lapak-lapak. Puluhan orang menyaksikan langsung peristiwa mengagetkan itu. Belasan pemilik lapak spontanberusaha menyelamatkan si anak. Sopir mobil yang (tak sengaja) menggilas lantas turun ikut menolong, dan menyediakan mobilnya untuk keperluan darurat. Seorang lelaki tua berkupluk haji yang kebetulan lewat di situ sepenuh hati membaringkan si anak di pangkuannya selama perjalanan ke rumah sakit. (“Surat Pembaca”Kompas, 3 Januari 2011).KikisMembandingkan sepotong perilaku buruk di Cina dan Amerika dengan sekeping kebaikan di Indonesia tentu tidak melahirkan kesimpulan bahwa bangsa Indonesia lebih berbudi baik ketimbang Cina dan Amerika. Pun bila kemudian semua itu dihubungkan dengan realitas bahwa kita punya Pancasila, yang di dalamnya menyimpan sila perikemanusiaan. Atau bila dihubungkan dengan falsafah gotong royong, intisari dari Pancasila, yang menurut Bung Karno merupakan paradigma utama kebudayaan-desa.Tapi, yang perlu disadari, kebudayaan-desa yang mengusung rasa peduli dan saling menolong itu tampaknya kini hanya hidup di level bawah. Cuma pada rakyat jelata. Pada level atas, apalagi pada tingkat elite yang berkubang dalam wahana kekuasaan, perilaku seperti itu tampak sudah kikis. Catat korupsi yang melibatkan para petinggi kementerian, para pejabat pengelola kota, para pentolan partai, para senopati kepolisian. Catat permainan uang untuk membolak-balik hukum dalam institusi kejaksaan dan kehakiman. Kongkalikong pengusaha dengan penguasa untuk mengeruk keuntungan haram dengan membikin penderitaan rakyat banyak.Lebih mengerucut, catat kasus korupsi para anggota Badan Anggaran DPR atas anggaran pembangunan berbagai desa. Lebih spesifik lagi, catat: penilapan 740ton raskin alias beras untuk orang miskin yang melibatkan petinggi lembaga Badan Urusan Logistik (Bulog) Dramaga, Bogor.Ya, beras yang ditanam oleh orang-orang desa yang jelata di sawah-sawah desa, disemai orang-orang desa, ditelikung pemilikannya oleh orang-orang gedean dari kota, untuk kemudian diakali pendistribusiannya oleh orang-orang berkebudayaan kota.Korupsi-korupsi seperti ini kemudian memupuk keputus-asaan dan menginspirasi kekerasan, membangkitkan hasrat orang untuk jadi makhluk nekat di segala sisi kota besar. Lalu, generasi remaja pun akan berteriak: kalau para orang tua boleh main gila, kenapa anak-anak muda tak boleh mencoba-coba?Maka, terjadilah peristiwa itu. Raafi Aga Winasya, siswa SMA Pangudi Luhur, Jakarta, tewas akibat pertikaian antargeng pada 4 November lalu. Darah itu tertumpah di sebuah kafe mewah, salah satu lambang peradaban-kota. Belum sampai pembunuhan ini diusut, muncul peristiwa lain. Christopher M.T., pelajar belia pemenang Olimpiade Sains Nasional 2007, ditemukan tewas di kawasan Pluit, Jakarta, pada 5 Desember kemarin. Peradaban-kota, yang diaksentuasi mental yang korup, menyebabkan anak-anak muda kota dengan mudah saling menikam satu sama lain.Perilaku korup tersebut dalam psikologi sosial ditengarai sebagai bentuk ekstrem dari niat untuk tidak pernah peduli, dan sikap yang murni mementingkan diri sendiri. Padahal Henri Frederic Amiel, filsuf Swiss abad ke-19, berkata, “Nafsu untuk mementingkan diri sendiri tidak lain adalah sisa dari unsur kebinatangan yang ada dalam diri manusia.”Mungkin karena itu, dalam peradaban-kota Indonesia yang diramaikan acrobat sosial, trik politik, dan sirkus ekonomi, banyak muncul berbagai jenis binatang. Dari tikus, kucing garong, cicak, buaya, sampai kecoa. ●