Author: Adul
-
Industrialisasi dan Impor Ikan
Industrialisasi dan Impor IkanArif Satria, DEKAN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA IPBSumber : KOMPAS, 8 Desember 2011Ada dua isu menarik yang ditawarkan menteri kelautan dan perikanan yang baru, Sharif Cicip Sutardjo. Pertama, akselerasi industrialisasi perikanan. Sebagai negara produsen ikan terbesar ketiga di dunia, mestinya Indonesia bisa menjadi negara industri perikanan yang tangguh. Faktanya, kita masih jauh dari Thailand dalam industri pengolahan. Padahal, produksi ikan Thailand jauh di bawah kita. Kedua, pemberlakuan buka-tutup impor ikan, yang sebenarnya selama ini sudah berlangsung, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan yang saat ini produksinya kurang dari 50 persen kapasitas terpasang.Dua isu ini berhubungan. Tak mungkin industrialisasi perikanan didorong, sementara utilitas industri pengolahan dibiarkan kurang dari 50 persen. Namun, tampaknya solusi membuka keran impor masih kontroversial karena ada kekhawatiran penyalahgunaan izin impor oleh pengusaha yang menyebabkan bocornya produk impor ke pasar lokal sehingga mengganggu produk nelayan. Pertanyaannya, bagaimana desain industrialisasi perikanan dan sejauh mana relevansi impor.Desain IndustrialisasiAda dua perspektif industrialisasi perikanan. Pertama, industrialisasi perikanan dalam arti sempit, yakni membangun pabrik-pabrik pengolahan ikan, yang tujuannya meningkatkan produksi ikan olahan, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Dengan demikian, yang terpenting pertumbuhan produksi terjadi, siapa pun pelakunya dan dari mana pun sumber bahan bakunya. Perspektif ini mirip gaya foot-loose industry yang menjadi ciri industrialisasi di Indonesia selama ini.Kedua, industrialisasi perikanan dalam arti luas, yakni transformasi ke arah perikanan yang bernilai tambah. Tujuannya, meningkatkan nilai tambah produksi perikanan lokal yang dinikmati para pelaku usaha kecil dan menengah. Yang terpenting adalah transformasi pelaku di hulu ataupun hilir sehingga nelayan dan pembudidaya ikan juga menjadi bagian penting dalam proses ini.Karena itu, industrialisasi tak sekadar membangun pabrik, tetapi lebih pada terciptanya sistem yang menjamin meningkatnya mutu produk perikanan nelayan dan pembudidaya ikan yang bernilai tambah, berkelanjutan, dan menyejahterakan. Dengan demikian, industri tak semata teknologi, tetapi orientasi nilai budaya baru. Perspektif ini mirip resources-based industry, di mana industri mengait pada sumber daya lokal sehingga pelaku lokal di hulu terlibat secara dalam dan karena itu keberlanjutan sumber daya jadi penting untuk menjamin keberlanjutan produksi.Apabila perspektif pertama agak dekat dengan model liberal-teknokratik yang bertumpu pada pelaku besar saja, perspektif kedua merupakan wujud model tekno-populis yang melindungi yang kecil, mengembangkan yang menengah, dan mendorong yang besar. Jepang dan negara-negara Skandinavia mengembangkan model tekno-populis ini. Kultur industri telah melekat pada nelayan mereka tanpa harus kehilangan identitas budaya.Nah, persoalannya adalah perspektif mana yang akan dipilih pemerintah. Pilihan ini akan sangat menentukan kebijakan yang akan diambil. Kalau pemerintah sudah menempatkan pro-job, pro-growth, pro-poor, dan pro-environment sebagai motonya, tentu perspektif kedua yang lebih tepat. Oleh karena itu, perlu desain besar industrialisasi perikanan sehingga langkah-langkah industrialisasi merupakan upaya sistematis memajukan sektor ini secara komprehensif (produksi primer, pengolahan, perdagangan, pengelolaan sumber daya, dan pengembangan sumber daya manusia serta teknologi) melalui tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang yang terukur. Ini termasuk posisi kawasan pedesaan pesisir dalam desain industrialisasi.Impor IkanPerspektif baru ini mensyaratkan bahwa nilai tambah juga harus dinikmati para pelaku hulu sehingga upayanya adalah memaksimalkan bahan baku industri dari sumber daya lokal. Berkaitan dengan rencana jangka pendek pemerintah untuk membuka keran impor, beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama, secara obyektif perlu dipetakan berapa kebutuhan industri, berapa kemampuan suplai di berbagai wilayah, dan berapa kebutuhan impor. Yang kritis memang angka produksi. Bisa saja produksi melimpah di suatu tempat, tetapi langka di daerah lain.Ini bermasalah karena distribusi keberadaan unit pengolahan ikan (UPI) tak merata, bahkan masih terkonsentrasi di Jawa. Jadi, agendanya adalah bagaimana menciptakan sistem informasi produksi dan pasar perikanan lintas wilayah yang mampu mendeteksi produksi serta kebutuhan pasar setiap wilayah dengan tepat. Perlu dicatat, data produksi selama ini belum akurat karena sedikit sekali institusi tempat pelelangan ikan (TPI) di daerah yang berfungsi, padahal TPI adalah salah satu sumber data produksi terbaik.Kedua, secara ekonomi-politik harus dipahami impor tidaklah netral sekadar hitung-hitungan ekonomi langka atau tidaknya bahan baku, tetapi ternyata bisa sarat kepentingan para importir. Ini terbukti dengan adanya penyalahgunaan izin oleh pengusaha sehingga bocor ke pasar lokal (Kompas, 6/12/2011). Ini gambaran bahwa ruang perdagangan kita tak hampa permainan, tetapi juga ada kepentingan perburuan rente. Pemerintah mesti jeli melihat masalah ini dan pada saat yang sama memperkuat sistem pengawasan.Perlu dikaji mendalam rencana pemerintah mengimpor ikan. Efek psikologis nelayan akibat impor pun perlu diperhatikan. Pada saat yang sama, insentif peningkatan produksi harus didorong sehingga nelayan dan pembudidaya kembali bergairah. Ini juga diiringi pengembangan gudang-gudang penyimpanan ikan di daerah dan efisiensi pengangkutan untuk atasi ketimpangan produksi antarwilayah. Begitu pula perlu dikembangkan UPI di sentra-sentra produksi perikanan di wilayah timur Indonesia dengan pendekatan kawasan. Semua itu perlu desain industrialisasi kuat dan dukungan lintas sektor sehingga industrialisasi perikanan yang terbangun sangat kokoh dan dapat benar-benar menjadi pilar kemajuan bangsa bahari kita. ● -
Mempersiapkan Dialog Papua
Mempersiapkan Dialog PapuaNeles Tebay, PENGAJAR PADA STFT FAJAR TIMUR ABEPURA, PAPUASumber : KOMPAS, 8 Desember 2011Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2011 di Jakarta mengumumkan pentingnya suatu dialog terbuka dengan rakyat Papua untuk mencari dan menyepakati solusi serta pilihan terbaik atas berbagai masalah di Tanah Papua.Presiden SBY menekankan bahwa dialog itu dapat dilaksana- kan atas dasar tiga pilar: Negara Kesatuan Republik Indonesia, otonomi khusus, dan percepatan pembangunan di Papua.Memandang dari Papua, Presiden SBY telah memberi harapan di tengah kebuntuan komunikasi politik antara Jakarta dan Papua. Ternyata masih ada peluang menyelesaikan konflik Papua secara damai.Tanpa tekanan dari luar, Presi- den SBY bahkan telah mengam- bil inisiatif menetapkan langkah progresif. Presiden membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) lalu mengangkat Letjen Purn Bambang Dharmono sebagai kepala unit tersebut. UP4B diharapkan menjembatani komunikasi antara pemerintah pusat di Jakarta dan rakyat serta pemerintah daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat.Presiden SBY juga mengangkat Farid Husein sebagai utusan khusus yang mempersiapkan dialog antara pemerintah dan orang Papua. Sebagai wakil resmi pemerintah pusat, ia ditugasi membangun komunikasi dengan para tokoh orang Papua baik di dalam negeri maupun di luar negeri agar dialog antara pemerintah dan orang Papua terlaksana.Dengan perkembangan dan inisiatif pemerintah ini, satu-satunya hal yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah dukungan berbagai pihak. Semua pihak baik di Tanah Papua, Jakarta, maupun di luar negeri perlu mendukung sepenuhnya inisiatif pemerintah ini dengan berbagai cara dan sarana agar konflik Papua dapat diatasi melalui dialog yang bermartabat serta tanpa pertumpahan darah.Empat Tahap PersiapanDialog untuk menyelesaikan masalah Papua melibatkan pihak-pihak yang berkonflik selama ini: pemerintah pusat di Jakarta dan orang asli Papua, terutama yang selama ini melakukan perlawanan terhadap pemerintah.Selain pemerintah pusat dan orang asli Papua, aktor-aktor lain yang juga dapat berperan sebagai pemicu konflik dan atau pemacu pembangunan di Tanah Papua perlu dilibatkan dalam proses dialog Jakarta-Papua.Menurut pengamatan saya, aktor-aktor lain yang perlu dili- batkan dalam proses persiapan dialog adalah penduduk Papua, terutama warga non-Papua yang jumlahnya mencapai 48 persen dari penduduk di Papua dan Papua Barat, Polri, TNI, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota), serta perusahaan-perusahaan asing dan domestik yang mengeksploitasi kekayaan alam di Tanah Papua.Suara dari semua aktor ini perlu didengar. Pendapat mereka perlu diakomodasi dan diperhitungkan dalam proses persiapan dialog Jakarta-Papua. Oleh sebab itu, perlu disiagakan tahap persiapan dialog Papua yang memungkinkan keterlibatan semua aktor itu.Kami menawarkan empat tahap persiapan dialog Jakarta-Papua. Pertama, dimulai dengan diadakannya konsultasi publik bagi orang asli Papua di semua kabupaten. Mereka difasilitasi menyampaikan pendapat mereka tentang dialog dan pembangunan perdamaian di tanah leluhur mereka. Rangkaian konsultasi publik juga perlu diadakan bagi warga Papua, terutama melibatkan penduduk dari berbagai suku bangsa di Indonesia yang hidup di ”negeri kasuari”.Perlu pula diadakan konsultasi publik terpisah bagi Polri, TNI, pemerintah daerah, dan perusahaan asing serta domestik yang mengeksplotasi kekayaan alam di Tanah Papua.Setiap kelompok aktor ini perlu difasilitasi agar dapat merumuskan pendapat kolektif mereka.Kedua, perlu diadakan dua konferensi regional yang membahas tentang perdamaian di Tanah Papua. Satu konferensi bagi orang asli Papua dan satu lagi bagi warga Papua. Kedua konferensi ini merupakan pertemuan terakhir dari rangkaian konsultasi publik antara orang asli Papua dan warga Papua.Ketiga, diperlukan sebuah konferensi nasional tentang perdamaian Papua. Konferensi ini diadakan di Jakarta dan dihadiri semua pemangku kepentingan. Hasil kedua konferensi regional dan konsultasi publik bagi Polri, TNI, pemerintah daerah, dan perusahaan dapat dipresentasikan dalam konferensi nasional ini. Dalam konferensi ini dapat dibuatkan draf kerangka dialog Jakarta-Papua.Keempat, konferensi Papua bagi kelompok Organisasi Papua Merdeka yang menuntut kemerdekaan Papua Barat. Dalam konferensi ini, wakil-wakil semua faksi perlawanan diundang untuk membahas perdamaian dan kesejahteraan.Tiga Pertanyaan SamaSemua tahapan di atas mempersiapkan tahapan terakhir, yakni dialog antara wakil-wakil pemerintah dan orang Papua. Semua kesepakatan ditetapkan dalam dua konferensi yang terakhir di atas dapat dibahas dalam dialog Jakarta-Papua. Wakil pemerintah dapat mempresentasikan hasil konferensi nasional dan wakil orang Papua membawakan hasil konferensi Papua.Agar pembahasannya terfokus dan terarah, semua konsultasi publik, konferensi regional, konferensi nasional, konferensi Papua, dan bahkan dialog Jakarta-Papua perlu membahas tiga pertanyaan yang sama. (1) Apa indikator perdamaian Papua? (2) Masalah-masalah apa yang perlu dituntaskan demi perdamaian di Papua? (3) Apa solusi-solusi dari semua masalah yang sudah diidentifikasi?Mengikuti cara dan tahapan persiapan ini, semua pemangku kepentingan mempunyai rasa memiliki terhadap proses dan hasil dialog Jakarta-Papua. Hal ini akan membuat mereka merasa bertanggung jawab juga atas implementasi kesepakatan yang ditetapkan dalam dialog Jakarta-Papua. ● -
Mesir dan Demokrasi Kaum Islamis
Mesir dan Demokrasi Kaum IslamisZuhairi Misrawi, ANALIS PEMIKIRAN DAN POLITIK TIMUR TENGAHSumber : KOMPAS, 8 Desember 2011Revolusi 25 Januari 2011 di Mesir telah berhasil melaksanakan dua misi utamanya: menumbangkan rezim Hosni Mubarak dan melaksanakan pemilihan umum paling demokratis sejak tahun 1984.Namun, hasil pemilihan umum yang digelar pada 28 November itu sangat mencengangkan banyak pihak karena kubu Islamis berhasil mendulang suara yang relatif signifikan dalam pemilihan umum parlemen putaran pertama: sekitar 60 persen suara.Partai Kebebasan dan Keadilan yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin mendapatkan 36,6 persen suara, sedangkan Partai Nour yang berafiliasi pada kubu salafi mendapatkan sekitar 24,4 persen suara. Meskipun sekitar dua pertiga rakyat Mesir belum menentukan pilihan (karena 18 provinsi belum menentukan pilihan mereka), naiknya elektabilitas kubu Islamis mendapat perhatian luas, baik di dalam maupun di luar negeri.Keunggulan Kubu IslamisAda tiga hal penting yang merupakan penjelas di balik keunggulan kubu Islamis. Pertama, kemenangan kubu Islamis di bebe- rapa negara Arab pascarevolusi. Partai Ennahda menang di Tunisia, Partai Keadilan dan Pembangunan berjaya di Maroko. Kemenangan partai-partai tersebut memberikan amunisi psikologis yang sangat luar biasa kepada kubu Islamis di Mesir untuk menyongsong kemenangan pemilihan umum. Bahkan, kubu Islamis diprediksi akan memenangi pemilihan umum di Libya, Yaman, dan Suriah.Kedua, kubu Islamis mempunyai basis massa yang riil. Ikhwanul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang memiliki akar historis yang kuat. Didirikan pada 1928 oleh Hasan al-Banna, gerakan itu berkembang menjadi kekuatan perlawanan terhadap Barat dengan ideologi Pan-Islamisme. Meski Ikhwanul Muslimin kerap kali diperlakukan secara represif oleh rezim Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat, dan Hosni Mubarak, mereka konsisten dengan program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan aksi filantropis.Sejak tahun 1950-an rezim yang berkuasa telah berhasil meredam kekuatan politik Ikhwanul Muslimin, tetapi harus diakui mereka tak mampu memangkas hubungan garis vertikal antara Ikhwanul Muslimin dan basis massa. Ikhwanul Muslimin telah berhasil menggunakan kampus dan masjid sebagai medium untuk konsolidasi gerakan mereka.Ketiga, kubu liberal dan kubu kiri terbukti tak punya basis yang mengakar kuat. Sebelum pemilihan umum berlangsung, mereka diperkirakan akan memberikan perlawanan yang serius terhadap kekuatan kubu Islamis karena kekuatan mereka disebut-sebut sebagai al-aghlabiyyah al-shamitah ”mayoritas diam”.Salah satu indikatornya, selama 30 tahun berkuasa, Hosni Mubarak telah berhasil menanamkan nilai-nilai sekuler bagi rakyat Mesir dengan pandangan keagamaan yang moderat. Namun, hasil pemilihan umum awal telah menyatakan sebaliknya: Hosni Mubarak tidak hanya gagal membangun pemerintahan yang demokratis, tetapi juga gagal membangun ideologi kebangsaan yang meniscayakan kesetaraan dalam prinsip kewarganegaraan.Husein Haikal menggambarkan demokrasi ala Mubarak ibarat kolam ikan yang kering, tak ada air dan ikan di dalamnya. De- mokrasi tanpa ideologi, sistem, dan pemerintahan demokratis.Kini, demokrasi di Mesir memasuki babak baru. Ikhwanul Muslimin dan kaum salafi tampil sebagai kekuatan yang meyakinkan dalam panggung politik pascarevolusi. Meski demikian, Ikhwanul Muslimin sebagai pemenang pemilihan umum tak akan mudah melaksanakan misinya mengawal demokrasi.Sejak pengumuman hasil pemilu putaran pertama, Ikhwanul Muslimin sudah mendapatkan penolakan dari kaum salafi. Pertentangan kubu Ikhwanul Muslimin dan kaum salafi bermula pada 1980-an ketika Ikhwanul Muslimin masuk ke ranah politik praktis dan bermetamorfosis menjadi partai politik. Kaum salafi mengeluarkan fatwa ”kafir” terhadap Ikhwanul Muslimin.Adapun kaum salafi pada masa itu memilih setia pada rezim yang berkuasa. Beberapa tokoh salafi yang menentang keras Ikhwanul Muslimin adalah Abu Ishaq al-Huwayni, Nasiruddin al-Albani, dan Moqbil al-Wadi’i. Mereka menentang keras langkah yang diambil Ikhwanul Muslim dalam ranah politik praktis.”Parlemen Lapangan Tahrir”Pertentangan Ikhwanul Muslimin dengan kaum salafi berlanjut setelah pemilihan umum parlemen putaran awal. Pasalnya, Ikhwanul Muslimin menegaskan bahwa mereka tak tertarik dengan isu formalisasi syariat dalam konstitusi baru Mesir.Mereka justru akan fokus pada upaya membangun solidaritas kebangsaan dan memperbaiki sektor ekonomi yang turun drastis sejak revolusi berlangsung. Essam el-Arian (2011), salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin, dalam tulisannya di harian Guardian menegaskan bahwa pihaknya memilih menjaga momentum demokrasi sebagai jembatan untuk membangun perekonomian dan merestorasi kekuatan Mesir di dunia Arab.Bahkan, Ikhwanul Muslimin menyampaikan ketaktertarikannya pada agenda politik formalistik kaum salafi. Mereka cenderung memilih melanjutkan koalisi yang dibangun dengan faksi moderat, liberal, dan kiri dengan payung ”koalisi demokratis” daripada berkoalisi dengan kaum salafi.Langkah yang diambil Ikhwanul Muslimin cukup taktis karena ingin memberikan garansi kepada kaum muda yang telah berjasa mewujudkan revolusi. Tanpa peran kaum muda yang berhasil mengguling rezim totaliter Hosni Mubarak, Ikhwanul Muslimin tak menikmati kue kekuasaan di parlemen.Maka dari itu, Ikhwanul Muslimin harus mengikuti kehendak ”parlemen Lapangan Tahrir”, yang dalam setahun terakhir dimotori kaum muda yang tidak berafiliasi kepada partai politik tertentu. Salah satu agenda yang harus dijawab oleh Ikhwanul Muslimin ialah perihal peralihan kekuasaan dari militer ke sipil.Beberapa hari sebelum pemilu dilangsungkan, Ikhwanul Muslimin menolak untuk bersama kaum muda dan memilih untuk mendukung militer. Hal ini menjadi agenda yang harus mereka perhatikan agar momentum revolusi dan demokrasi mendapatkan dukungan dari partai politik koalisi demokrasi dan kaum muda.Pemandangan ini membuktikan bahwa Ikhwanul Muslimin telah belajar dari pengalaman AKP di Turki dan Ennahda di Tunisia yang lebih berminat pada upaya menjaga momentum demokrasi dengan mengedepankan agenda ekonomi daripada agenda ideologis mereka.Maka dari itu, Ikhwanul Muslimin tidak akan mendapatkan tentangan dari kalangan liberal dan kiri, tetapi tentangan serius justru datang dari kaum salafi dan kaum muda di Lapangan Tahrir.● -
Menjabarkan Maaf Antikorupsi
Menjabarkan Maaf AntikorupsiHifdzil Alim, PENELITI DARI PUSAT KAJIAN ANTIKORUPSI FAKULTAS HUKUM UGMSumber : SUARA MERDEKA, 8 Desember 2011”Kerja sama antara KPK dan KP2KKN, termasuk LSM lainnya, akan menghasilkan pemberantasan korupsi yang ’’sesuatu banget’’SEHARI sebelum proses penentuan pimpinan KPK 2011-2015, ada kejadian yang menurut penulis sangat luar biasa di Semarang. Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Eko Haryanto menyampaikan ke media bahwa M Jasin, salah satu pimpinan KPK, diduga melakukan pertemuan tertutup dengan pejabat utama di Kota Semarang. Pertemuan itu ditengarai berkaitan dengan kasus suap pengesahan RAPBD Kota Semarang 2012 (SM, 02/12/11).Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP menegaskan tidak ada pertemuan tertutup. Diakui Jasin dua kali mengikuti pertemuan tapi dengan pejabat dan penyidik KPK. Jasin menganggap pernyataan Eko sebagai fitnah sehingga ia mengancam memolisikan Eko jika tak segera minta maaf. Esoknya, Ketua KP2KKN Mahfudz Ali melayangkan surat permohonan maaf. Eko juga mengaku keliru mencerna info yang diterimanya sehingga ia menyudutkan Jasin (SM, 06/12/11).Bagi penulis, ancam dan maaf dalam peristiwa itu, meminjam ungkapan Syahrini adalah, ’’sesuatu banget’’, sesuatu hal yang luar biasa. Ada tiga titik keluarbiasaannya. Pertama; KPK dan KP2KKN adalah sama-sama lembaga pemberantas korupsi. Tak ada lembaga pemberantas korupsi di negeri ini yang memiliki wewenang menyadap dan merekam, selain KPK.Adapun KP2KKN sesuai dengan rohnya adalah LSM yang bertugas melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Meski tak berwenang menyidik dan menangkap, lembaga itu memiliki hak melaporkan tipikor dan mengkritik kinerja penegak hukum yang lamban memberantas korupsi. Ketika KPK dan KP2KKN ’’saling serang’’ bukankah itu ’’sesuatu banget’’?Kedua; dalam waktu yang cepat peristiwa ancam-maaf itu berubah jadi suasana maaf-maaf.Begitulah sikap dewasa dari sesama pemberantas koruptor, tidak memupuk perseteruan. Pasalnya, ada persoalan yang lebih genting yang wajib cepat dirampungkan, yakni memberantas korupsi dan menjerakan koruptor. Kita berharap maaf antikorupsi antara pejabat pemberantas koruptor dan pegiat antikorupsi hadir untuk menghapuskan segala ketidaksepahaman.Titik keluarbiasaan ketiga adalah masih pedulinya masyarakat terhadap KPK, dan dalam kerangka yang lebih khusus, masyarakat masih mau ikut serta menjaga integritas pimpinan lembaga pemberantas korupsi. Integritas adalah fondasi yang sangat penting bagi keberhasilan pemberantasan korupsi.Serang BalikKita tentu masih ingat, Chandra M Hamzah, pimpinan KPK, yang hampir gagal menjaga integritasnya karena bertemu dengan Nazaruddin, walau kala itu Nazaruddin belum heboh dengan kasus suap wisma atlet, dibikin untuk bahan serangan balik oleh para koruptor dan para pendukungnya.Publik itu tanpa diminta sekali pun selalu menjadi pendukung setia KPK, sepanjang lembaga pemberantas korupsi tersebut berjalan di jalur yang benar dan tidak negosiatif terhadap koruptor. Dalam kasus Cicak vs Buaya misalnya, sejuta facebooker sebagai representasi publik mendukung penuh KPK. Ketika Nazaruddin berkoar-koar menyerang KPK, publik juga yang pontang-panting melindungi KPK. Bukan DPR dan bukan pula Presiden SBY.Dalam pandangan penulis, pernyataan dan kritik Eko mungkin lebih tepat diletakkan sebagai bentuk dukungan dan turut serta menjaga integritas pimpinan KPK. Apa jadinya kalau Eko tidak omong pada awal, dan pada waktu berikutnya isu pertemuan itu dijadikan bahan untuk menyerang balik pimpinan KPK pada akhir masa jabatannya? Kita bisa prediksi bahwa KPK akan bekerja ekstra untuk menangkal isu tersebut. Yang tentunya sedikit banyak akan menyita perhatian dan hal itu mengurangi konsentrasinya untuk memberantas korupsi.Mungkin cara Eko menyampaikannya agak keliru sehingga menimbulkan rasa tak nyaman di pedalaman M Jasin. Sekarang Eko sudah mengakui kekeliruannya dan Jasin kita harapkan lapang hati memaafkannya. Seterusnya, fokus untuk saling berpadu memerangi korupsi perlu kembali dikoordinasikan. Publik yakin jalinan kerja sama antara KPK dan KP2KKN, termasuk LSM lainnya, akan menghasilkan pemberantasan korupsi yang ’’sesuatu banget’’. ● -
Tangis Soekarno untuk Papua
Tangis Soekarno untuk PapuaDjoko Pitono, JURNALIS, PENULIS BUKU SOEKARNO, OBOR YANG TAK PERNAH PADAMSumber : SUARA MERDEKA, 8 Desember 2011Soekarno telah lama tiada. Bapak Bangsa itu wafat 1970, hampir lima tahun setelah menghadapi ‘’kudeta merangkak’’ oleh Mayjen Soeharto, orang yang diberinya kepercayaan.Sebagai tokoh bangsa ini keberanian Soekarno sangatlah terkenal, hal yang mengantarkannya dari penjara ke penjara kolonial Belanda. Selama menjadi presiden, Bung Karno berkali-kali menghadapi upaya pembunuhan, termasuk oleh unsur asing (Barat) yang tidak menyukainya. ‘’Go to hell with your aid,’’ seru Bung Karno kepada Amerika Serikat, tatkala mau memberikan bantuan namun dengan berbagai syarat.Tetapi Bung Karno juga dikenal mudah menangis melihat kemiskinan dan kesengsaraan rakyatnya. Dalam bukunya yang baru terbit, Creeping Coup d’Etat Mayjen Soeharto (2011), Sukmawati Soekarnoputri bahkan mengisahkan ayahnya pernah dua kali menangis sesenggukan ketika menjalani tahanan rumah. Tangisan yang kedua disertai keluhan bagaimana dirinya bisa diperlakukan demikian oleh bangsa sendiri.Sekarang, sebagian kalangan mungkin membayangkan Bung Karno menangis di alam baka. Ya, dia boleh jadi menangis melihat centang-perenang negerinya, termasuk pergolakan di Papua Barat (dulu Irian Barat), wilayah NKRI yang sejumlah penduduknya dilaporkan ingin melepaskan diri.Kenangan terhadap Soekarno rasanya tak terhindarkan. Praktis selama 20 tahun menjadi pemimpin RI, sebagian besar waktunya habis untuk memikirkan Papua Barat yang masih dikuasai oleh Belanda sejak pengakuan negeri itu pada 1949.Ketika diundang berkunjung ke AS pada 1956 dan berpidato di depan sidang gabungan Kongres AS, Soekarno menggunakannya untuk menyampaikan sikap. Dalam pidato yang mendapat tepukan tangan spontan 26 kali itu, ia antara lain mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia belum sempurna manakala Irian Barat belum kembali ke pangkuan. ‘’Garam kemerdekaan belum lagi sempurna rasanya bagi kami sebelum Indonesia kembali bersatu di bawah naungan kemerdekaan yang menjadi hak paling asasi dari seluruh manusia.’’Setelah melalui jalan diplomasi panjang dan berliku, Belanda tetap tidak bersedia meninggalkan Papua Barat sehingga kesabaran Soekarno habis. Dalam pidato 17 Agustus 1960, keluarlah deklarasinya yang terkenal menyangkut wilayah tersebut. Dalam bukunya, Indonesia: The Possible Dreams (1971), mantan Dubes AS untuk Indonesia Howard Palfrey Jones melukiskan drama dalam pidato Soekarno.Jones menuturkan, dalam pidato sekitar 2 jam 30 menit itu, Soekarno membagikan tekspidato yang ada bagian kosongnya menjelang akhir. Para pengamat pun meramalkan ada pengumuman penting. Itu benar. Dalam momen puncaknya, Soekarno mengambil napas panjang, kemudian mengatakan, salah satunya, ‘’Pagi ini saya perintahkan menteri luar negeri memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda.’’Sekitar 500.000 orang yang memadati Gelora Bung Karno di Jakarta saat itu bersorak-sorai, sementara puluhan wartawan berlarian keluar menelepon kantor mereka dan memberitakan peristiwa bersejarah tersebut. Melalui langkah militer Indonesia, termasuk penggelaran kekuatan laut yang mendapat banyak bantuan militer dari Uni Soviet, pemerintah Belanda akhirnya bersedia melepaskan Irian Barat pada 1 Mei 1963.Seperti George Washington menekuk Inggris, ‘’George Washington of Indonesia’’ (pujian John F Kennedy untuk Bung Karno) itu pun berhasil menuntaskan pengusiran Belanda.Komunikasi PublikPergolakan di Papua Barat dewasa ini sungguh memprihatinkan. Ada banyak penyebab, antara lain kurangnya perhatian pemerintah pusat pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua Barat. Ada pabrik tambang raksasa Freeport, tetapi ironisnya kemiskinan dan keterbelakangan merajalela di wilayah itu. Namun ada hal-hal lain yang perlu pula lebih diperhatikan, yakni adanya faktor asing yang bermimpi mengusai wilayah itu karena sumber alamnya luar biasa. Mereka menggunakan isu kesenjangan ekonomi, sosial, budaya, dan agama untuk mengobarkan ketidakpuasan.Keadaan seperti itu diperparah oleh sedikitnya kajian tentang masyarakat Papua Barat oleh para ahli Indonesia. Mereka yang tertarik justru orang asing, termasuk misionaris. Buku dan jurnal yang beredar umumnya juga cenderung menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah.Lebih menyedihkan lagi adalah buruknya komunikasi publik pejabat terkait dengan keadaan di Papua Barat. Persis dengan buruknya komunikasi publik para menteri seperti dikeluhkan SBY menyangkut runtuhnya Jembatan Kartanegara di Tenggarong, Kalimatan Timur.Presiden SBY berkali-kali mengingatkan pembantunya tentang pentingnya komunikasi publik. Sekarang kita menunggu apakah segera ada tindakan nyata untuk meningkatkan perhatian pada masyarakat Papua Barat. Untuk itu, diperlukan suatu komunikasi publik yang andal, baik menyangkut orang dan sistemnya.Mungkin kita bermimpi munculnya tokoh pemersatu sekaliber Soekarno. Mimpi itu sah-sah saja, meskipun mungkin ada yang menyebut hanya utopia. Bukan karena apa. Soekarno adalah fenomena istimewa, juga bagi rakyat di Papua Barat.Banyak orang yang mungkin heran, mengapa gambar Soekarno dikoleksi ribuan orang hingga kini, melintasi batas etnik, agama, dan generasi. Fotonya terpasang di dinding rumah, bahkan dasbor mobil dan taksi. Di wilayah Indonesia yang membentang 5.000 km, tulis Asiaweek, praktis hanya ada satu nama sinonim dengan nasionalisme Indonesia: Soekarno. Pendiri negara dan arsitek kemerdekaan. ● -
Menaruh Harapan pada Pimpinan Baru KPK
Menaruh Harapan pada Pimpinan Baru KPKW. Riawan Tjandra, DIREKTUR PROGRAM PASCASARJANA DAN DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTASumber : SINDO, 8 Desember 2011Negeri yang dulunya melahirkan para pemimpin perjuangan kemerdekaan yang heroik, empatik, dan asketik ini kini nyaris tersandera oleh berbagai perilaku koruptif.
Di tengah gegap gempita pertumbuhan ekonomi yang sempat menguat secara positif pada 2009 silam,ternyata Indonesia merupakan negara paling korup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis. Itulah hasil survei pelaku bisnis yang pernah dirilis pada bulan Maret 2010 oleh perusahaan konsultan Political & Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hong Kong.Jika menengok secara historis ke belakang, kehancuran perekonomian republik ini pada 1997–1998 tidak terlepas dari perilaku korup chronic capitalism. Itu adalah suatu tindakan para pejabat bersama para konglomerat yang mementingkan urusan finansial pribadi/ kelompok (lokal maupun asing) dibandingkan kepentingan negara. Mereka yang berada di lingkar kekuasaan memanfaatkan segala fasilitas untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak manusiawi.
Praktik mark-up, proyek fiktif, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur di episentrum kekuasaan. Merespons aspirasi yang berkembang di masa Reformasi 1998 di era pemerintah Megawati, dirancanglah sebuah undang-undang untuk mendirikan lembaga yang memiliki kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan mana pun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Ide tersebut kemudian dituangkan dalam UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Melalui UU 30 Tahun 2002, berdirilah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang kini lebih dikenal sebagai KPK pada tanggal 29 Desember 2003.
Harapan
Pascapendirian KPK, secara berangsur-angsur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara kian meningkat.Jika menengok sepak terjang KPK sejak didirikannya, terlihat bahwa lembaga tersebut—terlepas dari masih ada beberapa kelemahannya— telah mampu secara bertahap membangun budaya bersih di lingkungan kekuasaan para penyelenggara negara.
Proses pemilihan para pemimpin baru KPK RI saat ini— yang oleh banyak pihak dinilai sarat dengan muatan politis— sebenarnya harus dikembalikan pada mekanisme seleksi dan pemilihan para pemimpin KPK dalam UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Aturan itu memang menempatkan finalisasi proses pemilihan para pemimpin lembaga antikorupsi itu di tangan DPR.
Mekanisme tersebut semula tak lepas dari situasi politik pascareformasi yang mengharapkan peran DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat untuk menjadi pengawal demokrasi pascareformasi. Namun, rupanya kini aspirasi masyarakat mengharapkan perlunya dipikir desain baru sistem pemilihan para pemimpin KPK agar ke depan lebih menjadikannya independen sebagai lembaga superbodi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Lembaga antikorupsi tersebut selama ini tak lepas dari upaya pelemahan yang antara lain dilakukan dalam bentuk upaya pengerdilan kewenangan penyadapan KPK, upaya pembekuan fungsi penyidikan dan penuntutan KPK, penarikan personel penyidik dan auditor, ancaman pengeboman Gedung KPK dan penempatan sniper terhadap pejabat KPK, judicial review UU KPK ke MK yang telah dilakukan lebih dari 20 kali,dan yang juga pernah serta terus dicoba dilakukan adalah upaya rekayasa hukum terhadap para pimpinan KPK.
Praktik negosiasi politik oleh DPR dalam ”sandiwara” rapat konsultasi antara DPR dan pimpinan tiga lingkungan penegak hukum di saat KPK mulai merambah dugaan korupsi di lingkungan Badan Anggaran (Banggar) DPR perlu ditambahkan sebagai bagian dari sederet upaya pelemahan KPK di atas.
Telah terpilihnya 4 pimpinan baru KPK yang terdiri atas Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen untuk menemani Busyro Muqoddas dan Abraham Samad sebagai ketua yang baru tentu membawa publik berharap agar KPK tetap menjadi trigger dalam upaya pemberantasan korupsi.
Perlu ada skala prioritas dalam menyusun desain pemberantasan korupsi selama kepemimpinan mereka lima tahun mendatang dan dilaksanakan sungguh-sungguh secara akuntabel. KPK harus menghindari kesan adanya tebang pilih dalam pemberantasan korupsi akibat tidak tuntasnya penanganan beberapa kasus yang selama ini diindikasikan memiliki kaitan dengan kepentingan elite politik tertentu.
Jika melihat kuatnya aroma politik dalam proses pemilihan para pemimpin KPK, dalam kepemimpinan para ketua baru KPK kali ini bukan tak mungkin tekanan politik terhadap KPK akan tetap dicoba untuk dilakukan oleh tangan-tangan politik yang tak kelihatan.
Maka,sangat penting bagi KPK untuk memperkuat jejaring (networking) dengan berbagai pihak yang memiliki kesamaan visi dengan KPK dalam pemberantasan korupsi seperti perguruan tinggi, LSM, tokohtokoh antikorupsi di semua lingkungan kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
KPK untuk tahap awal dalam menyusun target pemberantasan korupsi bisa mempertimbangkan Inpres No 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2011 sebagai upaya untuk mendesain target pemberantasan korupsi di lingkungan eksekutif.
Korupsi yang sudah merusak sendi-sendi kekuasaan negara merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang hanya bisa diberantas jika KPK sebagai lembaga superbodi di bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi berani berpikir out of the box dan bertindak dengan cara-cara luar biasa pula.
Untuk itu hukum acara konvensional penanganan tindak pidana dalam KUHAP sudah tak memadai lagi untuk mengimbangi kecanggihan praktikpraktik korup yang sudah merambah seluruh pilar kekuasaan negara yang tak jarang berkelindan dengan praktik bisnis kotor dan permainan politik kekuasaan.
Dalam hal ini benarlah apa yang dikatakan Busyro Muqqodas bahwa korupsi sudah seperti raksasa yang menakutkan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai angka tak kurang dari 31. 200.000 jiwa. Ini disebabkan negara gagal menyantuni para fakir miskin sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat (1) UUD Negara RI 1945. Hal itu utamanya terjadi karena adanya praktik-praktik multilevel corruption di berbagai lingkungan penyelenggara negara.
Lahirnya UU No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin yang merupakan wujud komitmen negara untuk melaksanakan kewajiban sosialnya hanya bisa berjalan efektif jika seluruh uang rakyat dalam APBN dan berbagai APBD tak dikorupsi dengan berbagai modus seperti selama ini dilakukan. Upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan hanya menjadi pepesan kosong jika tanpa didukung langkah efektif pemberantasan korupsi. ●
-
Ilmu Sejarah Ekonomi Mulai Berkembang?
Ilmu Sejarah Ekonomi Mulai Berkembang?Thee Kian Wie, STAF AHLI, PUSAT PENELITIAN EKONOMI–LIPI (P2E-LIPI), JAKARTASumber : SINAR HARAPAN, 7 Desember 2011Selain membuat buku dan kajian tentang ekonomi Indonesia, Professor Arndt juga mendorong sejumlah mahasiswa pascasarjana Australia dan Selandia Baru untuk menulis disertasi tentang berbagai aspek dan masalah ekonomi Indonesia.Beberapa di antara mereka kemudian muncul sebagai pakar yang terkemuka di dunia tentang ekonomi Indonesia, yaitu Prof Anne Booth, yang bersama Dr Peter McCawley pada 1981 menerbitkan buku pertama tentang ekonomi Indonesia selama era Soeharto, The Indonesian Economy During the Soeharto Era (Oxford University Press, 1981).Prof Booth kemudian menyunting buku The Oil Boom and After –Indonesian Economic Policy and Performance in the Soeharto Era (Oxford University Press, 1992).Sebagai ekonom yang juga mendalami sejarah ekonomi Indonesia, Booth pada 1998 menerbitkan buku The Indonesian Economy During the Nineteenth and Twentieth Centuries – A History of Missed Opportunities (Macmillan Press, 1998).Empat mantan mahasiswa pascasarjana Arndt lainnya yang mumpuni adalah Prof Howard Dick, penulis buku The Interisland Shipping Industry in Indonesia – An analysis of competition and regulation (Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 1987), dan telah diterjemahkan dengan judul Industri Pelayaran Indonesia – Kompetisi dan Regulasi (LP3ES, Jakarta, 1989).Lalu Prof Hal Hill yang menulis berbagai buku tentang ekonomi Indonesia, yaitu Foreign Investment and Industrialization in Indonesia (Oxford University Press, 1988), The Indonesian Economy Since 1966 (Cambridge University Press, 1996, edisi kedua tahun 2000), Indonesia’s Industrial Transformation(Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 1997), dan Indonesia’s New Order (Allen and Unwin, Sydney, 1994).Associate Professor Chris Manning menulis buku Indonesia’s labour in transition – An East Asian success story? (Cambridge University Press, 1998) dan menyunting dua buku, The Great Migration – Rural Urban Migration in China and Indonesiabersama Prof Xin Meng (Edward Elgar, 2010), dan Employment, Living Standards, and Poverty in Contremporary Indonesia, bersama Dr Sudarno Sumarto.Akhirnya, Dr Peter McCawley bersama dengan Prof Sisira Jayasuriya menulis buku The Asian Tsunami – Aid and Reconstruction After a Disaster (Edward Elgar, 2010) yang banyak membahas respons terhadap tsunami yang dialami Indonesia pada akhir Desember 2004.Indonesia Mengepalai ProyekAda suatu perkembangan menarik terkait Proyek Indonesia ANU karena dua sokoguru, yaitu Chris Manning, mantan Kepala Proyek Indonesia ANU dan Associate Professor Ross McLeod, pada akhir 2011 akan pensiun.Sebagai pengganti kepala proyek Indonesia yang baru ditunjuklah Associate Professor Budy Resosudarmo, dan pada pertengahan 2012 akan diperkuat Dr Arianto Patunru, keduanya dari FE UI. Diyakini suasana akademik yang kondusif di ANU akan merangsang mereka menghasilkan karya ilmiah yang mumpuni dan bermanfaat untuk Indonesia.Selain itu, perkembangan mutakhir lain yang menarik adalah munculnya perhatian yang lebih besar pada kajian tentang sejarah ekonomi Indonesia modern di Indonesia maupun di Belanda dan Australia.Mungkin karya pertama yang menggunakan analisis ekonomi secara eksplisit dalam kajian sejarah ekonomi Indonesia adalah Thee Kian Wie yang telah menulis disertasi di University of Wisconsin, Madison, tentang Plantation Agriculture and Export Growth: An economic history of Indonesia, 1863 – 1942. Atas anjuran Prof Taufik Abdullah, Direktur LEKNAS-LIPI selama 1974 -1978, disertasi ini kemudian diterbitkan LEKNAS-LIPI dan LP3ES pada 1977.Pada 1998 Anne Booth dari Departemen Ekonomi, School of Oriental and African Studies (SOAS, University of London) menerbitkan buku yang cukup provokatif, The Indonesian Economy in the Nineteenth and Twentieth Centuries – A History of Missed Opportunities (Macmillan, 1998).Membangun MinatMinat mahasiswa pascasarjana Indonesia pada kajian sejarah ekonomi Indonesia berawal sewaktu Dr J Thomas Lindblad (Universitas Leiden) dan Prof Bambang Purwanto (Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada/UGM) menyelenggarakan Summer Course on Indonesian Economic History di UGM, Yogyakarta, pada pertengahan 1995, 1996, dan 1997.Setelah Summer Course itu beberapa lulusan terbaik menempuh studi pascarsarjana di sejumlah universitas. Dr Sri Margana dan Dr Singgih Tri Sulistiyono ke Universitas Leiden, Dr Nasution ke Universitas Nagoya, dan Dr Wasino ke UGM. Kini mereka menjadi guru besar bidang sejarah ekonomi Indonesia di universitas masing-masing.Pada 2002 Prof Howard Dick, Prof Vincent Houben, Dr J Thomas Lindblad, dan Dr Thee Kian Wie menerbitkan buku kedua (setelah buku Booth di atas) tentang sejarah ekonomi Indonesia yang berjudul The Emergence of a National Economy – An Economic History of Indonesia, 1800–2000 (Allen & Unwin, Sydney, 2002, dan KITLV Press, Leiden, 2002).Lindblad, yang merupakan motor penggerak kajian sejarah ekonomi Indonesia modern, telah menerbitkan beberapa buku yang sangat menarik, yaitu Between Dayak and Dutch – The Economic History of Southeast Kalimantan, 1880-1942 (Foris Publications, 1988), dan Bridges to New Business – The Economic Decolonization of Indonesia (KITLV Press, Leiden, 2008).Rupanya, kajian sejarah ekonomi Indonesia modern kini mengalami suatu masa “boom”, karena tahun depan akan diterbitkan buku ketiga tentang sejarah ekonomi modern Indonesia, yaitu Economic History of Indonesia 1800 – 2000 – Growth without Catching Up yang ditulis Prof Jan Luiten van Zanden dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Dr Daan Marks, kini staf ahli di Kementerian Keuangan Belanda.Apakah kini kajian sejarah ekonomi Indonesia modern bisa sebagai masa terbaik bagi kajian sejarah ekonomi Indonesia? ● -
Mesir, Islamis atau Post-Islamis?
Mesir, Islamis atau Post-Islamis?Azis Anwar Fachruddin, MAHASISWA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTASumber : REPUBLIKA, 7 Desember 2011Partai Kebebasan dan Keadilan (Hizb al-Hurriyyah wa al-‘Adalah/FJP) sebagai representasi dari Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin (IM) mendulang suara mayoritas pada pemilu legislatif Mesir putaran pertama. Hasil itu sebenarnya sudah ditebak oleh banyak pengamat. Namun, beberapa pihak yang pro Barat masih merasa khawatir: bahwa Mesir akan dibawa menuju negara teokrasi-Islamis seperti Iran.Kekhawatiran itu cukup beralasan sebab gerakan IM dikenal lebih kuat berpegang pada poros Islamis ketimbang nasionalis. Hasan al-Banna, sebagai pendiri IM, pernah tegas mengatakan,
“al-Islam nizham syamil (Islam adalah sistem komprehensif)” dan “al-Islam dinun wa dawlatun(Islam adalah agama dan negara).” (Lihat Sa’id Hawa, Tarbiyyatuna ar-Ruhiyah,hlm 23).Para pendukung sekularisme juga acap kali menggeneralisasi bahwa Islamis berarti antidemokrasi sehingga mereka khawatir IM justru mencederai demokrasi yang diperjuangkan oleh pejuang revolusi Mesir. Dalam pemetaan politik oleh Barat, FJP dianggap mewakili kubu Islamis konservatif. Banyak pihak yang pro Barat khawatir bahwa FJP akan menerapkan formalisasi syariat, mulai dari kewajiban berjilbab sampai pembatasan hak perempuan. Terlebih lagi, bila sistem parlementer nantinya berhasil digolkan dalam amendemen konstitusi Mesir.
Kekhawatiran tersebut di atas sebenarnya tidak perlu dilebih-lebihkan. IM yang dulu tentu sudah berbeda dengan IM yang sekarang. Kecenderungan untuk melakukan “tawar-menawar” dengan perubahan sosial-politik mulai dilakukan oleh IM. Sejak sebelum pemilu digelar pun, IM tampak tidak menggunakan label-label formal Islam. IM lebih condong menawarkan hal-hal yang inklusif dan diterima banyak pihak, seperti isu korupsi dan amendemen konstitusi.
FJP bergabung dalam Aliansi Demokrat (at-Tahaluf ad-Dimuqrathiy) bersama partai nasionalis lainnya, seperti Hizb al-Ghad (Partai Hari Esok) dan Hizb al-Karamah (Partai Kemuliaan). “Pecahan” IM yang tergabung dalam Hizb al-Wasat (Partai Tengah) dikenal cenderung liberal. Cabang IM yang dihuni kaum muda intelek malah tegas mengusung nasionalisme dengan membentuk Partai at-Tayar al-Mashri (Partai Aliran Mesir). Fakta tersebut membuktikan bahwa ada yang berubah dalam tubuh IM, baik secara gerakan politik maupun kecenderungan paham para anggotanya.
FJP juga menolak untuk bergabung dengan Aliansi Islami yang digalang oleh gerakan Salafi dengan Partai an-Nur (Cahaya), yang kemarin meraup suara cukup signifikan, dan partainya Jama’ah Islamiyah, Hizb al-Bina`wa at-Tanmiyah (Partai Pembangunan dan Perkembangan). Ini mengindikasikan bahwa FJP menolak kecenderungan politik totaliranisme Islam. Justru yang terjadi kemudian adalah sebaliknya, FJP berencana akan menggandeng Partai al-Wafd (Delegasi) yang dikenal liberal untuk bergabung dalam koalisi.
Jelaslah bahwa hal tersebut di atas mengamini komentar Marina Ottaway, seorang pengamat politik Timur Tengah dari Carnegie Endowment for International Peace. Ia mengatakan, “The Islamist political parties that have been participating in the Arab political process-and there are many-are quite moderate. They profess to accept the rules of democracy and accept human rights up to a certain point. Islamist groups are much closer to the Justice and Development Party (AKP) in Turkey than the Khamenei regime in Iran. (Parpol Islam yang berpartisipasi dalam proses politis Arab-dan itu ada banyak-cukup moderat. Mereka menyatakan menerima prinsip demokrasi dan menerima hak asasi manusia dalam poin tertentu. Kelompok Islamis lebih banyak mirip dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Turki daripada rezim Khamenei di Iran).”
Post-Islamis
Perkembangan gerakan Islam di Mesir yang cenderung diwakili oleh IM ini menunjukkan sebuah gejala baru. Menggunakan bahasa yang dipakai oleh pemikir asal Iran, Asef Bayat, gejala itu dinamakan dengan Post-Islamisme. Ada beberapa fenomena politik di mana politik Islam kini cenderung mulai “pragmatis” dengan melakukan bargainingdengan realitas kemodernan.Fenomena paling menonjol tidak lain adalah kesuksesan AKP di Turki. Partai itu kini telah memunculkan figur seperti Recep Tayyip Erdogan yang cukup gemilang menjadi PM Turki dan mengangkat perekonomian negara sekuler itu. AKP sukses di negara sekuler dengan tanpa mengorbankan identitasnya sebagai partai Islam. AKP menjadi contoh gerakan Islam di belahan Timur Tengah lainnya: bahwa tidak selamanya Islam bertentangan 180 derajat dengan sekularisme. AKP adalah bentuk dari fenomena Post-Islamismedi mana ajaran “Islam komprehensif (kafah)” bisa “direm”, bukan direduksi, untuk beradaptasi dengan kenyataan politik modern yang demokrat-sekuler.
Di Tunisia, kesuksesan Partai an-Nahda yang kemudian menaikkan Rached Ghannouchi juga merupakan fenomena Post-Islamis. Salah satu tawarannya, antara lain, Rached tidak akan melarang mereka yang non-Muslim untuk berbikini di pantai. Rached juga terang-terangan mengatakan ingin meniru model AKP Turki. Ada baiknya juga bila FJP dan partai IM lainnya mulai mendengarkan seruan Erdogan saat berkunjung ke Mesir beberapa waktu lalu untuk menerima bentuk sekuler yang “ramah” agama.
Tentu, sekularisme memiliki varian yang bermacam bentuknya dan tidak semuanya mutlak menepis agama. Di Indonesia, mungkin PKS adalah salah satu bentuk gerakan Post-Islamis.
Pertanyaan cukup krusial yang layak kita tanyakan kepada IM kemudian adalah: apakah kecenderungan mereka untuk bersikap inklusif pada demokrasi hanyalah pragmatisme sesaat ataukah memang sejatinya demikian sehingga ideologi Islam-kafah mereka akan ditinjau ulang?
Apakah jika IM memegang tampuk kepemimpinan nanti (catatan: Abdul Mun’im Abul-Futuh, mantan pemimpin IM, punya reputasi kuat untuk mencalonkan diri sebagai presiden) akan sanggup menahan gelombang partai liberal lainnya dalam koalisi untuk memutuskan kebijakan yang, bisa jadi, menggerogoti idealisme IM?
Tentu, IM bukan hanya memiliki pengaruh di Mesir, melainkan di negara-negara lain di Timur Tengah. Oleh sebab itu, gerakan IM akan menjadi tolok ukur gerakan Islamis lainnya yang sedang membangun kekuatan sebagai antisipasi bila mereka mendapat kesempatan untuk meraih kepemimpinan, seperti di Yaman atau Suriah, yang sekarang masih membara. Bahkan, bukan hanya di Timur Tengah, melainkan perubahan peta politik di Mesir turut andil memengaruhi politik Islam di belahan Asia lainnya, termasuk Indonesia. ●
-
Difabel dan Konstruksi Ketidakadilan Sosial
Difabel dan Konstruksi Ketidakadilan SosialMuhammadun A.S., ANALIS PADA STUDI POLITIK DAN PEMERINTAHAN
PROGRAM PASCASARJANA UIN YOGYAKARTASumber : REPUBLIKA, 7 Desember 2011Tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Difabel Internasional. Peringatan ini dimulai sejak 1992. Saat itu, PBB langsung memberikan instruksi kepada seluruh negara anggotanya untuk diadakan setiap tahun. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ada yang dilahirkan atau hidup dalam keadaan kurang sempurna karena berbagai alasan, tetapi mereka tetap mempunyai harkat dan martabat sama seperti warga negara lainnya untuk memberikan perhatian serius kepada difabel.Berdasarkan data WHO tahun 2010, 10 persen dari jumlah penduduk dunia merupakan penyandang cacat, kira-kira mencapai 600 juta jiwa. Di Indonesia, diasumsikan WHO untuk tahun 2011 mencapai 15 persen. Data Kementerian Kesehatan tahun 2010 mencatat jumlah orang dengan kebutuhan khusus di Indonesia mencapai 6,7 juta orang. Tapi, dari jumlah itu, yang terserap di lapangan kerja masih di bawah setengah persennya saja. Di Indonesia, peran kerja untuk mereka yang tak bisa berbicara, tak bisa mendengar, melihat, dan berjalan memang masih seret.
Indonesia telah memiliki perangkat hukum yang memadai dalam rangka melindungi hak-hak difabel, sebagaiman tertera dalam UU No 4 Tahun 1997 dan pasal 41 (2) dan 42 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM; kelompok penyandang cacat diharuskan memperoleh pelayanan khusus. Artinya, setiap penyandang cacat mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan atau penyediaan fasilitas dan sarana demi kelancaran, kemananan, kesehatan, dan keselamatan dalam aktivitasnya. Ini merupakan tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Perlakuan khusus itu dapat berupa aksesibilitas baik berupa sarana kemudahan fisik dan nonfisik yang wajib disediakan oleh pemerintah bagi difabel.
Sayangnya, perlakuan terhadap kaum difabel di Indonesia masih minim. Dalam pendidikan saja, sangat sedikit universitas yang memberikan fasilitas untuk studi kaum difabel. Padahal, Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dan Rencana Aksi Nasional Sebagai Tindak Lanjut Pemerintah Indonesia dalam Melaksanakan Komitmen Bangsa-Bangsa di Kawasan Asia Fasifik yang disebut Biwako Millineum Framework juga telah disepakati. Mengapa diskriminasi dan ketidakadilan masih lahir di mana-mana?
Inilah yang juga diakui oleh Direktur WHO Etienne Krug (2010) bahwa di semua negara masih ada stigma dan diskriminasi. Masih ada hambatan akses di semua negara, seperti transportasi, bangunan umum, atau akses ke sekolah dan pekerjaan. Akibatnya, menurut studi terbarunya, para difabel cenderung memiliki status kesehatan yang lebih buruk, prestasi pendidikan lebih rendah, kurang terlibat dalam perekonomian, dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.
Konstruksi Ketidakadilan
Tokoh Indonesia yang berjasa memperjuangkan kaum difabel dengan melakukan perlawanan atas kuasa normalitas adalah almarhum Mansoer Fakih. Dialah yang menamai penyandang cacat dengan nama different ability (difabel), berbeda kemampuan. Bagi Mansoer Fakih, kaum difabel bukanlah cacat, melainkan hanya berbeda kemampuan. Beda kemampuan merupakan anugerah Tuhan, karena setiap manusia memang diciptakan Tuhan dengan berbeda-beda. Tidak ada istilah cacat, tidak normal, dan tidak sempurna. Semua adalah makhluk yang sama yang diberi kemampuan Tuhan yang beragam potensinya.Perjuangan Mansoer Fakih ini senada dengan seorang difabel bernama Setia Adi Purwanta, yang juga teman seperjuangannya dalam menggelorakan istilah difabel. Mengacu kepada pemikiran Bergerian, Purwanta (2010) menilai bahwa cacat merupakan rekayasa dan konstruksi ketidakadilan sosial yang “sengaja” dibangun melalui sistem kekuasaan, baik kuasa melalui jalur struktural maupun kultural.
Proses pencacatan itu kemudian masuk dalam ruang kesadaran imajiner seluruh lapisan masyarakat, baik di birokrasi, stratifikasi sosial masyarakat, anggota keluarga, maupun individu yang bersangkutan, akhirnya mengakui dengan penuh “paksa” bahwa dirinya adalah cacat. Maka, istilah cacat terjadi dan dibakukan secara hegemonik.
Karena konstruksi sosial itulah, tidak jarang di kepala kita begitu mendengar cacat yang terbayang adalah pengemis, gelandangan, atau manusia tidak berdaya yang dianggap membutuhkan belas kasihan. Dalam tayangan-tayangan televisi difabel bahkan menjadi bahan lelucon atau tertawaan; sosok kerdil yang hanya dijadikan simbol “ketidaknormalan” atau aneh dan janggal. Dampaknya menjadi negatif bagi kehidupan warga negara yang difabel dan tidak terkalkulasi hak-hak mereka oleh parlemen dalam keputusan pembuatan kebijakan. Keberadaan difabel menjadi sesuatu yang harus mereka tanggung sendiri.
Identitas Kebanggaan
Setiap manusia diciptakan secara sempurna oleh Allah, meskipun masing-masing memiliki perbedaan kemampuan dan tugas dalam menjalankan kehidupan. Oleh karena itu, setiap manusia, bagaimanapun kondisi fisiknya, memiliki kesamaan dan kesetaraan hak asasi menyangkut berbagai macam aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dari sinilah, difabilitas mestinya menjadi identitas kebanggaan yang harus dihargai publik. Difabel mempunyai hak ruang publik yang sama dan setara dengan lainnya, sehingga justru difabilitas menjadi identitas sosial yang makin meneguhkan posisi kaum difabel.Kalau menggunakan pendekatan postmodern model, difabilitas menjadi identitas sosial yang menyangkut masalah sistem ekonomi, kebijakan, dan prioritasisasi terhadap distribusi sumber daya, soal kemiskinan, pengangguran, dan cara pelayanan publik. Aktor kunci dalam paradigma ini adalah para difabel sendiri, para pembuat kebijakan, lawyer,politikus, pelaku ekonomi, masyarakat umum, jurnalis, aktor film, dan masyarakat. Indikator dari masalah ini adalah tidak meratanya distribusi atau akses teknologi, asistensi terhadap difabel yang masih menggunakan paradigma medik, tidak adanya pencitraan yang baik dalam media massa, dan penempatan difabel dalam pusat rehabilitasi.
Solusi yang bisa ditawarkan dalam menyelesaikan persoalan ini adalah memandang difabel lebih sebagai persoalan sosial, misalnya pengangguran, daripada melihatnya sebagai masalah yang ujung-ujungnya adalah melakukan rehabilitasi terhadap mereka. Agar tawaran penyelesaian dapat menjadi sukses, maka perlu dilakukan beberapa hal, misalnya, pengenalan terhadap komunitas difabel, meningkatkan akses teknologi dan fasilitas umum, pengembangan kapasitas diri dan leadershippara difabel, penelitian mendalam tentang aspek sosial difabel, dan melakukan community development terhadap difabel. ●
-
Big Bang Menuju 2014?
Big Bang Menuju 2014?Budiyati Abiyoga, PRODUSER FILM; KONSULTAN PEMBERDAYAAN PUBLIK DAN INSTITUSI DENGAN SARANA KREATIF AUDIOVISUAL DAN DAUR ULANGSumber : KORAN TEMPO, 7 Desember 2011Sangat menarik membaca pendapat Prof Andrik Purwasito, “Message Engineering untuk 2014”, yang dimuat di Koran Tempo edisi 16 November 2011. Melalui contohdi Prancis, tulisannya dibuka dengan kalimat: penguasaan media massa menjadi bagian penting pusat-pusat kekuasaan, yang notabene adalah partai politik. Kalimat penutup: bagaimanapun, menyihir rakyat dengan media massa tetaplah berpegang pada faktor-faktor budaya, seperti upeti sosial, hadiah, kenang-kenangan, cendera mata, dan tali asih, yang merupakan komunikasi sosial-budaya yang mampu membangun kedekatan, kerelaan, bahkan kepasrahan.Berhasilnya penyampaian pesan memang merupakan syarat pokok dari suatu produk media. Untuk media televisi, bagaimana dalam durasi singkat dan jumlah penyampaian terbatas, pesan dapat mencapai sasaran. Hal ini diperlukan untuk semua pesan program apakah pesan politik dalam berbagai kemasan, atau pesan moral dari cerita fiksi sinetron, termasuk promosi komersial dalam format pesan sosial-budaya, dilengkapi hadiah-hadiah sponsor pula. Terutama dari dua televisi berita, TV One dan Metro TV, kita bisa mengikuti pesan politik dalam berbagai program berita, talk show, iklan layanan masyarakat, bahkan program hiburan sampai running text. Jak TV juga memiliki program serupa, yang walaupun sebatas televisi lokal, jangkauan Jakarta sebagai ibu kota sangatlah strategis. Pemirsa mudah memilih mana program yang ekstrem beroposisi terhadap pemerintah, mana yang sedang-sedang.Ditambah bergabungnya bos MNC Group ke Partai NasDem, mungkin akan ada program baru juga dengan muatan politik di tiga televisi naungannya.Melalui berbagai media, ada indikasi banyak yang tidak sabar menunggu berakhirnya kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014, sampai-sampai berkembang keinginan agar periode pemerintahannya dipercepat. Sering mengemuka pula agar pimpinan nasional secara sukarela mengundurkan diri. Sekalipun hal itu tidak terjadi,dampak minimal yang diharap tentunya adalah terlibasnya partai penguasa sekarang pada Pemilu 2014, yang sudah terlihat indikasinya dari beberapa survei tentang tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintah dan pilihan publik atas sejumlah tokoh calon presiden.Sebagai warga negara biasa, saya tetap berharap reshuffle kabinet akan memperbaiki kondisi negeri kita,walaupun saya juga tidak bermimpi terlalu banyak menggantungkan harapan. Tentunya kepercayaan publik hanya akan dapat terangkat kalau ada langkahbesar dalam tahun-tahun terakhir kepemimpinan sekarang. Kalau tidak salah, yang pertama menggunakan istilah penciptaan semesta—Big Bang—untuk program besar itu di suatu acara televisi adalah Prof Tjipta Lesmana. Umumnya para tokoh menekankan prioritas pemberantasan korupsi dan penegakan hukum secara tidak tebang pilih. Masalah pokok tersebut dapat diikuti di setiap penerbitan Koran Tempo, menjadi pengingat publik bahwa perjuangan untuk itu harus dilakukan terus-menerus karena, sebagai pemaaf, kita bisa sekaligus menjadi pelupa sampai masalah demi masalah makin berakumulasi, membuat bangsa kita makin terpuruk.Saya sangat berharap penanggulangan kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan ekonomi, yang ketiganya merupakan kesatuan erat, menjadi salah satu Big Bang menuju 2014. Pendidikan di hulu dan ketenagakerjaan di hilir perlu didukung jelas oleh semua sektor yang seyogianya mengisi aliran di antara dua sektor itu, sehingga kebijakan dan alokasi anggaran sektoral tetap terkait dengan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Atas dasar kebijakan yang jelas dan tidak berhenti sebatas political will, program dapat terakomodasi secara tepat dalam APBN dan APBD, untuk direalisasi menjadi tindak nyata di lapangan. Sebagai aksi nasional, program dapat menjadi landasan tumbuhnya kekuatan sosial-ekonomi yang nyata pula dan kesejahteraan yang merata, untuk dilanjutkan oleh siapa pun penguasa setelah 2014.Tetapi, salah satu yang bisa member kesan sebaliknya adalah terhapusnya nama Fadel Muhammad dari kabinet. Sebelumnya, program kementeriannya pernah diangkat di acara televisi Managing The Nation, yang dipandu Tanri Abeng. Waktu itu diinformasikan bahwa dia mendapat tugas khusus dari Presiden dalam mengkoordinasikan 11 kementerian untuk mengatasi kemiskinan nelayan. Dan dari semula sekian puluh penyuluh, dia mengerahkan ribuan penyuluh lapangan. Kalau dikembangkan secara luas dan besar-besaran di kawasan darat, kelautan, dan perikanan, pola ini tentunya akan sangat mempercepat berkurangnya kemiskinan.Dalam skala terbatas sekali, karena merupakan upaya yang cenderung individual, saya mendorong youth action melalui metodologi multiplying effect 1-7/8-45 (hari kemerdekaan, yang gampang diingat). Satu motor penggerak, melakukan training of trainers 7 sampai 8 orang, menjadi 9 orang bersama si motor pertama tadi, masing-masing memotivasi 5 orang lagi, sehingga diharapkan terjadi dampak ganda sebanyak 45 orang. Kalau dimulai dengan sekian ribu penyuluh sebagai penggerak lapangan yang dimotori Fadel sebagai penggerak utama tadi, dengan segala kekurangannya pun semestinya akan diperoleh dampak ganda sangat besar.Menyikapi kegiatan partai politik yang dapat diantisipasi akan melakukan message engineering dan upeti sosial, seperti disampaikan dalam tulisan Prof Adrik Purwanto, bisa dikhawatirkan prioritas perhatian pemerintah justru ada pada counter move, mengutamakan brand management lagi. Jadi, baik pemerintah maupun partai koalisi dan oposisi bisa jadi berlomba-lomba mengambil hati rakyat melalui pencitraan di media, dilengkapi charity di lapangan. Dalam situasi ini, sangat penting agar publik menjadi cerdas menilai program-program yang disuguhkan. Termasuk mencermati aksi sosial yang dilakukan semua pihak, apakah setelah kemenangan dalam pemilu masih tetap konsisten mengutamakan rakyat.Peran tokoh-tokoh lintas agama merupakan salah satu potensi untuk pencerdasan publik, di samping peran lembaga swadaya masyarakat dan para profesional independen. Juga untuk mengawal program, agar Big Bang menuju 2014 benar-benar untuk kepentingan rakyat. ●