Author: Adul
-
Republik (Miskin) Keteladanan
Republik (Miskin) KeteladananHerman, MAHASISWA FAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTASumber : SINAR HARAPAN, 4Februari 2012Saat ini bangsa Indonesia belum mampu keluar dari berbagai permasalahan yang terus menggerogoti para penguasa. Sebagian dari pemimpin kita terus terjangkit krisis moral dan keteladanan.Tentu saja kita sangat miris melihat fenomena yang menimpa pemimpin kita saat ini yang suka melakukan korupsi, gaya hidup hedonis yang merupakan tindakan yang sering dipertontonkan wakil rakyat, dan bahkan di ruang sidang ada yang menonton video porno.Dengan berbagai sikap amoral di atas, Indonesia tetap terpuruk dan keadaan ini akan terus berlangsung sepanjang tidak ada keinginan untuk memperbaiki tradisi buruk tersebut.Berbicara masalah keteladanan, Kouzes dan Posner (2007) menyatakan ada lima praktik keteladanan, yaitu mencontohkan cara (Model the Way), menginspirasi visi bersama (Inspire a Shared Vision), menantang proses (Challenge the Process), memampukan orang lain untuk bertindak (Enable Others to Act), dan menyemangati jiwa (Encourage the Heart).Namun di tengah banyaknya rakyat yang kelaparan dan miskin, justru sikap hedonis para wakil rakyat semakin merajalela. Sikap tersebut ditunjukkan dengan renovasi toilet yang menelan Rp 2 miliar.Tidak berhenti di situ saja, baru-baru ini kita juga dikagetkan dengan renovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR dengan menelan biaya Rp 20,7 miliar. Sikap ini tidak seharusnya mereka lakukan jika mereka sadar bahwa masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan.Pada Maret 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih 30,02 juta orang. Jumlah penduduk hampir miskin pada 2011 meningkat 5 juta orang menjadi 27,12 juta. Belum lagi angka pengangguran yang saat ini masih 8,12 juta. Angka kemiskinan dan pengangguran ini tidak akan berarti apa-apa jika para wakil rakyat tidak memiliki kepekaan terhadap nasib rakyat.Republik ini sedang mengalami krisis kepemimpinan yang cukup mengkhawatirkan. Para pemimpin (wakil rakyat) kita masih belum dapat memenuhi kesejahteraan rakyat, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan hidup.Kita masih dapat melihat di lingkungan sekitar kita, kemiskinan masih merajalela, pendidikan tidak merata antara pendidikan di daerah dan di kota, terjadinya kesenjangan sosial yang tinggi antara si kaya dan si miskin, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.Syafii Antonio dalam bukunya, The Super Leader Super Manager (2007), mengungkapkan salah satu krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan.Akibat yang ditimbulkan krisis ini jauh lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi, dan air. Hal ini karena absennya pemimpin yang visioner, kompeten, dan memiliki integritas yang tinggi, maka masalah air, kesehatan, pendidikan, sistem peradilan, dan transportasi akan semakin parah.Keteladanan pemimpin saat ini menjadi suatu hal yang langka dan sulit kita temukan. Pemimpin harus mampu memprioritaskan kepentingan rakyat kecil dibandingkan kepentingan lainnya, termasuk kepentingan pribadi maupun kepentingan partainya.Krisis moral dan keteladanan telah menggerogoti kinerja pemimpin yang lambat laun akan mengurangi kepercayaan masyarakat, khususnya generasi muda.Belajar dari Joko WidodoTentu saja kita masih ingat dengan nama Joko Widodo yang akrab disapa dengan Jokowi yang telah berhasil memberdayakan pasar tradisional dengan merenovasinya, yang akhirnya mendatangkan pendapatan yang lebih besar. Tidak kurang Rp 19,2 miliar masuk kas pemda dari hasil retribusi harian pasar tradisional.Sebelumnya pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, berarti terdapat peningkatan lebih dari dua kali lipat. Tidak berhenti disitu, Jokowi menggunakan mobil dinas yang diproduksi siswa Sekolah Menengah Kejuruan, yaitu Esemka. Bahkan dia mengatakan hasil karya anak Esemka sebagai simbol perlawanan terhadap serbuan mobil impor.Keteladanan dan sosok kepemimpinan Jokowi di Indonesia sangat langka dan patut dijadikan contoh dalam memimpin bangsa ini. Pemimpin Indonesia saat ini kebanyakan hanya beretorika tanpa wujud riil dari program yang terkait dengan kepentingan rakyat.Kita lihat banyak pejabat negara yang hidup dalam hedonisme dan kemewahan dari hasil uang rakyat, dan bahkan tidak sedikit wakil rakyat yang korup demi memuaskan keinginannya. Sikap sederhana mulai luntur dalam nalar pikiran pemimpin kita. Perilaku mereka sering diselimuti dengan praktik ketidakjujuran atau kebohongan publik dan praktik korupsi.Rakyat sudah terlalu jenuh dengan sederetan pemimpin yang hanya pintar mengumbar janji. Saat ini rakyat hanya butuh pemimpin teladan, yaitu pemimpin yang memiliki integritas dan mampu menunjukkan sikap baik yang dapat ditiru rakyat.Di samping itu, pemimpin harus memiliki ketegasan dalam mengambil keputusan yang memihak rakyat, memprioritaskan segala sesuatu hanya untuk kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan pribadi maupun kepentingan lainnya.Hal itu akan terwujud apabila bangsa ini memiliki pemimpin-pemimpin yang bersih, tidak korup, dan empati pada penderitaan rakyat kecil. Ke depan pemimpin bangsa ini harus lebih produktif menghasilkan berbagai kebajikan yang memihak pada rakyat.Penulis yakin jika hal itu dapat dilakukan, kepercayaan rakyat akan membaik lagi dan juga akan menjadi pendorong bagi generasi muda untuk meneladani kebajikan yang telah mereka buat, sehingga generasi penerus Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang memiliki karakter unggul dan mampu membawa bangsa ini keluar dari berbagai persoalan. ● -
Problem Etika Media Siber
Problem Etika Media SiberAgus Sudibyo, ANGGOTA DEWAN PERSSumber : JAWA POS, 4Februari 2012PAKAR komunikasi J. Thomson menyebut, komunikasi massa sesungguhnya adalah kata yang mengandung kontradiksi. Komunikasi selalu mengandaikan pihak-pihak yang setara dan berinteraksi sedemikian rupa sehingga setiap pesan menghasilkan umpan balik. Sementara itu, komunikasi massa modern dalam praktiknya hampir selalu menempatkan satu pihak sekadar sebagai massa yang pasif. Penonton televisi, pendengar radio, pembaca media cetak. Bagi Thomson, yang difasilitasi media massa modern sesungguhnya bukan kegiatan komunikasi, melainkan sekadar transmisi pesan satu arah dari kalangan elite kepada sejumlah besar orang yang tidak memiliki akses atau privilege untuk menyampaikan respons dan terlibat dalam perbincangan publik.Ketimpangan akses untuk terlibat dalam diskursus publik itulah yang menjadi salah satu latar belakang perkembangan pesat jurnalisme warga (citizen journalism) dewasa ini. Fenomena jurnalisme warga bertolak, salah satunya, dari kegelisahan atas fakta bahwa meskipun berstatus sebagai ruang publik, media massa ternyata tetap tidak memberikan akses memadai kepada publik kebanyakan untuk terlibat di berbagai diskursus publik. Konsep tentang otoritas sumber selalu mengondisikan media untuk mengutip sumber-sumber elite: pemerintah, DPR, akademisi, pengamat, dan aktivis LSM. Tanpa banyak didasari, publik kebanyakan hanya menjadi penonton dalam praktik komunikasi (massa) yang semestinya juga menempatkan mereka sebagai subjek yang berbicara.
Elitisme pemilihan sumber berita bersisian dengan elitisme pemilihan objek berita. Sebagai contoh, jika media memberitakan masalah korupsi, hampir selalu korupsi dengan jumlah uang yang besar, melibatkan nama-nama besar, dan terjadi di pusat-pusat kekuasaan. Korupsi yang sehari-hari dihadapi rakyat kecil dalam pengurusan KTP, SIM, izin usaha, akta kelahiran, dan lain-lain selalu terpinggirkan dalam diskursus media tentang korupsi. Sebagian besar pemirsa televisi terestrial kita adalah kelas menengah ke bawah, namun dialog-dialog di televisi itu juga hampir selalu hanya mencerminkan problem, minat, atau sensibilitas kelas menengah ke atas.
Jurnalisme warga adalah upaya untuk menerobos kejumudan praktik komunikasi massa itu. Dalam jurnalisme warga, setiap individu ditempatkan sebagai subjek dalam ruang publik. Setiap warga didorong untuk secara partisipatoris terlibat dalam pencarian, pengolahan, dan penyajian informasi. Setiap orang adalah jurnalis!
Spirit itu jugalah yang menonjol ketika media-media siber di Indonesia belakangan memberikan ruang bagi pembacanya untuk mengomentari berita-berita aktual serta memfasilitasi mereka untuk berdiskusi secara interaktif tentang isu-isu terkini. Dari perspektif ruang publik yang demokratis dan liberal, jelas itu adalah kemajuan yang patut disambut. Sementara media konvensional masih berkutat dengan elitisme pemilihan objek dan sumber berita, media siber telah bergerak dengan terobosan yang memungkinkan setiap orang berpendapat secara langsung, terlibat dalam diskusi, bahkan turut menentukan tema yang perlu didiskusikan di ruang publik dunia maya.
Persoalannya kemudian, diskusi di ruang publik jelas bukan diskusi sembarangan, harus dilandasi dengan etika dan kepantasan. Jika ruang publik itu melekat pada domain media, katakanlah kanal berita, diskusi juga harus merujuk pada kode etik jurnalistik. Kebebasan berpendapat di sini menemukan batas-batasnya: 1) kebebasan berpendapat orang lain; 2) hak orang lain untuk dinilai secara fair, proporsional, dan tidak menghakimi; 3) hak orang lain atas ruang publik yang steril dari caci maki, sumpah serapah, kata-kata hinaan, pernyataan berbau SARA, pergunjingan pribadi, dan lain-lain.
Dalam konteks itulah, Dewan Pers bersama-sama unsur asosiasi media dan komunitas pers merumuskan Panduan Etis Pemberitaan Media Siber beberapa bulan terakhir. Tujuannya, menciptakan keseimbangan antara dimensi demokratis-liberatif dari jurnalisme warga yang melekat pada media siber dengan prinsip-prinsip etika dan akuntabilitas di ruang publik.
Perumusan panduan itu dilatarbelakangi semakin banyaknya pengaduan ke Dewan Pers terhadap komentar-komentar berita media siber (user generated content) yang berbau SARA, caci maki, dan permusuhan. Jika tidak direspons secara memadai, perkembangan itu dapat menimbulkan kerugian seseorang, yang mungkin berujung pemidanaan media siber dengan perkara pencemaran nama baik atau penghinaan.
Panduan Pemberitaan Media Siber juga merupakan respons terhadap tren media siber yang sangat berorientasi pada kecepatan penyampaian berita. Kecepatan penyampaian berita adalah keunggulan komparatif media siber. Namun, kecepatan itu bukan satu-satunya aspek dalam jurnalisme. Jurnalisme tetap menuntut akurasi, kelengkapan berita, dan verifikasi. Di sini, kita menemukan problem pelik media siber di Indonesia. Data Dewan Pers 2010-2011 menunjukkan, tingkat pelanggaran kode etik jurnalistik oleh media siber terus meningkat. Dengan prinsip follow-up news, media siber sering mengesampingkan konfirmasi sumber berita atau verifikasi data. Akibatnya, muncul berita-berita yang tidak berimbang, tidak akurat, atau menghakimi.
Kemajuan teknologi informasi memang memberikan kemudahan bagi jurnalis untuk mengejar informasi, mengembangkan liputan, dan mentransmisikan pesan. Namun, kemajuan teknologi itu tidak mengubah hukum besi dalam jurnalisme: disiplin verifikasi dan kewajiban konfirmasi. Hal itulah yang coba ditegaskan dalam Panduan Pemberitaan Media Siber yang hendak disahkan Dewan Pers. Sebuah upaya untuk mengembalikan jurnalisme kepada esensinya sebagai perkara kebenaran verifikasi sambil tetap mengakomodasi kemungkinan-kemungkinan agar media siber dapat mengoptimalkan kelebihan komparatifnya: kecepatan dalam menyiarkan berita. ●
-
Bumerang
BumerangJames Luhulima, WARTAWAN SENIOR kOMPASSumber : KOMPAS, 4Februari 2012Pada 27 Januari lalu, Jalan Tol Jakarta-Cikampek lumpuh. Arus lalu lintas di jalan tol itu terhenti selama delapan jam, mulai dari pukul 09.30 hingga pukul 17.30. Ribuan buruh dan pekerja di Kabupaten Bekasi menguasai Jalan Tol Jakarta-Cikampek, terutama di ruas Cikarang Barat Kilometer 31,800.Turun ke jalannya para buruh dan pekerja itu disulut oleh dikabulkannya sebagian gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) atas Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Barat oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, sehari sebelumnya.SK Gubernur Jawa Barat menetapkan UMK di Jawa Barat 2012. UMK Kabupaten Bekasi (UMK tertinggi) Rp 1,491 juta (kelompok I), upah minimum kelompok II sebesar Rp 1,849 juta, dan upah minimum kelompok III sebesar Rp 1,715 juta.Penetapan itu lebih tinggi daripada penetapan UMK sebelumnya. Itu sebabnya, ketika hakim PTUN Bandung mengabulkan sebagian gugatan Apindo, ribuan buruh dan pekerja turun ke jalan. Pertanyaannya adalah mengapa Gubernur Jawa Barat membuat surat keputusan tentang UMK di Jawa Barat itu secara sepihak tanpa mengajak pengusaha yang nantinya harus membayar upah tersebut? Jawabannya mudah, yakni kepentingan politik lokal. Semua itu dilakukan untuk menarik simpati rakyat agar mendapatkan mayoritas suara dalam pemilihan umum kepala daerah.Uniknya, penyelesaian yang diupayakan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, adalah memilih untuk mengalah terhadap tuntutan buruh dengan memberlakukan SK Gubernur Jawa Barat, dengan catatan perusahaan yang tidak mampu membayar UMK sesuai SK Gubernur Jawa Barat akan dikecualikan.Langkah buruh dan pekerja di Jawa Barat langsung diikuti rekan-rekannya di Tangerang. Aliansi Serikat Buruh Serikat Pekerja Tangerang Raya mengancam akan memblokade Jalan Tol Jakarta-Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis pekan depan, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Mereka menuntut agar UMK dibayarkan sesuai dengan SK Gubernur Banten yang lebih tinggi daripada penetapan sebelumnya.Dan, sama seperti di Jawa Barat/Bekasi, kali ini pun tuntutan buruh dan pekerja di Tangerang dipenuhi oleh pemerintah. Catatannya pun sama, perusahaan yang tidak mampu akan dikecualikan dari keharusan membayar upah buruh atau pekerja sesuai SK Gubernur.Pertanyaannya, bagaimana jika perusahaan yang tidak mampu membayar upah sesuai SK Gubernur itu berjumlah banyak? Apa yang akan terjadi? Maukah buruh atau pekerja menerima itu? Jika tidak, siapa yang akan membayar kekurangannya?Pemerintah daerah yang semestinya menjadi mediator malah memicu perselisihan antara buruh dan pengusaha dengan menetapkan upah minimum yang melanggar mekanisme resmi. Dan, pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tidak dapat berbuat banyak.Upah yang LayakBahwa buruh dan pekerja harus diberikan upah yang layak, itu sudah seharusnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mengatakan, kesejahteraan dan upah buruh harus semakin meningkat seiring dengan perkembangan perekonomian dan dunia usaha. ”Secara moral, upah pekerja harus semakin baik, layak, dengan demikian semakin adil,” ujarnya.Namun, pertanyaannya, berapakah upah yang dianggap layak? Menurut Presiden, upah yang layak itu ditetapkan dengan memperhatikan kepentingan para pekerja dan didukung kemampuan perusahaan. Dengan kata lain, kepentingan pekerja dan kemampuan perusahaan menjadi kata kunci. Apabila kemampuan perusahaan tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan upah minimum para pekerja, dipastikan perusahaan itu akan tutup dan meninggalkan Indonesia.Seandainya perusahaan tutup dan meninggalkan Indonesia, yang paling dirugikan adalah buruh atau pekerja. Alih-alih mendapatkan kenaikan upah yang diterima, mereka malah akan kehilangan pekerjaan yang secara otomatis juga berarti mereka kehilangan penghasilan. Apabila hal ini terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?Jika para kepala daerah, antara lain Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten, memutuskan untuk menaikkan upah minimum secara sepihak, yang tentunya menyenangkan para buruh dan pekerja, bisa dipastikan keputusan nantinya akan menjadi bumerang yang akan memukul balik para buruh dan pekerja. Oleh karena itu, jika kenaikan upah buruh ditetapkan secara sepihak tanpa mempertimbangkan kemampuan perusahaan, ketetapan yang menyenangkan buruh atau pekerja itu juga akan menjadi ketetapan yang menyengsarakan buruh.Akan jauh lebih baik jika gubernur atau kepala daerah lain, yang mau membantu kehidupan buruh atau pekerja, turun tangan memberantas ekonomi biaya tinggi yang membuat harga jual barang menjadi mahal.Ekonomi biaya tinggi, yang ditanggung pengusaha, menjadikan pengusaha tidak mempunyai pilihan lain kecuali menekan upah buruh untuk menurunkan harga jual barang produksi mengingat ekonomi biaya tinggi yang harus dibayarkan pengusaha berada di luar kendali pengusaha, seperti alur distribusi, logistik, dan harga energi.Dalam kaitan itulah, jika ekonomi biaya tinggi bisa diberantas, pengusaha tidak perlu menekan upah buruh untuk membuat harga jual barang murah. ● -
Kebebasan Masyarakat Pancasila
Kebebasan Masyarakat PancasilaSayidiman Suryohadiprojo, MANTAN GUBERNUR LEMHANASSumber : KOMPAS, 4Februari 2012Kebebasan adalah kondisi hidup yang amat diperlukan oleh setiap manusia yang mau hidup bahagia dan sejahtera. Oleh karena itu, bangsa Indonesia bersedia untuk berjuang merebut kemerdekaan dengan taruhan nyawanya.Manusia memerlukan kebebasan untuk dapat mengusahakan hal-hal yang terbaik. Memerlukan kebebasan bergerak, kebebasan berpikir dan berperasaan, kebebasan menyatakan pendapat. Dengan kebebasan manusia bisa kreatif memberikan wujud dan bentuk bagi pikiran dan perasaannya. Itu menghasilkan ilmu pengetahuan, kesenian yang beraneka, sekaligus kepercayaan religius yang menghubungkan dirinya dengan Yang Menguasai Kehidupan dan Alam Semesta.Manusia dalam masyarakat Pancasila juga memerlukan kemajuan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena itu, kebebasan merupakan bagian mendasar dalam kehidupan masyarakat Pancasila. Akan tetapi, kebebasan manusia tidak mungkin mutlak karena hakikat eksistensi manusia adalah kehidupan bersama dengan manusia lain. Ini dimulai dengan membangun hidup dalam keluarga dan nantinya dalam masyarakat serta kesatuan sosial lainnya.Berbeda, tetapi satuDalam keluarga berlaku kenyataan anggota keluarga selalu ada dalam perbedaan karena tak ada dua manusia yang sama, termasuk yang dilahirkan kembar. Namun, di pihak lain anggota keluarga yang beda satu sama lain ada dalam kesatuan keluarga. Demikianlah kehidupan manusia selalu berada dalam keadaan perbedaan dalam kesatuan, kesatuan dalam perbedaan.Ini berbeda dengan paham individualisme yang menganggap individu manusia sebagai nilai tertinggi. Dalam paham itu kebebasan dipandang bersifat mutlak, tak dapat diganggu gugat.Kebebasan dalam kerangka Pancasila tidak mungkin bersifat mutlak karena dibatasi oleh kepentingan umum, kepentingan orang banyak yang hidup bersama. Merusak kehidupan bersama berarti merusak kebahagiaan manusia itu sendiri.Namun, perkembangan masyarakat Indonesia sekarang amat mirip masyarakat yang dasarnya individualisme. Dalam masyarakat demikian kebebasan berlaku tanpa batas. Manusia bisa berbuat semaunya tanpa peduli apakah itu mengganggu ketenteraman dan kepentingan bersama.Dalam kehidupan ekonomi masyarakat individualis berkembang sistem neoliberalisme. Sistem ekonomi ini membenarkan yang kuat terus unggul tanpa peduli yang lemah semakin sengsara. Tidak menghiraukan kesenjangan lebar antara kelompok kaya dan miskin. Sama sekali tidak ada niat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta kemanusiaan yang adil dan beradab.Paham itu juga menghasilkan sikap yang selalu mau menang sendiri. Hal itu dalam masyarakat kita sekarang juga terlihat pada sikap mau menang sendiri kalangan agama tertentu yang menekan kalangan agama lain dan bahkan kalangan agama sendiri yang berbeda pandangan.Kebebasan penting sekali untuk menyebarkan informasi kepada khalayak ramai. Hal ini memungkinkan masyarakat mengusahakan kesejahteraannya, menambah ilmu pengetahuan, dan mewujudkan kemajuan. Oleh karena itu, penting sekali ada kebebasan berpendapat dalam kehidupan bangsa. Dalam kebebasan menyatakan pendapat penting sekali fungsi kebebasan akademis dan kebebasan pers.Namun, kebebasan pers menghadapi hal-hal yang cukup rumit. Di satu pihak pers atau media massa tulisan dan elektronik mempunyai kebebasan luas untuk menyebarkan aneka ragam pendapat dan informasi. Akan tetapi, dalam kenyataan, hal itu mudah sekali menimbulkan pemberitaan yang bertentangan dengan kepentingan pihak lain.Selain itu, kebebasan pers menghadapi masalah apabila ada orang atau golongan dengan kekayaan besar memiliki dan menguasai media di negara itu. Orang dan golongan itu akan mendominasi perkembangan pendapat masyarakat.Tegakkan kode etikLebih berbahaya lagi kalau warga negara asing yang menguasai media. Sebab itu, kalangan media perlu mengadakan ketentuan untuk mencegah hal-hal yang merugikan masyarakat. Kode etik perlu ditegakkan untuk menjaga kepentingan kalangan media sendiri.Hukum harus mampu menghadapi pelanggaran kepentingan umum oleh media massa agar kebebasan berpendapat sungguh-sungguh memberikan manfaat maksimal bagi bangsa.Demikian pula masalah perburuhan yang sekarang tampak gawat harus dapat dipecahkan sehingga tercapai solusi saling menguntungkan bagi kaum buruh-karyawan ataupun kaum pengusaha dan pejabat negara. Akan lebih baik apabila organisasi buruh berorientasi pada perusahaan dan lingkungan kerja sehingga organisasi buruh nasional bersifat federasi dari organisasi buruh yang berorientasi perusahaan.Dalam kondisi demikian kaum buruh tetap bebas dan giat menuntut keadaan yang menjamin hidupnya yang sejahtera, tetapi di pihak lain juga selalu memperhatikan perkembangan perusahaan. Kemajuan dan kemunduran perusahaan berpengaruh langsung atas kehidupan buruh dan karena itu, di samping menuntut perbaikan hidup, mereka juga selalu mendukung kemajuan perusahaannya.Berkembangnya kebebasan yang sesuai dasar Pancasila sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan di semua tingkat dan golongan yang ada di NKRI. Mulai dari Kepala Negara, para gubernur dan bupati, hingga ke kepala desa. Di semua organisasi bangsa, baik organisasi negara maupun organisasi swasta.Kepemimpinan merangsang perkembangan setiap anggota yang dipimpin dengan memberikan banyak kebebasan untuk berprakarsa. Akan tetapi, anggota juga menyadarkan para pemimpinnya untuk selalu memperhatikan kepentingan organisasi secara keseluruhan.Pendidikan juga amat berpengaruh terhadap tumbuhnya kebebasan yang benar. Baik pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan sekolah, maupun pendidikan masyarakat. Terutama penting tentu saja adalah pendidikan dapat membentuk manusia-manusia yang berkarakter dan berbudi luhur. Dengan begitu, seseorang akan terasah sehingga amat menghargai kebebasan dirinya, tetapi juga menyadari pentingnya kebebasan bagi pihak lain.Kebebasan merangsang persaingan antarbagian organisasi untuk berkembang maju, tetapi persaingan itu selalu dalam ukuran yang tidak merugikan organisasi secara keseluruhan.Pemerintah pusat NKRI merangsang setiap daerah untuk berkembang maju dan menghasilkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun, daerah otonom yang semakin maju dan sejahtera tidak mengabaikan kewajibannya sebagai bagian dari NKRI.Masyarakat yang mengembangkan kebebasan secara tepat dan harmonis akan menghasilkan dinamika yang tinggi dan produktif. Hal ini akan menghasilkan bangsa Indonesia dengan daya saing nasional tinggi, tetapi tidak mengabaikan kepentingan umat manusia yang luas. ● -
Prinsip Berkeyakinan yang Setara (118)
Prinsip Berkeyakinan yang SetaraSukidi, KANDIDAT PHD DALAM STUDI AGAMA, UNIVERSITAS HARVARD,CAMBRIDGE, MASSACHUSETTS, ASSumber : KOMPAS, 4Februari 2012Akhir-akhir ini, kehidupan beragama kita sedikit memprihatinkan. Spirit harmoni dan toleransi kehidupan beragama yang selama ini kita banggakan mulai pudar. Justru terjadi tren negatif ke arah intoleransi, terutama terhadap kelompok minoritas, baik di dalam Islam maupun di luar Islam.Yang tampak di permukaan: kelompok minoritas tak memperoleh hak kebebasan berkeyakinan yang setara. Padahal, keyakinan adalah hak asasi yang diberikan Tuhan secara setara kepada setiap manusia. Sebagai pemberian Tuhan, hak itu sangat personal, individual, dan melekat pada diri setiap warga negara Indonesia yang beragama, terlepas dari apa pun bentuk agamanya.Agama sekadar instrumen formal untuk mewadahi ekspresi keyakinan yang sangat personal, individual, dan spiritual antara setiap warga negara dan Tuhan- nya. Jika keyakinan merupakan hak pemberian Tuhan yang seta- ra kepada setiap manusia, konsekuensinya: setiap warga negara punya kebebasan yang setara pula untuk menentukan jalan keselamatannya masing-masing.Dalam proses ke arah itu, seti- ap warga negara sepantasnya toleran, egaliter, dan terbuka terha- dap setiap pilihan jalan keselamatan yang ada, yang memungkinkan terjadinya perbedaan, karena karakter dasar jalan keselamatan itu sendiri tak pernah tunggal dan monolitik, tetapi banyak dan plural. Itu sebabnya, ada banyak jalan keselamatan yang setara menuju Tuhan.Otoritas Terlibat AktifPilihan atas jalan keselamatan bersifat sukarela dan ditentukan oleh otoritas internal yang inheren dan melekat pada otoritas tertinggi dan absolut dalam diri manusia: akal dan keyakinan nurani, bukan atas dasar paksaan dari otoritas eksternal yang temporal dan relatif, yakni otoritas sipil ataupun otoritas agama.Yang terjadi akhir-akhir ini adalah kedua otoritas itu justru terlibat aktif dalam menentukan jalan keselamatan yang tunggal dan monolitik, tanpa peduli sama sekali dengan karakter dasar keyakinan dan masyarakat Indonesia yang plural.Tampaknya presiden terlampau santun untuk tidak menegur menterinya yang sering bekerja di luar yurisdiksi otoritas sipil dengan begitu gemar menuduh sesat keyakinan tertentu yang dianut warganya.Jelas, tuduhan sesat itu bukan sekadar pernyataan yang inkonstitusional menurut standar konstitusi kita dan peraturan internasional yang sudah diratifikasi, tetapi juga bentuk penodaan, pelanggaran, serta kejahatan moral dan spiritual terhadap hak asasi yang paling fundamental dan berharga dalam diri setiap manusia: keyakinan.Sebagai konsekuensi dari hak pemberian Tuhan yang setara kepada setiap manusia, keyakinan yang dianut oleh setiap warga Indonesia pun layak dan harus mendapatkan perlakuan yang setara pula tanpa ada diskriminasi atas nama apa pun.Di Amerika Serikat, misalnya, perlakuan setara itu pernah ditunjukkan secara terbuka dan publik oleh Presiden Barack Obama dengan memberikan kebebasan penuh kepada Muslim AS menjalankan agama dan keyakinannya—juga mendirikan pusat keislaman. ”Sebagai warga negara dan sebagai presiden,” demikianlah pidato Obama waktu itu, ”Saya percaya bahwa umat Islam memiliki hak yang setara untuk mempraktikkan agama mereka seperti halnya orang lain di negara ini.”Dengan populasi mayoritas masyarakat AS yang Protestan, Obama bukan tanpa sadar bahwa pidatonya justru akan menurunkan basis dukungan politik yang sudah mulai menurun di tingkat masyarakat luas. Namun, komitmen dan kesetiaan Obama pada konstitusi AS, yang menjamin hak dan kebebasan berkeyakinan secara setara, jauh melebihi dari kalkulasi politik pragmatis yang bersifat jangka pendek.Sebagai agama minoritas, Islam saat ini justru menjadi agama yang pertumbuhannya paling pesat di AS. Masjid dan pusat-pusat keislaman tumbuh, berkembang, dan tersebar luas di kota-kota besar AS. Hal ini terwujud berkat prinsip kebebasan berkeyakinan secara setara yang dijunjung tinggi.Anjuran untuk SBYSungguh bijak dan mulia sekiranya presiden kita secara terbuka dan publik memberikan jaminan dan kebijakan perlakuan yang setara kepada setiap warga negara untuk pertama, dapat beribadah secara bebas sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya tanpa ada ancaman dan perasaan takut.Kedua, untuk dapat mendirikan rumah ibadah tanpa ada hambatan perizinan sedikit pun. Di saat-saat lapar dan haus, kita ingin segera makan dan minum agar kesehatan hidup terjaga secara fisik.Maka, begitu pula fungsi rumah ibadah bagi pemeluknya, persis sebagai tempat untuk melepas rasa dahaga dan lapar secara spiritual sehingga kesehatan secara spiritual juga terjaga. ● -
Setahun Musim Semi Arab
Setahun Musim Semi ArabHasibullah Satrawi, PENGAMAT POLITIK TIMUR TENGAHPADA MODERATE MUSLIM SOCIETY (MMS) JAKARTASumber : KOMPAS, 4Februari 2012Pada Januari lalu Musim Semi Arab (Ar-Rabi’ Al-’Arabiy) telah setahun berlangsung.Revolusi yang mengguncang dunia Arab dalam setahun terakhir itu berawal dari gerakan solidaritas rakyat Tunisia atas aksi bakar diri seorang penjual sayur-mayur bernama Muhammed Bouazizi. Gerakan ini dimulai pada 18 Desember 2010 dan berhasil melengserkan rezim Ben Ali pada 14 Januari 2011.Dari Tunisia, revolusi dunia Arab kemudian menyebar ke negara Arab lain dan berjaya mendongkel pemerintahan otoriter di Mesir dan Libya. Bahkan, bara revolusi terus berkobar hingga sekarang di Yaman, Suriah, dan Bahrain.Melawan Rezim OtoriterSejauh ini ada dua tahap revolusi yang berkembang di dunia Arab.Pertama, revolusi melawan rezim otoriter seperti yang masih terjadi di Yaman dan Suriah. Revolusi pada tahap ini masih membutuhkan waktu panjang, tenaga, dan darah untuk melengserkan rezim diktator Abdullah Saleh dan Bashar al-Assad karena keduanya bersikukuh mempertahankan kekuasaan mereka. Korban jiwa di Suriah sudah lebih dari 6.000 orang.Masyarakat internasional tetap terpecah, bahkan gamang mengayunkan satu langkah pasti untuk menyikapi krisis politik di sana. Dalam konteks krisis politik di Suriah, misalnya, negara-negara yang berhubungan bisnis dengan rezim Bashar al-Assad, seperti Rusia dan China, tetap berusaha menyelamatkan pemerintahan yang ada. Ini terlihat jelas dari sikap Rusia dan China di tingkat persidangan PBB yang menolak solusi apa pun yang bersifat intervensi militer pihak asing.Sebaliknya, Amerika Serikat beserta sekutunya terus berusaha mendongkel pemerintahan Bashar al-Assad. Bahkan, sekutu AS terus mendesak PBB menjatuhkan sanksi keras terhadap Pemerintah Suriah, termasuk sanksi zona larangan terbang seperti yang dilakukan terhadap Libya pada era Khadafy.Dalam konteks krisis politik di Yaman, pandangan masyarakat internasional—khususnya sekutu AS—lebih tak menentu lagi. Di satu sisi mereka kerap menyerukan agar Abdullah Saleh segera mundur dan melaksanakan transisi kekuasaan secara damai. Di sisi lain, mereka tetap membiarkan Abdullah Saleh bebas tanpa tekanan. Bahkan, mereka tampak mendukung syarat yang diajukan Abdullah Saleh untuk mundur dari bangku Presiden Yaman: bebas dari dakwaan hukum apa pun.Itulah yang memicu kembali kemarahan masyarakat Yaman dalam beberapa minggu terakhir.Kegamangan AS bersama sekutunya dalam krisis politik di Yaman tak lepas dari kepentingan mereka. Kepentingan untuk tetap bisa mengontrol dan menguasai jaringan terorisme yang ada di Yaman. Apalagi, kelompok pendukung Osama bin Laden di Yaman semakin tak terkontrol semenjak negara itu dilanda badai revolusi. Inilah yang bikin langkah AS dan sekutunya lunglai menyikapi krisis di Yaman.Kedua, revolusi pada tahap melawan disintegrasi. Dibandingkan dengan revolusi pada tahap pertama, revolusi pada tahap kedua ini bisa dikatakan lebih maju. Tunisia, Mesir, dan Libya telah berhasil melengserkan rezim diktator masing-masing.Runtuhnya rezim otoriter tak berarti akhir dari perjalanan revolusi. Sebaliknya, runtuhnya rezim otoriter justru menjadi awal dari sejumlah perjuangan berat yang harus dihadapi oleh kekuatan revolusi: disintegrasi.Ini terjadi karena runtuhnya rezim otoriter tidak hanya berarti kemenangan dan kebebasan bagi para pemuda pejuang revolusi, tetapi juga berarti kebebasan dan kemenangan bagi semua pihak, mulai dari pemuda pejuang revolusi hingga kelompok agamis yang dikekang pada masa kekuasaan sang diktator.Yang saat ini terjadi di Mesir bisa dijadikan contoh paling baru mengenai kemenangan yang dialami kelompok agamais yang dipaksa tiarap pada masa rezim otoriter Mubarak. Setelah kekuasaan Mubarak berakhir, kelompok agamais di Mesir—salafi dan Ikhwan Muslimin—mendapat kebebasan mewujudkan cita-cita perjuangan mereka. Kedua kelompok agamais di Mesir itu berhasil memenangi pemilu legislatif secara mutlak.Kemenangan kubu agamais di dunia Arab pascarevolusi menjadi persoalan tersendiri. Tidak semata-mata karena mereka dicurigai akan mengubah konstitusi dan menjadikan Mesir, misalnya, negara agama.Juga bukan hanya karena kalangan agamais tak ubahnya penumpang gelap dalam gerakan revolusi yang dimotori kalangan pemuda kelas menengah yang kebarat-baratan. Lebih dari itu: kelompok agamais membawa ideologi eksklusif yang bercorak sektarianistik hingga berlangsung pelbagai macam konflik sektarian seperti yang kerap terjadi di Mesir mutakhir.Seiring dengan konflik sektarian yang terus berlangsung, disintegrasi bangsa acap tak terelakkan. Dalam konteks seperti ini, bukan kebaikan yang didapatkan dari revolusi Arab itu, melainkan keburukan yang tak kalah parah dibanding semua keburukan rezim otoriter yang dilengserkan berdarah-darah.Tak Banyak BerubahPertanyaannya, seperti apa revolusi dunia Arab ke depan? Pada hemat saya, tak banyak perubah- an. Setidaknya sepanjang tahun 2012 ini. Tak tertutup kemungkinan revolusi dunia Arab kian berkembang dan menyebar ke negara Arab yang lain karena hampir semua negara Arab mengidap penyakit revolusi yang sama: kemiskinan dan kediktatoran yang memberangus kebebasan.Yang terjadi di dunia Arab dalam setahun terakhir masuk dalam kategori ”revolusi oleh kemiskinan”. Itu sebabnya revolusi yang terjadi hanya melanda negara-negara miskin, seperti Tunisia, Mesir, Yaman, dan Suriah. ”Revolusi oleh kediktatoran” sejauh ini belum terjadi.Revolusi kemiskinan terjadi lebih awal dibandingkan dengan revolusi kediktatoran karena kelaparan lebih kuat daripada kediktatoran dalam mendorong seseorang melakukan hal-hal ”yang tak mungkin” menjadi mungkin. Jika revolusi kemiskinan telah menerjang negara-negara Arab miskin, revolusi kediktatoran kemungkinan besar akan menerjang negara Arab kaya yang tak memberi kebebasan kepada rakyatnya seperti di kawasan Teluk dan sekitarnya. ● -
Meneladani Asketis Nabi
Meneladani Asketis NabiAsep Salahudin, WAKIL REKTOR IAILM PESANTREN SURYALAYA, TASIKMALAYASumber : KOMPAS, 4Februari 2012Salah satu spirit kenabian yang patut kita renungkan dalam konteks Maulid adalah politik zuhud asketisme. Ketika manusia yang mengklaim dirinya umat menampakkan gejala hidup hedonistis larut dalam pesona dunia dengan menghalalkan segala cara, kita perlu meneladani asketis Nabi.Zuhud asketis artinya meninggalkan keduniawian untuk hidup sederhana, jujur, dan rela berkorban. Diakui atau tidak, saat ini kita hidup dalam ketamakan. Dengan telanjang kita saksikan bagaimana uang miliaran rupiah yang seharusnya untuk kepentingan publik menjadi ajang bancakan sejumlah kalangan.Hiruk-pikuk Badan Anggaran (Banggar) DPR sudah lebih dari cukup menggambarkan sikap rakus itu. Lihat saja catatan Sekretariat DPR tahun 2012 yang sangat melecehkan akal sehat: langganan jasa internet (Rp 3,47 miliar), pemeliharaan dan biaya makan rusa (Rp 598,3 miliar), pengharum ruangan (Rp 16 miliar), renovasi ruang kerja Banggar (Rp 20,3 miliar), kalender (Rp 1,3 miliar), pekerjaan servis kompleks DPR Kalibata (Rp 36,3 miliar).Kita juga membaca tentang 76 kepala daerah yang telah menjadi tersangka. Persoalan ternyata lagi-lagi penyalahgunaan kekuasaan yang berpangkal pada praktik korupsi.Otonomi yang seharusnya membersitkan berkah bagi semua—karena diandaikan kesejahteraan terdistribusi merata ke sejumlah daerah—ternyata disalahgunakan para pengelola, yang seharusnya menyikapi kuasa sebagai ”amanah” malah menjadi ”gonimah” untuk memperkaya diri.Korupsi memang belum juga terselesaikan. Bahkan, indeks korupsi semakin menaik. Penyakit akut yang menjadi akar hancurnya negara despotis Orde Baru tidak diputus, tetapi kuantitas dan kualitas, baik jumlah maupun modusnya, malah dipercanggih.KesederhanaanMaulid Nabi Muhammad SAW sesungguhnya mengabarkan kisah seputar politik asketis yang diterapkan oleh Sang Nabi. Seorang dengan kekuasaan yang sangat luas ternyata lebih berminat mengambil opsi hidup jauh dari kemegahan ketika pada saat yang sama raja-raja di seputarnya, baik Persia maupun Romawi, hidup bergelimang benda.Rasulullah lebih memilih menyatu dengan rakyat. Istananya tidak dibangun berlapiskan emas permata, tetapi menjadi bagian depan masjid tempat keluar masuk masyarakat. Alih-alih memakai pagar yang menghabiskan uang rakyat, pintu rumahnya justru dibiarkan terbuka agar para sahabat dan komponen bangsa dapat berdialog setiap saat.Dapat kita bayangkan, seorang manusia pilihan Tuhan, yang telah sukses menggulingkan ”kekuasaan tirani” Mekkah dan menjungkalkan orde represif jahiliah, masih sempat menjahit sendiri bajunya yang sobek.Di meja makannya kerap tidak tersedia makanan sehingga Nabi lebih memilih menghabiskan hari-hari dengan berpuasa. Jangan bayangkan Nabi memperoleh banyak harta rampasan perang sebab seluruh bagian untuknya dikembalikan ke kas negara.Politik asketis diterapkan dalam maknanya yang sempurna. Hidup sederhana tidak sekadar slogan untuk membangun pencitraan—sementara misalnya di belakang ternyata menumpuk harta, diam-diam menerima upeti dan membangun perusahaan sebagai persiapan setelah tidak berkuasa—tetapi menjadi pilihan. Hidup sederhana adalah panggilan jiwanya. Terbukti ketika dipanggil Sang Kuasa, tidak ada harta yang diwariskan.Apa yang diucapkan berbanding lurus dengan praksisnya. Tekad, ucapan, dan tindakan menyatu sehingga ”perubahan sosial” yang diinginkan lekas diwujudkan. Maka, mencapai negara kesejahteraan dan Madinah yang berkeadaban tidak harus menunggu ratusan tahun, tetapi dapat disaksikan sendiri oleh Nabi.Kunci KeteladananKunci transformasi sosial yang sangat cepat itu ternyata salah satunya adalah keteladanan, asketisme yang utuh, dan pejuang militan yang setiap perkataannya sejalan dengan seluruh tindakannya. Tidak heran jika seorang orientalis, Michail Hart, menobatkan Nabi sebagai orang pertama dari seratus orang berpengaruh di dunia yang sukses mengubah sejarah kemanusiaan.Maka, menjadi dapat dipahami jika kemudian Sang Nabi menjadi rujukan para sahabatnya. Rujukan bukan hanya dalam ritus, melainkan juga dalam ruang sosial yang lebih luas: politik, budaya, dan terutama moralitas.Nabi sadar betul bahwa kata-katanya hanya menjadi gema yang tidak berarti kalau semuanya hanya sebatas slogan. Kekuasaan akan menjadi ”hantu” manakala yang ditampilkan adalah hidup serakah.Seorang sahabatnya pernah bertanya, ”Ya, Rasul tunjukkanlah suatu tindakan yang apabila aku mengamalkannya, Tuhan dan manusia mencintaiku?”Rasulullah menjawab, ”Zuhudlah kamu terhadap dunia, niscaya Tuhan mencintaimu. Zuhudlah kamu pada apa-apa yang ada pada tangan manusia, niscaya manusia mencintaimu.”Di lain kesempatan diujarkannya, ”Orang yang kaya bukanlah orang yang berlimpah harta, sesungguhnya orang yang kaya adalah orang yang kaya jiwanya.”Benda disikapinya tidak sebagai segala-galanya, tetapi justru sebagai media untuk merengkuh keluhuran pekerti sebagai alat kejuangan.Mungkin dalam perjalanan bangsa, hal itu mengingatkan kita pada manusia pergerakan, semacam Hasyim Asy’ari, M Natsir, Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Hamka, dan Tan Malaka. Mereka terus dikenang karena berjuang demi kemanusiaan, demi kemerdekaan, bukan lainnya.Hanya SementaraPolitik asketis menempatkan benda tak lebih dari tempat mengembara untuk melanjutkan perjalanan menuju keabadian.”Jadilah kamu di dunia ini seolah-olah kamu orang yang mengembara atau orang yang melewati jalan. Persiapkanlah bahwa dirimu akan termasuk (kelompok) orang-orang yang telah mati. Apabila dirimu berada di waktu pagi, janganlah menceritakan bahwa kamu akan bisa berada di sore hari.Seandainya kamu menghirup udara sore, jangan yakin bahwa hal yang sama akan bisa dilakukan esok hari. Jadikanlah kesehatanmu untuk sakitmu, kemudaan untuk masa tua, kekayaan untuk kefakiran, dan hidupmu untuk matimu. Kamu sungguh tidak akan mengetahui siapakah namamu besok.”Dalam kearifan perenial diteguhkan bahwa ketika sikap asketis ini tidak diinternalisasikan, perburuan terhadap benda akan menjadi napas manusia. Inilah lingkaran kejahatan itu, muara dari seluruh laku negatif. Perburuan baru selesai ketika napas sudah di ujung tenggorokan. Tak ubahnya meminum air laut, semakin diteguk semakin haus.Dalam ungkapan Rasulullah, ”Andaikata anak Adam mempunyai emas dua lembah, niscaya dia menghendaki yang ketiga. Tidak ada yang memenuhi perut anak Adam, kecuali tanah.”Alhasil, perayaan Maulid menjadi relevan karena kehidupan tengah terpelanting dalam arus keserakahan. Upacara kelahiran Nabi mengingatkan kembali ingatan tentang politik asketis sebagai modal sosial membangun negara berkeadaban. ● -
Bagi Pengusaha Pekerja adalah Mitra
Bagi Pengusaha Pekerja adalah Mitra(Wawancara dengan Ketua Umum APINDO)Sofyan Wanandi, KETUA UMUM ASOSIASI PENGUSAHA INDONESIA (APINDO)Sumber : SUARA KARYA, 4Februari 2012Aksi demonstrasi buruh/pekerja yang menuntut kenaikan upah minimum untuk 2012 terus terjadi sejak akhir 2011 lalu. Dimulai di Batam dan sejumlah daerah lainnya, aksi demonstrasi buruh ini seakan mencapai puncaknya pada Jumat, 28 Januari 2012 lalu di Bekasi, Jawa Barat.Ribuan buruh memblokade Jalan Tol Jakarta-Cikampek, tepatnya di ruas Cikarang (Bekasi). Dampaknya, arus lalu lintas macet total dan aktivitas perekonomian sempat lumpuh selama puluhan jam.Akar masalah dari aksi demo besar-besaran buruh ini sebenarnya berawal dari tidak terimanya kalangan pengusaha atas keputusan gubernur terkait kenaikan upah minimum dan menggugatnya ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Kalangan pengusaha yang diwakil Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku keberatan, karena kenaikan upah minimum dinilai terlalu tinggi. Upaya Apindo untuk menggugat kenaikan upah minimum untuk 2012 ternyata mendapat perlawanan dari kaum buruh/pekerja yang seakan tak rela urusan perutnya diotak-atik.Berikut petikan wawancara yang dilakukan wartawan HU Suara Karya Andrian Novery dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di suatu kesempatan acara di Jakarta, beberapa waktu lalu.Aksi demo buruh yang meuntut kenaikan upah di sejumlah daerah tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dan bisa diselesaikan. Bagaimana menurut Anda?Pengusaha merasa khawatir dengan situasi yang terjadi belakangan ini. Khususnya terkait dengan demo-demo para buruh yang meminta kenaikan upah. Gugatan terhadap kenaikan upah di sejumlah daerah itu disebabkan Apindo memperjuangkan pengusaha-pengusaha kecil yang tidak mampu membayar buruhnya sesuai dengan upah minimum.Jadi, bukan berarti Apindo tidak membela kepentingan buruh. Mereka tidak bisa bersuara. Makanya, kita putuskan seluruhnya untuk mendukung masyarakat Indonesia.Sangat sedih saya dengan aksi-aksi demo buruh tersebut. Sebaiknya semua kita bersatu. Buruh adalah partner (mitra) kita. Kalau terjadi apa-apa sama buruh, kita juga rugi. Selama ini, Apindo menjadikan buruh sebagai partner atau rekan. Ini tertuang dalam anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) kita. Apindo terus memperjuangkan upah minimum buruh untuk naik setiap tahun yang besarannya minimal sesuai inflasi plus atau paling kecil 10 persen.Tapi tampaknya apa yang Anda katakan tidak diketahui oleh kalangan buruh?Akibat demo di Bekasi itu, kini sekarang semua (daerah lainnya) ikut-ikutan. Di mana-mana demo ini dipakai untuk cara mengikuti apa mau mereka. Ini tidak benar. Padahal kan ada dewan pengupahan, forum bipartit, tripartit, dan lainnya. Tapi memang di Indonesia ini lucu. Di sini anehnya ketentuan harus menyamakan penerapan upah di setiap perusahaan atau bidang usaha. Padahal kondisi setiap perusahaan atau usaha lain-lain.Jika terus berlangsung dan tidak kunjung terselesaikan, masalah aksi demo buruh besar-besaran yang sampai turun ke jalan ini bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia. Terlebih lagi bila buruh yang berada di Tangerang juga akan melakukan hal serupa di Bekasi. Sebenarnya daripada mengganggu iklim investasi yang ada, kita mau menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Kita sudah bicara dengan berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan buruh/pekerja.Kita berharap akan ada keputusan yang disepakati untuk seterusnya. Banyak investor dan pengusaha yang menanyakan kejadian tersebut. Namun, saya tetap meyakinkan mereka untuk tidak takut berinvestasi di Indonesia. Kejadian penutupan akses jalan tol tersebut merupakan yang pertama dan terakhir.Apakah pihak Apindo sudah mengomunikasikan masalah sebenarnya terkait masalah kenaikan upah tersebut dengan kalangan pekerja?Sejak saya memimpin Apindo sebilan tahun lalu, Apindo telah mengubah posisi buruh dari pekerja menjadi mitra pengusaha. Apindo menginginkan buruh memiliki kehidupan yang layak tanpa membebani biaya produksi pengusaha. Untuk masalah penetapan upah, Apindo melalui Dewan Pengupahan selalu menaikkan upah minimum di atas inflasi.Dengan ini pengusaha menginginkan kehidupan buruh dapat menjadi lebih baik. Tidak benar kalau dikatakan Apindo membela pengusaha besar.Saya hanya khawatir aksi demonstrasi memblokir jalan tol di Bekasi beberapa waktu lalu akan ditiru buruh-buruh di daerah lain. Seperti di Medan dan Batam, tujuannya untuk memaksa pemerintah menyetujui apa yang diinginkan buruh. Padahal pemerintah, buruh, dan pengusaha telah mempunyai Dewan Pengupahan untuk membahas upah buruh.Tahun ini kami dituntut menaikkan upah minimum 30 persen, mungkin tahun depan bisa 100 persen. Bagaimana kita mau bersaing dengan luar negeri, karena lebih untung menjual barang impor daripada memproduksi barang di Indonesia.Apa yang Anda lihat dari peristiwa aksi demo buruh di Bekasi?Kalangan pengusaha yang diwakilkan Apindo memilih pasif dalam menyikapi keputusan Gubernur Jawa Barat yang menaikkan UMK Bekasi hampir 30 persen. Idealnya keputusan tersebut jangan dipaksakan bagi pengusaha yang skala ekonominya tidak memungkinkan untuk itu. Jadi jangan memaksa usaha yang kecil-kecil (untuk membayar UMK Bekasi), bisa mati mereka.Lantas, apa yang Anda harap untuk dilakukan oleh para gubernur dan bupati tersebut?Sejumlah pihak termasuk kepala daerah jangan memanfaatkan isu buruh untuk kepentingan kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan seolah-olah memperjuangkan kepentingan kesejahteraan buruh. Apalagi persoalan ketenagakerjaan, termasuk isu upah buruh, menjadi penghambat masuknya investasi asing ke Indonesia.Hubungan pekerja atau buruh dan pengusaha saling membutuhkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, harus ada kerja sama dan persatuan agar ke depan pembangunan ekonomi nasional bisa berlanjut dan lebih merata. Memang ada pengusaha yang baik dan buruk. Namun, hal ini harus bisa dipersatukan agar semuanya bisa berjalan dengan baik. Saya khawatir, apabila masalah ini tidak diselesaikan dengan baik, kondisinya makin memburuk. ● -
Apa Salahnya Memakai Nama Esemka?
Apa Salahnya Memakai Nama Esemka?Ibnu Hamad, PRAKTISI KOMUNIKASI, PENULIS BUKU KOMUNIKASI SEBAGAI WACANASumber : SINDO, 4Februari 2012Tulisan Mbak Amelia E Maulana,PhD,berjudul “Urgent: Ganti Nama Esemka” di harian ini Rabu 18 Januari 2012 menarik dan perlu ditanggapi guna pengayaan makna atas kehadiran mobil buatan siswa-siswi SMK tersebut.
Selaku pakar di bidang merek (brand),dia memiliki alasan tersendiri mengenai pentingnya penggantian nama Esemka. Tujuannya agar merek yang baru itu,walaupun ia sendiri belum mengajukan satu pun penggantinya, jauh dari asosiasiasosiasi negatif dan bisa diterima di dunia internasional. Argumentasi keniscayaannya dia awali dengan mengutip pendapat pujangga William Shakespeare: “Apalah arti sebuah nama? A rose by any other name would smell as sweet––biar diganti namanya sekalipun,mawar akan tetap berbau harum.” Kalaulah Mbak Amelia sungguh-sungguh menghayati pernyataan Shakespeare ini, justru nama Esemka tidak perlu diganti sama sekali.Biarkan saja apa adanya.Toh,apalah arti sebuah nama? Yang penting bau harumnya,dalam hal ini penampilan dan kualitas mobil. Mbak Amelia sendiri mengajukan tiga alasan (tiga tip) guna penggantian nama Esemka. Di bawah ini saya ringkaskan tiga tip tersebut dan saya mencoba memberinya pengayaan secara berurutan. Tip pertama, menjauh dari nama SMK. Alasannya: SMK (dibaca Esemka) adalah sekolah yang sarat dengan praktik untuk siswa. Memberikan label yang diucapkan sama bunyinya dengan SMK akan mengingatkan calon pembeli bahwa produk ini adalah produk praktik.
Hemat saya, sekurangkurangnya ada tujuh keuntungan dengan tetap menggunakan nama Esemka. Pertama,nama ini orisinal Indonesia mengingat singkatan SMK untuk sekolah menengah kejuruan itu hanya ada di Indonesia. Ini akan menjadi identitas merek (brand identity) yang khas Indonesia. Kedua, nama Esemka menjadi salah satu bukti bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan bagi kemajuan teknologi nasional. Apalagi produk SMK bukan sebatas mobil,tetapi juga laptop, in focus, kapal laut hingga pesawat terbang.
Ketiga, nama Esemka menjadi jaminan bahwa para lulusan sekolah kejuruan merupakan tenaga kerja terampil yang siap bekerja di mana saja dalam bidang apa pun. Keempat, nama Esemka telah menaikkan citra SMK.SMK juga memberi peluang bagi para lulusannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi seperti rekan-rekannya dari SMA. Kelima,nama Esemka akan mendorong lahirnya iklim yang kompetitif di antara lembaga pendidikan yang relatif sejenis, terutama dengan jenjang yang lebih tinggi, untuk melahirkan produk-produk terbaik mereka.
Sekarang saja sudah mulai muncul jargon: anak SMK saja bisa, masa perguruan tinggi tidak bisa? Keenam, nama Esemka menjadi jaminan keberlanjutan produksi mobnas karena ia melekat dengan pelaksanaan pendidikan. Selama sistem pendidikan kita berjalan,yang di dalamnya ada SMK, selama itu pengkajian dan pembuatan mobnas akan berlanjut. Ketujuh, nama Esemka menunjukkan bahwa pengembangan mobnas melalui SMK bukanlah proyek sesaat; melainkan menjadi bagian dari strategi nasional untuk kemajuan bangsa yang melekat dalam sistem pendidikan nasional.
Tip kedua. Pilih nama yang bisa diterima di dunia internasional. Untuk itu perlu nama yang cukup “enak” dan “bunyi” di telinga pasar internasional. Pertanyaannya, apa sih ukurannya internasional itu? Apakah benar yang “enak”dan “bunyi” di telinga pasar internasional itu berarti harus selalu memakai nama yang kebarat- baratan? Kiranya tidak selalu. Lagipula, tren branding yang berbasis etnografis dewasa ini kian mendapat tempat di hati konsumen. Lebih krusial lagi, salah satu aspek penting dari nama/ brand adalah aktivitas pengomunikasiannya.
Nama keren perlu, tetapi brand yang biasabiasa saja (maaf, bahkan kampungan sekalipun) akan menjadi terbiasa di telinga orang jika dilakukan publisitas secara optimal. Tip ketiga. Cari nama yang gampang diingat dan disukai. Alasannya: seorang teman merespons status FB saya dengan komentar,“Aku kira lagi ngebahas SMK alias sekolah menengah kejuruan (zaman baheula)….”Dengan tujuan pelesetan, nama Esemka disejajarkan dengan Espege (kependekan dari sales promotion girl). Jelas nama Esemka gampang diingat.
Buktinya, nama ini terus menjadi buah bibir sejak awal kemunculannya. Pro-kontra mengenai mobil ini di antara para pesohor politik dari level wali kota, gubernur, menteri hingga presiden kian menambah besar nama Esemka. Di tangan para politikus, termasuk kalangan DPR,nama Esemka mencuat bagaikan hendak menembus langit Nusantara. Ditambah pula nama Esemka selaku tanda (sign) secara semiotis memiliki petanda (signifier) yang amat banyak, yaitu SMK-SMK yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.
Soal disukai, tampaknya sangat gegabah hanya karena seorang kawan berkomentar yang rada miring di FB, lantas menyebut nama Esemka tidak disukai. Dalam jejaring media sosial,jumlah pengikut adalah hal yang sangat penting.Kalau baru satu dua saja belum bisa dijadikan indikator. Puluhan atau ratusan saja belum dapat dipakai sebagai ukuran.Hanya kalau mengantongi angka ribuan baru diperhitungkan. Lebih kuat lagi kalau hitungannya adalah puluhan ribu,ratusan ribu,jutaan,dan seterusnya.
Dari tiga pengayaan tersebut, jelaslah nama Esemka sudah memenuhi sebuah merek yang dipersyaratkan oleh para pakar merek/brand: memiliki identitas merek tersendiri, mudah diingat dan ditiru untuk diucapkan, serta cepat populer. Lebih dari sekadar nama, kini yang penting diperhatikan adalah penampilan dan kualitas produk serta pemenuhan seluruh standar yang diperlukan sebagai mobil yang diproduksi secara massal.
Tak kalah pentingnya, kita tempatkan Esemka ini dalam semangat nasionalisme entah itu dalam bentuk pendanaan, pemasaran, penggunaan, ataupun sekadar sebutir pujian. Hanya dengan cara inilah pengembangan mobnas Indonesia akan berjalan dengan baik sebagaimana ditempuh oleh bangsa Jepang,Korea, China, ataupun Malaysia. Mereka bangga dengan karyanya sendiri.
● -
Pembenaran
PembenaranMudji Sutrisno, BUDAYAWANSumber : SINDO, 4Februari 2012Pembenaran berasal dari kata kunci kebenaran yang mengacu pada tindakan membenarkan diri atau kelompok dengan argumentasi yang ditampilkan serasional mungkin,selegal mungkin hingga mengesankan posisi si subjek atau kelompoknya benarbenar “benar”.
Pertanyaannya apakahbetul “benar”ataudemi membela kepentingan diri dan kelompok,maka tampil seolaholah benar? Persoalan tindakan membenarkan diri muncul terutama bila menyangkut korban pelanggaran HAM yang tewas karena peluru atau tindakan kekerasan dalam posisi tidak seimbang antara pengunjuk rasa yang sudah melucuti senjatanya, tetapi tetap ditembak jarak dekat. Argumentasinya “sudah sesuai protap”. Tapi anak bangsa bernama manusia itu tewas oleh tindakan aparat yang seharusnya punya tugas melindungi dan menjadi mediator untuk perkelahian atau sengketa antara rakyat dan pengusaha atau antara rakyat petani dengan mereka yang bisa membayar ongkos untuk dimenangkan dalam sengketa.Pembenaran dipasang seakan rasional, tetapi isinya membela kepentingan korps atau yang jadi kelompoknya. Mereka tidak pernah menempatkan diri pada posisi korban. Menjadi menarik ketika sudah jatuh korban nyawa,lalu “wacana janji mereka-mereka yang ada dalam tanggung jawab otoritas aparat”muncul dengan ungkapan “akan diusut sampai tuntas”. Lalu cepat pula diinformasikan bahwa sudah diperiksa secara internal sekian puluh yang terlibat untuk dicek apakah menyalahi peraturan dan prosedur?
Kita dilupakan,terutama akal sehat masyarakat Indonesia yang semakin kritis di alam demokrasi media dan politik ini,bahwa semuanya itu karena penyelidikannya internal, maka pastilah kepentingan internalnyalah yang dibela. Oleh karena itu secara fenomenal sekali, setiap tindakan pembenaran internal langsung secara dialektis demi kebenaran objektif memunculkan reaksi pembentukan tim-tim independen dari Komnas HAM,lalu dari DPR dan tim-tim pencari fakta (baca: kebenaran di lapangan dan bukan argumentasi pembenaran) untuk meneliti seobjektif mungkin.
Mengapa muncul tim-tim independen? Karena tewasnya anak bangsa dalam kondisi tidak seimbang yang satu berunjuk rasa dan satu semestinya melindungi protes itu ternyata satu kepentingan yang dibela, yaitu pemenangan pemodal dan bukan rakyat yang diayomi. Ke depan terus-menerus akan terjadi konflik segitiga power antara kutub negara, pemilik modal, dan paling terakhir kutub masyarakat warga Indonesia. Relasi ketiga kutub bisa dijadikan tolok ukur objektivitas kebenaran dengan pertanyaan nurani rasional objektif: kutub mana yang dibela dan mana yang dikorbankan?
Dalam bahasa politik ekonomi menang dan kalah,siapa yang dimenangkan dan siapa yang dikalahkan dan dijadikan korban? Di sinilah judul tebal tulisan ini mau menegaskan bahwa “pembenaran” adalah tindakan mengamankan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya dengan alasan- alasan yang tampaknya rasional tetapi “palsu”, yang kelihatannya logis tetapi menutupi kebohongan. Nilai sejati (value) dikalahkan oleh “kepentingan pembuat pembenaran”.
Kita sering lupa bahwa bangsa Indonesia ini ketika berdiri sebagai negara RI dan memilih hukum dan konstitusi sebagai dasar objektif untuk setiap sengketanya oleh para pendiri bangsa sudah didahului dalam pembukaan konstitusinya alinea keempat untuk memakai “musyawarah” sebagai upaya beradab. Unjuk kekuasaan kekuatan senjata untuk menghadapi setiap unjuk rasa melenceng dari nilai itu. Karena itu negara hukum didampingi dengan demokrasi memang menuntut kesabaran dialog dan proses panjang musyawarah.
Terlebih dalam kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang memang sulit rumit karena beda tingkat edukasi, ragam suku, agama, dan ragam pola pikir.Namun tetap satu yang esensial, yaitu mereka ini adalah manusia-manusia berharkat yang dalam agama merupakan ciptaan Tuhan, citra-Nya, khalifatullah yang dalam piagam HAM berbahasa “memiliki hak-hak asasinya sebagai manusia”. O l e h karena itu langkah bernalar tulus dengan dasar yang bukan prosedural tetapi asasi mendasar atau esensial mestilah menapaki tahap pertama p e r u n d i n g a n .
Dalam musyawarah inilah keterbukaan mau membuka kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh yang bersengketa untuk didialogkan. Di sana tes uji kejujuran dukungan kuasa uang, modal atau melindungi rakyat yang tergusur dan selalu kalah menjadi taruhannya. Saya jadi teringat ketika beberapa tahun lalu menjadi anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dengan saudarasaudari Timor Leste soal kemanusiaan dan pelanggaranpelanggarannya. Ketika buntu di minggu-minggu pertama, lalu dibuatlah ice breaking process dengan membuka jujur kepentingan-kepentingan yang dibawa lalu bersekutu dalam satu kepentingan didasarkan nilai bersama, yaitu nilai rekonsiliasi.
Sebelum ini dibuat tidak pernah bisa dialog.Yang ada adalah saling membenarkan kepentingan masing-masing dan hujan pembenaran-pembenaran semu. Itu terjadi tanpa ketulusan untuk rendah hati mau mengakui kesalahan dan pelanggaran HAM serta pencarian ke depan to reconcile by forgiving although not fogetting. Langkah berikutnya,mempersilakan seluruh tim independen untuk berbagi penemuan sehingga kebenaran objektif semakin multidimensi dan tak hanya dari sudut pembenaran satu instansi, tetapi semua sudut.
Biarkan publik menilai melalui pers serta para wakilnya di DPR lalu simpulkan serta hadirlah “negara” yang bertanggung jawab untuk kompensasi kerugian materiil dan nonmateriil. Bila perlu ajari dengan keteladanan rela mengundurkan diri karena tanggung jawab sebagai pimpinan. Jangan biarkan bangsa besar ini tak pernah punya contoh kebesaran jiwa pemimpinnya yang rela mengundurkan diri karena berani menanggungi jawab tugasnya dan bukan hanya senang dan merasa amanah ketika hari pertama menjabat.
Kita butuh contoh seperti Rahmad Dharmawan, pelatih utama tim PSSI U-23 saat SEA Games.Dia contoh langka yang mau mundur karena merasa bertanggung jawab atas tugasnya. Dan yang terakhir, agar ke depanpembenaran-pembenaran yang memuakkan itu tidak selalu terjadi, harus ada UU agraria yang adil dalam konflik segitiga kekuatan modal, negara, serta kekuatan terbesar, yaitu masyarakat Republik Indonesia.
Acuan kebenaran objektifnya sudah disepakati dalam kitab suci Konstitusi bahwa kekayaan alam di negara RI digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak.
●